Kajian Politik Merah Putih: Ada Indikasi Kuat Gibran Jadi Tumbal Mistik Kekuasaan

Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokow) Gibran Rakabuming Raka (Gibran) terindikasi menjadi tumbal mistik kekuasaan dengan menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.

“Indikasi kuat Gibran terperangkap sebagai tumbal ambisius kekuasaan, baik secara politis maupun mistik.. Dari parameter, standar, ukuran, patokan normal dipermak atau dipoles kaya apapun sangat tidak layak sebagai cawapres tetap dipaksakan, sangat mungkin back up dari kerja mistis,” kata Koordinator Kajian Politik Merah Putih Sutoyo Abadi kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (21/11/2023).

Kata Sutoyo, Gibran dipoles menggunakan Bahasa politik verbal, anak ajaib bahkan bisa direkayasa sebagai ratu adil pembawa keselamatan untuk menutupi  kebodohan dan keterbatasan dan ketololannya.

Masyarakat di bawa ke alam mabuk keajaiban, khususnya masyarakat selatan Jawa yang masih lekat dengan orang-orang yang menyukai keajaiban mistis secara berlebihan.

“Rekayasa alasan lain pun dimunculkan dengan frasa “wong pinter ora mesthi bener, wong bener ora mesthi pinter”. Gibran di posisikan memang bodoh, tapi dia orang yang benar”.

Padahal maknanya adalah :  “wong (sing ketok) pinter ora mesthi bener, wong sing bener (ora kudu ketok) pinter”, karena tidak mungkin orang dapat mencapai kebenaran tanpa ilmu, dan orang yang pintar adalah orang yang berilmu”

Kata Sutoyo, pendukung Gibran akan makin khusyu membela,  mempertahankan dan menumpahkan puja puji sebagai makhluk ajaib tanpa cela di alam mistiknya. Tanda tanda ini sudah muncul di berbagai media sosial dengan macam bentuk narasinya. Memang tidak logis dan tabrakan dengan akal sehat, mereka tetap nekad masuk di alam kegelapan. Hanya ingin memenangkan Gibran dalam Pilpres 2024 dengan segala resikonya yang sangat berbahaya.

“Negara dipertaruhkan untuk mainan Jokowi yang sesungguhnya dalam ketakutan acut dari resiko politiknya setelah lengser dari kekuasaannya,” jelasnya.

Gibran secara intelektual sangat lemah, literasi otaknya nol, gagap dan gugup jika tampil dimuka umum tanpa teks, tanpa wibawa, apalagi untuk jabatan seorang Wakil Presiden. Semua merasakan terasa mimpi di siang bolong.

“Tersisa pertahanannya hanya pada politik dungu, bagaimana memframing keajaiban Gibran sebagai anak ajaib, mencoba membolak-balik jualan narasi  konyol, dagelan politik belaka,” pungkas Sutoyo.

Jualan kesan keajaiban Gibran tetap bisa laku pada pasaran buzer, survei rentalan, makhluk pencari cuan dan cebong yang sulit memahami kebenaran dengan akalnya.

Jokowi  terlihat ada gangguan psikologis sampai tega menjadi Gibran anaknya sebagai tumbal ambisi kekuasaannya. Sangat mungkin Jokowi juga ke serang Endorsemen power yang sudah melemah bahkan menghilang masih mimpi ingin mengatur dan berkuasa.

Gibran menjadi tumbal delusi Jokowi yang sedang kehilangan legitimasi , pembusukan dan macam macam ancaman politik yang pasti akan menimpanya. Maka apapun rekayasa dan caranya Gibran ditumbalkan dan harus menang dalam Pilpres 2024.