Rakyat Pulau Rempang Diusir dan Diganti Warga RRC? Investasi Model Apa Ini?

Oleh : Memet Hakim, Pengamat Sosial, Wanhat APIB & APP-TNI

 Penjelasan Bahlil sang menteri investasi didampingi Menlu lewat youtube Sekretariat Presiden  sebulan yl, membuka tabir keberingasan polisi & BP Batam. Presiden telah “menjual” wilayah itu kepada RRC lewat PT Makmur Elok Graha anak perusahaan milik Tomy Winata  untuk dijadikan lokasi industri kaca terbesar kedua di dunia dengan cover Rempang Eco City. Pulau Rempang memiliki luas wilayah 16.583 hektar (Kompas.com – 10/09/2023). Jadi sangat luas untuk sekedar mendirikan pabrik kaca. Tujuan akhirnya untuk penampungan rakyat RRC seperti halnya yang terjadi di tempat lain.

Seperti diketahui pulau Rempang ini berada di sebelah Selatan Pulau Batam, berbatasan dengan laiut Cina Selatan yang tengah diklaim oleh RRC sebagai miliknya. Pulau Rempang itu hanya terhalang oleh pulau Batam untuk menuju Singapura dan Malaysia. Jadi lokasi ini sungguh strategis untuk pertahanan negara. Bayangkan jika pulau Rempang ini dijadikan lokasi industri pengusaha RRC, dengan seluruh pekerjanya termasuk polisinya juga dari RRC, memliki Pelabuhan sendiri, menjadi Kawasan terbatas, penduduk tidak boleh melaut kedekat wilayah tersebut, artinya kelak pulau Rimpang akan dijadikan tempat penduduk RRC menggantikan penduduk Melayu yang ada disana. Mungkin juga menjadi Pangkalan terselubung, yang tahu hanya Jokowi dan Opung. Contohnya seperti di Morowali dan Kawasan reklamasi di Jakarta. Lokasi proyek ini sangat strategis untuk mempertahankan diri dari serangan luar. Tepatnya di kawasan Selat Malaka berbatasan dengan Laut Malaka dan negara Malaysia dan Singapura. Melihat daya rusaknya terhadap keamanan negara dan keutuhan bangsa, tidaklah heran jika para tokoh yang tergabung dalam Petisi-100 minta agar Jokowi mundur atau dimakdzulkan.

Suku Melayu di Singapura yang tadinya mayoritas, sekarang sudah terpinggirkan, bahkan perkampungan Melayu disana sulit ditemui. Apakah hal serupa akan terjadi di pulau Rimpang, Batam ? BJ Habibie membangun Batam untuk menyaingi Singapura, bukan untuk dijadikan pemukiman tka China dengan dalih investasi. Begitu investasi dilakukan diprediksi agama Islam dan budaya Melayu akan terganggu atau terpinggirkan, lokalisasi pelacuran, judi dan bisnis narkoba dan penyelundupan senjata akan tumbuh dan subur.

Investor dari RRC akan membawa semua material pembangunan dan tenaga dari RRC. Mereka dapat ktp segera dan dapat second home visa selama 10 tahun. Mereka boleh tinggal disana sesukanya. Lokasi ini akan menjadi Singapura kedua, dimana etnis Melayu akan menjadi warganegara kelas 2 atau 3. Siapa yang diuntungkan dengan adanya proyek ini ? Tentulah investornya dan para pejabat yang menentukan. Pemda mungkin akan kebagian sedikit, pemerintah pusat tidak jelas apa untungnya selain ada pajak ekspor. Pajak pendapatan selama 4 tahun nihil, pajak ekspor paling seperti yang terjadi pada nikel, banyak anehnya.  Mengerikan sekali ya.

Masyarakat lokal konon jabarnya hanya diberi rumah senilai 120 juta. Mata pencaharian mereka terganggu bahkan hilang. Tanah leluhur yang diaku negara itu hilang begitu saja jadi negara koloni China. Contoh nya di Morowali, begitu ada banjir keluarlah para tka Cina keluar dari bungker2 asrama.  Begitu timbul masalah, para tka cina sudah mempersiapkan senjata. Itulah model investasi RRC yg dikembangkan di Indonesia. Pernahkan kita mendengar ada tka yang bekerja dalam program turn key project dari RRC pulang kembali ke China daratan ?  Rasanya tidak ada, inipun akan terjadi jika investasi terus dilaksanakan.

Jokowi lantas menyebut, sudah ada kesepakatan jika warga akan mendapat lahan dan bangunan. warga akan diberi lahan 500 meter, plus bangunannya tipe 45 senilai 120 juta, sehingga  total tanah dan rumah senilai 125 juta (Bisnis.com, Batam, 11.09,2023). Ada 3.000 rumah disiapkan untuk menampung seluruh penduduk disana yang jumlahnya 7.512 jiwa. Tapi pemerintah lupa, bahwa mata pencaharian mereka terganggu atau mungkin hilang. Tanah leluhur mereka diambil begitu saja untuk memberikan orang asing mengeruk keuntungan besar. Jika proyek ini menguntungkan semua tentu jadinya tidak perlu ada korban. Menurut UAS, lewat TribunMedan Sep 12, 2023, masyarakat Rempang adalah keturunan para prajurit Sultan Mahmud Riayat Syah. Sekitar tahun 1780’an, Pulau Rempang adalah basis pertahanan terbesar Kesultanan Riau-Lingga untuk menghalau pasukan Belanda dan Inggris.

