Cenderung “Mabuk Kekuasaan”, Hasil Psikotes Prabowo saat Pendidikan di Kopassus

Buku berjudul “Kronik Penculikan Aktivis dan Kekerasan Negara 1998” karya Muhidin M Dahlan menyebutkan hasil psikotes Prabowo Subianto cenderung “mabuk kekuasaan” saat mengikuti pendidikan Kopassus di Batujajar Bandung:

Pada 1975, rapat para instruktur Kursus Dasar Sandhi Yudha sempat berlangsung lama saat menentukan lulus tidaknya Prabowo Subianto. Nilai rata-rata akademisnya tinggi: di atas 80. Namun, untuk kemampuan fisik, hanya berkisar 55-70.

Saat itu, Prabowo mengikuti pendidikan Komando di Batujajar Bandung; mulai dari memanjat tebing, merambah hutan, hingga latihan pendaratan laut. Kegiatan komando ini diakhiri dengan “long march” sembilan hari dari Lembang sampai Cilacap.

Dalam bidang teori, Prabowo terkenal cerdas dan mempunyai nilai tinggi, tetapi memiliki kekurangan di bidang fisik. Ia cepat lelah dan sering tertinggal siswa lain apabila melakukan latihan lari.

Hasil psikotes juga menunjukkan Prabowo punya kecenderungan “mabuk kekuasaan”. Jika diberi kekuasaan, dia cenderung menyelewengkan kekuasaan itu.

Dalam buku juga disebutkan, dalam catatan pelatih terhadap Prabowo bahwa putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo cenderung bertindak dengan cara dan nalurinya sendiri:

Para pelatih memberi catatan khusus tentang penampilan Prabowo. Kendati berkemauan kuat dan memiliki kemampuan manajemen yang baik, Prabowo cenderung bertindak dengan cara dan nalurinya sendiri.

Dalam buku diceritakan, Prabowo mendesak atasannya untuk mendapat jabatan sebagai Danjen Kopassus:

Sukses mewujudkan obsesinya kerap membawa Prabowo Subianto berselisih dengan atasannya. Salah satunya dengan Jenderal Feisal Tanjung. Gara-garanya, Prabowo mendesak Panglima ABRI itu mempercepat pengangkatannya menjadi Komandan Kopassus. Jenderal Feisal marah dan mengulur-ulur waktu penandatanganan surat pengangkatan.

Akhir 1997, tersiar kabar Prabowo berselisih dengan KSAD R. Hartono. Saat itu, Hartono mempromosikan Prabowo sebagai Pangdam III/Siliwangi. Prabowo menolak. Hartono lalu menasehati Prabowo bahwa pemindahannya ke Kodam Siliwangi justru untuk kemajuan karier Prabowo di masa depan. Prabowo tidak mau. Dia sudah puas membina kelompok pemuda Gardapaksi Timor Timur. Jenderal Hartono beralasan, tugas Pangdam jauh lebih luas dari itu, pembinaan teritorial. Prabowo mau di- pindahkan, hanya jika menjadi Panglima Kostrad. Hartono tidak bisa menerimanya.