Zakat Dapat Mengurangi Kemiskinan di Indonesia

Penggunaan dana zakat untuk kegiatan ekonomi produktif dapat mengurangi kemiskinan di Indonesia.

“Potensi zakat di Indonesia sangat besar, hasil penelitian yang dilakukan oleh BAZNAS dan FEM IPB (2011) melaporkan bahwa Indonesia memiliki potensi dana zakat sebesar Rp 217 triliun. Potensi ini bila bisa tergali optimal dan dananya dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif maka dampaknya cukup signifikan bagi pengurangan kemiskinan di Indonesia,” kata Direktur Utama Akademizi dan Associate Expert Forum Zakat (FOZ) Nana Sudiana dalam artikel berjudul “Menuju Kolaborasi Maslahat Zakat”

Dalam praktik pengelolaan zakat, Indonesia lebih bersifat  voluntary basis, yakni zakat yang dibayarkan atas dasar kesadaran dan kesukarelaan masyarakat. Ini berbeda dengan negara seperti  Pakistan, Sudan, Arab Saudi, Libya dan Malaysia yang bersifat obligatory basis, yaitu sistem wajib zakat (IMZ, 2010).

Pada praktiknya, kata Nana, seorang muslim membayar zakat atau memberi infak dan sedekah, sesungguhnya ia bukan sekedar memberikan uang kepada orang lain.

“Dalam aktivitas zakat dan sedekah, ada juga beragam manfaat yang dimilikinya bila ditinjau dalam perspektif sosial dan ekonomi bagi orang-orang yang menerimanya. Manfaat tersebut tidak selalu berarti pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi juga pemenuhan kebutuhan rohani sehingga melibatkan kesehatan mental,” papar Nana.

Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sudah selayaknya Indonesia memperhatikan potensi zakat dan infak sebagai salah satu modal utama dalam pembangunan. Dimensi sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh amal ibadah zakat merupakan kombinasi yang tepat bagi pembangunan rakyat Indonesia secara fisik dan mental. Dari sini kita semakin menyadari bahwa agama Islam membawa rahmat bagi seluruh alam.

Menurut Nana, program pendayagunaan zakat tidak hanya memiliki dampak ekonomi bagi mustahik, tetapi juga dampak sosial dan spiritual. Kondisi ini diharapkan akan membangun persaudaraan dan solidaritas di antara warga miskin. Dengan semakin baiknya orang-orang yang mendapatkan bantuan zakat ini, semoga semakin mendorong mereka memiliki ketahanan mental-spiritual.

“Hal ini selaras dengan strategi pengentasan kemiskinan yang selama ini hendak diterapkan oleh pemerintah, yaitu : 1) strategi peningkatan pendapatan melalui peningkatan produktifitas, 2) strategi pengurangan beban, melalui pengurangan beban  kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya, 3) strategi peningkatan kepedulian dan kerjasama stake-holders dalam membantu masyarakat miskin,” jelasnya.

Agar semakin efektif proses perbaikan masyarakat dhuafa, Nana berharaplembaga-lembaga pengelola zakat bisa bersinergi untuk menguatkan dan memperluas maslahat zakat. Beberapa cara dapat dilakukan oleh OPZ-OPZ yang  ada :  1) Meningkatkan kemampuan OPZ dalam mengelola program-program pendayagunaan zakat, 2) Berbagi peran dalam sesuai keunggulan OPZ masing-masing, 3). Berbagi wilayah garapan sesuai kemampuan program yang dilakukan. Bila sinergi dan kolaborasi ini dengan mudah terwujud, maka peranan OPZ akan jauh lebih efektif dan kemaslahatan umat akan tercipta secara luas dan berkesinambungan.

“Diperlukan manajemen atau pengelolaan OPZ yang baik, terlebih di sisi pendayagunaan-nya. Dengan pengelolaan yang baik, hal ini mengindikasikan bahwa OPZ masing-masing memang memiliki kredibilitas, integritas dan kemampuan institusi yang baik dalam mengembangkan program-program pendayagunaan zakat,” tegasnya.