Prabowo: Pecundang di Pemilu 2024

Oleh: Ahmad Basri, Penulis ketua K3PP Tubaba. Alumni HI UMY

Keputusan hasil uji materi MK tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden sudah dibacakan hasilnyapun sudah diketahui publik secara luas. Usia calon preside wakil presiden minimal 40 tahun atau memiliki penghalaman sebagai kepala daerah. Artinya dibawah usia 40 tahun jika memiliki pengalaman atau sedang menduduki jabatan kepala daerah bisa dicalonkan sebagai presiden atau wakil presiden.

Keputusan uji materi MK tentu sudah ditebak arah dan tujuannya mau kemana dan untuk siapa keputusan itu diambil dengan begitu cepat dsn tergesa – gesa. Jauh hari pandangan ahli hukum dan politik telah memprediksi bahwa uji materi undang – undang pemilu nomor 7 tahun 2017, tentang pemilu memiliki target politis bukan semata – mata persoalan murni hukum semata. Hal ini terbukti dengan keputusan MK mengabulkan poin penting yang menjadi isu besar dalam uji materi.

Walaupun dalam keputusan hasil uji materi, terhadap undang – undang nomor 7 tahun 2017, suara anggota hakim Konstitusi MK yang berjumlah 9 orang tidak bulat. 5 anggota hakim konstitusi setuju dan 4 menolak atau berbeda pendapat, mereka adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Arief Hidayat dan Suhartoyo. Menariknya Salda Isra “mencurigai” bahwa kelima anggota MK berubah arah dan sikap tidak konsisten sejak awal, sehingga menghasilkan keputusan yang berbeda tidak bulat, mereka menyetujui mengabulkan batas usia 40 tahun atau minimal pernah atau sedang menduduki jabatan kepala daerah.

Apalagi ketua MK sekaligus anggota adalah adik ipar Presiden Jokowi. Kecurigaan itu semakin jelas tidak beralasan yang mengada ada.Keberadaan adik ipar jika Presiden Jokowi yang menduduki ketua MK, tentu menambah spekulasi politik bahwa, uji materi terhadap undang – undang pemilu nomor 7 tahun 2017, sengaja di desain untuk meloloskan putra sulung Presiden Jokowi Gibran, yang kini sedang menjabat sebagai walikota Solo. Usia Gibran kini baru 37 tahun.

Isu Presiden Jokowi membangun kepentingan politik dinasti tidak bisa dihindarkan. Isu yang berkembang, Gibran akan dipasangkan sebagai cawapres Prabowo. Jika ini benar pada akhirnya Gibran berpasangan dengan Prabowo dalam pemilu 2024, maka tuduhan “memperkosa” mengakali uji materi undang pemilu nomor 7 tahun 2017 terbukti kebenarannya.

Akhir apa yang kita lihat, MK terjebak dalam lingkaran permainan politik kekuasaan bukan lagi murni sebagai entitas hukum bagi pencari keadilan yang sesungguhnya. Suara – suara kritis atas hasil uji materi oleh MK bergema dimana – mana. Paling ekstrem meminta keberadaan MK tidak lagi patut untuk dipertahankan. Mereka berharap keberadaan MK dibubarkan. Persepsi publik agar MK dibubarkan tentu sesuatu yang wajar dan realitis.

Dari sudut politik tentu yang akan dirugikan adalah Prabowo – Gerindara dan dampaknya pada koalisi partai pendukungnya, jika benar Prabowo berpasangan dengan Gibran dalam pemilu 2024. Secara khusus kekecewaan dan kemarahan publik akan ditujukan pada personality personal Prabowo – Gerindra bahwa, uji materi undang – undang materi nomor 7 tahun 2017, sesunggunya merupakan sekenario desain politik yang melibat Prabowo – Gerindra, Presiden Jokowi dan MK, dengan meminjam “tangan” orang lain sebagai pemohon uji materi, dalam hal ini seorang mahasiswa UNSA Solo.

Publik akan menilai bahwa jika Prabowo terpilih sebagai Presiden berpasangan dengan Gibran, prilaku poliitik hukum menghalalkan segala cara akan mereka lakukan demi membangun sahwat politik kekuasaan. Publik akan menilai bahwa Probowo bukanlah tipelogi pemimpin yang selama ini terbangun sebagai seorang satria, yang memiliki integritas dan moralitas seorang pemimpin. Harapan itu akan menjadi mimpi kosong tentang Prabowo.

Hemat penulis, Prabowo akan ditinggalkan massa pendukungnya mereka akan beralih ke Ganjar atau Anies dan partai pendukung akan memilih jalan lain atau keluar dari koalisi. Pilihan menjadikan Gibran cawapres bukanlah pilihan tepat – strategis bagi Prabowo, namun akan mereduksi Prabowo sendiri sebagai seorang calon presiden. Berharap menematkan Gibran sebagai cawapres mendapatkan suara dari loyalis “Jokowi” adalah pandangan yang sangat keliru.

Sesungguhnya Jokowi tidak memiliki basis pendukung massa yang real di pemilu 2024. Pemilu 2014 – 2019 bukanlah ukuran untuk menilai tentang Jokowi memiliki pengaruh yang besar untuk saat ini. Sejarah mencatat Jokowi dibesarkan oleh politik freming media massa plus buzzer dan pemodal sebagai presiden. Namun pemilu 2024 konfigurasi politik sudah berubah dan cara – cara strategi politik pemilu 2014 – 2019, gaya model Jokowi sudah usang dan tidak laku untuk dijual ke publik.

Bisa jadi Prabowo akan menjadi pecundang di pemilu 2024 karena salah memilih siapa wakilnya. Memilih Gibran sebagai cawapres kesalahan politik terbesar yang akan mengulang kegagalan Prabowo sebagai presiden 2024. Masih ada orang seperti Yusril Ihza Mahendra, Khofifah atau Erick Thohir yang bisa mendampingi Prabowo 2023