Waspada! Pulau Rempang Dikorbankan demi Invasi China

Oleh : Memet Hakim, Pengamat Sosial & Wanhat APIB/APP TNI

Pulau Rempang berserta penduduknya dikorbankan demi investor non pribumi dan RRC, pemegang kebijakan terindikasi ikut bermain di dalam proyek tersebut. Agak sulit dibayangkan pemerintah bisa berbuat seperti itu. Penduduk pribumi diusir, penduduk RRC diundang, sebagai pengganti penduduk pribumi. Seorang Presiden yang diangkat dan digaji oleh rakyat malah mau mengusir rakyatnya demi kemakmuran bangsa asing. Lebih parah lagi, Pulau Rempang ini wilayah sangat strategis dekat dengan Singapura dan berada didekat Kawasan Laut Cina Selatan di sediakan untuk RRC yang memang sangat ingin menguasai Laut Cina Selatan.

Semua perjanjian dengan pemerintah RRC, mewajibkan pembangunannya dengan tenaga kerja mereka yang dikenal dengan program turn key program. Maksudnya supaya pemerintah Indonesia tahu beres saja, tahu jadi aja, akan tetapi ada indikasi kolaborasi antara pemerintah saat ini dengan pemerintah RRC untuk menerima penduduk RRC sebanyak-banyaknya. Konon kabarnya sampai 100 juta penduduk. Makanya saat musibah covidpun, setiap malam ada kedatangan tenaga kerja dari RRC secara sembunyi-sembunyi. Tidak heran jika muncul peraturan yang memudahkan warga RRC ini mendapatkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan telah disiapkan pula aturan Seond Home Visa. Tidak aneh jika kita tidak pernah mendengar ada tenaga kerja RRC yang pulang kembali setelah proyeknya selesai. Pihak Imigrasi, Kementerian tenaga Kerja, pemerintah Daerah seolah semuanya terkunci. Ini merupakan indikasi konspirasi antara para petinggi negeri dengan pemerintah RRC. Kegiatan seperti ini merupakan kejahatan politik dan pelanggaran konstitusi. Tentu merupakan tanggung jawan presiden RI yang dibantu oleh para Menteri al. Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum&HAM serta Menteri Investasi.
Kasus KCJB (Kereta Cepat Bandung Jakarta) yang awalnya B to B akhirnya menggunakan APBN juga, kemudian begitu selesai proyeknya, tenaga kerja untuk operasional justru didatangkan dari RRC. Tenaga kerja RRC yang selama ini bekerja tidak terdengar ada yang kembali, malah datang lagi sekitar 200 orang tenaga kerja baru. KCJB ini yang B to B, tapi pemerintah ikut mengatur pembayaran cicilannya sebesar Rp 226 milyar per bulan selama 30 tahun atau Rp 2.712 trilyun/tahun. Total utang semuanya Rp 81,360 trilyun. Suatu jumlah yang besar jika dibandingkan dengan proyek serupa di tempat lain. Pembayaran cicilan akan dilakukan oleh PT KAI, artinya harga tiket KA eksisting dan tarip angkutan barang harus dinaikan dinaikkan, karena beban utang diatas. Artinya yang pembayar utang tersebut tetap saja rakyat termasuk yang tidak pernah naik Kereta cepat tersebut. Begitu mudahnya proses kenaikkan harga proyek disetujui, tentu ada masalah didalamnya.

Proyek IKN sama saja, dengan proyek di Rempang, Reklamasi, dll., ujung2nya akan diisi oleh warga RRC. Ibu Kota Negara kok isinya bukan pegawai negeri atau bangsa Indonesia, ini juga kan aneh. Entah apa yang ada didalam pikiran para petinggi ini. Demi mendapatkan jabatan sebagai Presiden dan Menteri sanggup mengorbankan negara dan bangsanya sendiri. Selain itu proyek-proyek seperti itu, dijaga oleh aparat keamanan seperti polisi dan tentara yang biaya pendidikan sampai operasinya dibayar oleh rakyat lewat APBN. Sebagai informasi dana yang masuk dari RRC semuanya dianggap hutang, padahal untuk membayar pekerja mereka sendiri. Mereka dibebaskan dari pajak, artinya tenaga RRC ini hidupnya ditopang oleh rakyat pribumi pembayar pajak.

Pertanyaannya, apa untungnya mendapatkan investor seperti itu ? Alih-alih ingin memperbaiki kesejaheraan rakyat, yang terjadi malahan rakyat dimiskinkan untuk menopang hidup mereka dan bahkan menjadi utang rakyat. Ini jelas merupakan kejahatan ekonomi dan politik.

