Lembaga Zakat Miliki Spirit Inovasi dan Pantang Menyerah

Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)

Gerakan zakat dan lembaga-lembaga di dalamnya terus tumbuh dan berkembang secara dinamis. Dari tahun ke tahun kondisinya menunjukkan perbaikan terus-menerus. Ada spirit inovasi, kreativitas, dan pantang menyerah yang begitu kuat yang tumbuh di dalam gerakan zakat Indonesia. Semangat ini tentu saja menuntut perlunya kepemimpinan organisasi pengelola zakat yang juga terus berkembang baik dan kuat.

Para pimpinan OPZ idealnya bukan hanya mampu memimpin organisasinya tapi juga mampu menginspirasi para aktivis zakat atau amil-amilnya menjadi orang- orang yang mampu dan bersedia mencurahkan seluruh kemampuan terbaiknya demi kebaikan masa depan dunia zakat.

Tidak mudah memang untuk menjadi seorang pimpinan OPZ yang ideal serta didukung penuh oleh seluruh amil yang ada di organisasinya. Seorang pimpinan OPZ, selain harus memiliki kemampuan dan ketrampilan sebagai amil zakat, tentunya juga harus menjadi teladan dalam banyak urusan. Di dunia zakat, ada beberapa hal yang dapat menjatuhkan karisma seorang pimpinan OPZ. Situasinya bahkan bisa lebih rumit karena dapat menghilangkan dukungan mayoritas amil yang ada. Ada empat hal yang bila lupa dicermati ternyata dapat menyebabkan ketidakpercayaan amil zakat di sebuah OPZ pada pimpinannya.

Pertama, rendahnya pemahaman pimpinan OPZ terhadap zakat dan pengelolaannya. Kondisi ini semakin buruk jika ditambah dengan tidak adanya semangat belajar yang cepat tentang dunia zakat, termasuk dengan kemampuannya melihat situasi terkini, kompetisi yang ada, dan tantangan ke depan. Dampak dari hal ini juga bisa terlihat dari tidak adanya rencana yang matang dan strategis dalam menjalankan roda organisasi. Di luar hal tadi, implikasi yang akan terjadi juga bisa menyebabkan pimpinan OPZ memiliki kecenderungan untuk mengambil keputusan secara trial and error, bahkan dengan gaya sok tahu.

Kedua, tidak memiliki disiplin yang baik. Disiplin ternyata menjadi kata kunci untuk bisa ditaati dan dipatuhi. Tak cukup ancaman dan sanksi untuk membuat diikuti bahkan ditakuti. Bila pimpinan OPZ menegakkan aturan dengan keras, dan dengan banyaknya sanksi, mungkin akan membuat para amil di bawahnya tunduk. Namun, hal ini bukan berarti patuh karena ketakutan terhadap aturan bisa jadi justru membuat para amil itu menyiasati sanksi dengan cara-cara yang tidak pernah terbayangkan. Seorang pimpinan OPZ harus mempraktikkan soal disiplin ini mulai dari hal yang sederhana misalnya datang dan memulai agenda tepat waktu sesuai rencana yang disepakati. Begitu pula dalam soal-soal rutinitas lainnya yang disepakati, baik di internal organisasi maupun dengan eksternal organisasi. Selain itu, diperlukan pula keistiqamahan dalam menjalani agenda-agenda yang ada, termasuk terus menjaga konsistensi terhadap keputusan-keputusan yang diambil.

Ketiga, tidak mampu menciptakan trial and error. Pemimpin OPZ tak bisa bekerja sendiri. la harus menciptakan tim yang baik yang akan mendistribusikan tugas-tugas yang ada agar lebih efektif dan efisien. Pimpinan OPZ yang pintar memang menyenangkan bagi organisasi zakat. Namun, memusatkan semua persoalan organisasi hanya di tangan satu orang jelas tidaklah sehat. Apalagi bila semua urusan akhirnya bergantung pada satu orang. Bila suatu saat ia sakit parah berkepanjangan ataupun halangan berat lainnya, maka ini amat berisiko dan menghambat laju organisasi. Apalagi ketika terlalu memusatnya semua urusan pada pimpinan, kesan yang ada malah memunculkan anggapan bahwa pimpinan tidak dapat memercayai orang lain.

Keempat, adanya penyalahgunaan wewenang. Ini persoalan krusial dalam kepemimpinan di mana pun, termasuk di lingkungan amil zakat. Tindakan-tindakan yang mengarah pada praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di OPZ bisa berbahaya bagi masa depan organisasi. Bila praktik ini tumbuh, apalagi dimulai dari level pimpinan OPZ, maka bisa mengancam kelangsungan OPZ. Cepat atau lambat, praktik-praktik ini akan menghancurkan kredibilitas pimpinan OPZ kemudian lembaganya. Karena itu, hal-hal demikian seharusnya sejak dini dicegah dan diantisipasi agar tak terbuka peluang untuk tumbuh.