Kasus Nepotisme Jokowi sudah di Tangan Kepala Bareskrim

by M Rizal Fadillah

Pagi hari Selasa 23 Januari 2024 pihak Bareskrim Mabes Polri telah memberitahu pelapor atau penyampai Pengaduan Masyarakat bahwa surat yang diajukan pada Senin 22 Januari 2024 telah diterima oleh Kepala Bareskrim Komjen Wahyu Widada.

Surat pengaduan tentang dugaan tindak pidana Nepotisme yang dilakukan oleh Jokowi dan keluarga tersebut diterima Kabareskrim “dgn nomer agenda PM 499 tertanggal 22 Januari 2024”.

Respon cepat Bareskrim atas pengaduan Petisi 100 dan Forum Alumni Perguruan Tinggi Bandung Berijazah Asli (For Asli) tersebut tentu menggembirakan dan patut mendapat apresiasi. Skeptisme pada sekedar penerimaan formal patut untuk ditepis. Masalah yang diajukan dinilai serius karenanya perlu penanganan serius juga.

Harapan muncul bahwa pengaduan masyarakat yang langsung dibawa oleh rombongan yang berjumlah 50 orang terdiri dari Ulama, Purnawirawan, Akademisi berbagai Perguruan Tinggi, Jurnalis, Emak-Emak dan Aktivis tersebut dapat diproses cepat. Para pengacara dari Bandung dan Jakarta hadir untuk mendampingi tokoh-tokoh pelapor.

Meski ada pembatasan anggota delegasi saat menyampaikan, namun hal itu tidak menjadi persoalan. Petisi 100 dan For Asli lebih menekankan pada penerimaan dan proses hukum lebih lanjut dari substansi aspirasi. Kasusnya memang faktual, menjadi perhatian publik, sangat beralasan hukum dan bukti-bukti cukup.

Pasal yang dituduhkan untuk perbuatan pidana Nepotisme Jokowi, Iriana, Gibran dan Anwar Usman adalah Pasal 22 UU No 28 tahun 1999 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP.

Pada tanggal 16 Oktober 2023 terbit Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 mengenai ketentuan tambahan persyaratan Capres/Cawapres di samping batas usia 40 tahun. Tambahan itu adalah syarat menjadi Kepala Daerah setingkat Kab/Kota. Pemohon adalah Almas Attabirru yang mengaku pengagum Walikota Surakarta Gibran.

Atas reaksi publik tentang kejanggalan dan dugaan pelanggaraan etik, maka dibentuk MK MK. Tanggal 7 Nov 2023 terbit Putusan MK MK No 2/MKMK/L/11/2023 yang memberi sanksi pelanggaran etik berat Ketua MK kepada Anwar Usman, Mencopot jabatan Ketua MK. Anwar Usman adalah Paman dari Gibran. Gibran itu putera Jokowi dan Iriana.

Investigasi Majalah Tempo edisi 20-26 Desember 2023 dengan Cover Iriana Widodo membonceng Gibran didorong oleh kaki Jokowi dari motor di belakangnya bertema “Tenang Ibu Sudah Disini” menggambarkan peran Jokowi dan Iriana dalam menggolkan Gibran menjadi Cawapres terkait Putusan MK 90/PUU-XXI/2023.

Peran Jokowi juga besar sebagaimana investigasi Majalah Tempo edisi 16-22 Oktober 2023 “Gerilya Untuk Putera Mahkota” dan edisi 30 Oktober-5 November “Timang-Timang Dinastiku Sayang”.

Apa yang dilakukan oleh Jokowi sebagai penyuruh (doen plegen), Anwar Usman pelaku (pleger), dan Gibran yang turut serta (mede pleger) adalah tindak pidana Nepotisme sebagaimana diatur Pasal 22 UU 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Ditambah dengan Iriana yang membantu maka dapat dikaitkan dengan perbuatan “deelneming” sebagaimana diatur Pasal 55 dan 56 KUHP.

Pasal 22 UU No 28 tahun 1999 mengancam penjara pidana maksimal 12 tahun atas kejahatan Nepotisme. Artinya itu adalah ancaman hukum untuk Jokowi, Iriana, Anwar Usman dan Gibran.

Jika penyidik jeli tentu dapat melakukan pengembangan kepada Kaesang dan Bobby Nasution. Inilah keluarga yang menjalankan politik dinasti.

Kasus pelaporan dugaan tindak pidana Nepotisme keluarga Jokowi yang diajukan oleh “Petisi 100” dan “For Asli” ni menjadi pelajaran agar siapapun yang diberi amanat sebagai pejabat negara tidaklah boleh menghianati amanat itu. Apalagi kekuasaan itu ternyata digunakan untuk mengedepankan kepentingan keluarga ketimbang bangsa.

Jokowi adalah teladan buruk bagi praktek demokrasi. Menggeserkan kiblat ke arah oligarki dan monarki.
Jokowi memberi “warning” kepada dirinya sendiri bahwa jabatan yang digunakan untuk mementingkan keluarga itu merupakan perbuatan kriminal.

Terancam untuk merenung hingga 12 (dua belas) tahun di penjara.

*) Pemerhati Polit