Perjanjian Jokowi- Xie Jin Ping pada akhir masa jabatan Jokowi, bisa dibaca menjadi presiden RRC menugaskan presiden RI untuk menerima paket investasi. Lihatlah begitu paniknya Jokowi dan Opung Luhut melihat penolakan Masyarakat Melayu di Batam. Luhut Binsar Panjaitan, seorang jendral dan Menko Marves dan segudang jabatan lainnya, mengancam akan membuldozer para pihak yang dianggap menghalangi investor (Youtube, Media.com, 11.09, 2023). Jokowi mengancam bawahannya  yang tidak membantu investasi ini tahun yl. Kedua ancaman ini membuktikan bahwa keduanya seolah menjadi bawahan presiden RRC yang tega menindas rakyatnya. Ini merupakan bentuk sikap merendahkan Indonesia pada negara asing, atau sengaja menjual kedaulatan negara kepada negara asing.

Selain itu patut kita pertanyakan proses pembuatan HGU nya. HGU bisa terbit apabila seluruh tanah pekarangan dan perumahan telah diganti. Janganlah berpikir bahwa semua tanah milik penduduk di kampung atau hutan ada suratnya. Rakyat setempat tahu persis batas-batas kepemilikan lahannya. Pulau Rempang memiliki luas wilayah 16.583 hektar harus dibayar terlebih dahulu, walaupun statusnya tanah negara. Tanah adat, tanah Ulayat (seringkali tidak ada domumennya) merupakan dasar pembuatan sertifikat Hak Milik ataupun Hak Guna Bangunan. Setelah ada serah terima pemegang hak atas tanah dan pekarangan tersebut beres, barulah HGB dapat diterbitkan. Perusahaan atau Badan Pengelolaan tidak bisa serta merta membuat HGU tanpa proses pembebasan lahan terlebih dahulu. Setelah selesai perpindahan hak atas tanah tersebut dari rakyat setempat barulah proses selanjutnya dapat dilanjutkan.

Jika nilai tanah Rp 10.000/m2 artinya diperlukan pembayaran sebanyak Rp100 juta/ha x 16.583 ha = Rp 1.658.3 trilyun. Coba di cek apakah ada uang mengalir ke penduduk di pulau Rempang sebesar itu. Jika kita bagi 3.000 KK, artinya tiap KK mendapatkan Rp   552,767,000. Dengan dana tersebut barangkali bisa bergotong royong membeli kapal penangkap ikan modern yang bisa agak jauh berlayarnya. Pola investasi seperti di Morowali, Wadas, reklamasi tidak usah ditiru, pola itu sangat merugikan rakyat. Selain itu walau sudah dibayar penduduk lokasi masih punya hak untuk mendapatkan hasil usaha investasi diatas. Jika di perkebunan kelapa sawit misalnya minimal 20 % harus merupakan lahan plasma, di tambang mungkin menjadi 30 %  sahamnya. Kemudian penduduk lokal yang jumlahnya 7.512 jiwa, memiliki hak untuk bekerja disana seluruhnya sambal memantau apakah ada kecurangan dalam bagi hasilnya. Penduduk lokal Setiap bulan mendapatkan hasil sebesar 30 % dari laba usaha investasi. Artinya pemerintah memperhatikan supaya masyarakat Melayu disana dapat melanjutkan hidupnya.

Bagaimana jika penduduk menolak, tidak bersedia dipindahkan hak atas  tanahnya ? Ya artinya proyek tidak dapat dilanjutkan. Katakanlah proses pelepasan Hak atas tanah yang telah selesai ada 1.000 ha, ya disitu saja proyeknya dibangun. Pejabat sekelas presidenpun tidak dapat memaksa proses pelepasan hak tanah ini, apalagi sekelas Menteri. Menteri agraria yang menerbitkan HGU seluar 17.000 ha tersebut, perlu memberikan klarifikasi dan transparansi atau terbutnya HGU ini. Pelepasan hak tanah itu harus dimulai sejak dari Kepala Dusun, Kepala Desa, tokoh Masyarakat, penduduk ybs, baru ke tingkat yang lebih tinggi.

Untuk menerbitkan HGU pemerintah Daerah juga harus memverifikasi  dampak ipoleksosbudhankam  yang biasanya diteliti di dalam dokumen Amdal yang terdiri dari Andal, RKL, RPL. Jika Dokumen Amdal ini dikerjakan dengan benar, tentu tidak akan terjadi masalah seperti ini di pulau Rempang dan mungkin juga Rencana Investasi yang rawan keamanan ini ditolak. Warga Negara Indonesia haruslah waspada terhadap banjirnya penduduk RRC ke dalam negeri, jangan sampai penduduk asli dipinggirkan oleh penduduk asing akibat kerakusan pemimpin yang tidak bertanggung jawab. Ada apa dibalik ngototnya presiden dan pembantunya ini, ini perlu penjelasan.

Bandung, 13.09.2023