RRC terkenal dengan debt trapnya, banyak negara yang bangkrut akibat pinjaman RRC ini al. Zimbabwe, Sri Lanka, Nigeria, Uganda. Kenya, Maladewa, Pakistan. Malaysia juga hampir masuk jebakan, tetapi rejim yang menggantikannya tidak mengakui hutang yang dibuat oleh rezim terdahulu. Hanya rejim korup yang bersedia menerima hutang RRC dengan persyaratan yang merugikan negaranya sendiri. Jika ternyata gagal bayar maka RRC memilik hak untuk memiliki proyek tersebut. Ini memang politik RRC untuk memperluas pengaruh dan wilayahnya. Sudah ada beberapa proyek yang berjalan namun banyak hambatan antara lain, Reklamasi di Jakarta, IKN di Kaltim, Morowali, KCJB. Indonesia bisa juga lepas dari jebakan hutang RRC jika pemerintah baru kelak berani membatalkan investasi yang sudah ada. Jangan sampai rakyat dibebani hutang yang tidak jelas.

Pola invasi RRC mirip sekali dengan invasi a’la Kaisar Mongol yakni Mongke Khan, Kubilai khan, Jenghis Khan pada abad ke-13, yang dipimpin oleh para panglimanya. Tercatat pasukan Mongol ini kalah telak di Ain Jalut, Mesir, dan 2 x kalah lawan kekaisaran Jepang.

Setelah itu mencoba menaklukan Kerajaan Kertanegara di pulau Jawa tapi 2 x dikalahkan juga. Terkait RRC kita harus melihat sejarahnya. Dahulu ada ekpansi wilayah dan kekuasaan dalam bentuk invasi secara fisik sampai ke daratan Asia Timur dan Eropa. Pasukan Mongol ini terkenak bengis dan kejam serta merupakan penghancur peradaban Islam di wilayah Irak. Cara Cina melumpuhkan Tibet dengan megaproyek dan menekan Dalai Lama. Pada kasus Kerajaan Islam Uighur Turkistan Timur kemudian merdeka dengan nama Republik Turkistan Timur yang dikenal dengan nama barunya Xinjiang setelah diinvasi, adalah dengan cara mendatangkan warga RRC dari suku Han dan lainnya untuk menindas suku Uighur dan menghilangkan identitas sukunya.
RRC suka mengklaim wilayah atau perairan diperbatasan negaranya, misalnya dengan India sempat terlibat perang pada 1962 akibat memperebutkan dua wilayah di perbatasan, yakni Aksai Chin (Ladakh) dan wilayah Arunachal Pradesh. Aksai Chin (Ladakh) merupakan daerah terpencil dan sebagian besar tidak berpenghuni. China juga mengklaim dan memperdebatkan kedaulatan atas kepulauan Senkaku (Diayou) di Laut China Timur yang kaya minyak dan ikan itu sekitar pertengahan 1970. Dengan Korea Selatan juga saling berebut pulau kecil yang lebih terlihat seperti batu karang yang terletak di Laut Kuning. Selain itu dengan Korsel, China juga masih memiliki sengketa zona ekonomi eksklusif dengan Korut.

Di wilayah sekitar Indonesia, China mengklaim 90 persen wilayah di “Laut China Selatan” yang tumpang tindih dengan wilayah beberapa negara seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, hingga Taiwan adalah miliknya. Tidak heran jika RRC sangat antusias akan diberikan Pulau Rempang, yang dekat dengan Laut Cina Selatan. Tentu saja RRC tidak gratis mendapatkan pulau itu, lewat Perusahaan non pri, para pejabat yang diduga korup itu ingin memberikan konsesi dengan mengusir penduduknya. Sayangnya warga Melayu yang ada di Pulau Rempang menolaknya, sehingga kasus ini muncul ke permukaan.

Melihat sejarah China & Mongol sejak dulu sampai sekarang yang gemar memperluas kawasan dan pengaruhnya, maka seharusnya para petinggi Indonesia lebih waspada, apalagi menyangkut keamanan wilayah. Untuk mengatasi masalah invasi China terhadap Indonesia, baik secara halus maupun kasar, secara sembunyi-sembunyi atau terbuka, kelihatannya perlu dibentuk “Komite Pemberantasan Penghianat Negara”. Bisa saja para advokat yang membuatnya, karena jika mengharapkan rejim penguasa saat ini, rasanya tidak mungkin.

Bandung 13 Oktober 2023