Lampu Hijau Polda Maluku Terhadap Eks Bupati Maluku Tenggara dalam Kasus Dugaan Rudapaksa

Dua bulan lebih kasus dugaan pelecehan seksual yang di lakukan oleh mantan Bupati Maluku Tenggara M.Thaher Hanubun seperti berjalan ditempat. Sebagaimana diketahui Thaher Hanubun telah dilaporkan ke pihak kepolisian pada 1/9 oleh korban dan berselang sepekan dari itu laporan itu kemudian dicabut. Lantas apakah sampai di situ saja persoalan ini.

Demikian dikatakan Adhy Fadhly Koordinator Paparisa Perjuangan Maluku (PPM_95djakarta)saat di hubungi melalui ponsel (14/11). Ia
mengatakan bahwa semua berpedoman pada aturan hukum yang ada, negara kita negara hukum, sudah semestinya semua kembali ke hukum yang berlaku.

Sesuai dengan UU Nomor 12 tahun 2022 yang disitu sebenarnya memberikan peran lebih untuk pihak kepolisian dalam mempercepat proses penyelidikan dan penyidikan. “Namun dalam kasus Thaher Hanubun ini sepertinya berbanding terbalik dengan kasus kasus pelecehan seksual lainnya,” lanjut Adhy.

Adhy mencontohkan,kasus yang sama menimpa David Katayane yang bersangkutan adalah kadis P3A Provinsi Maluku saat itu yang dilaporkan oleh bawahannya dalam kasus tersebut.

“Kami memberikan apresiasi, begitu cepat pihak kepolisian merespon bahkan sekarang Katayane sudah ditahan di Kejaksaan untuk menjalani proses persidangan. Nah saat melihat kasus mantan bupati Maluku Tenggara seperti ada diskriminasi hukum yang terjadi,” ungkapnya.

Lebih lanjut Adhy mempertanyakan apakah iya karena kepala daerah maka diistimewakan? Bahkan saat kasus Thaher Hanubun ini terjadi publik tidak begitu melihat sikap DPRD Provinsi maupun DPRD kabupaten maluku Tenggara. “Ini sungguh disayangkan,” terang aktivis HAM dan Anti Korupsi ini.

Menurutnya kasus ini harus dan wajib diproses jika aparat penegak hukum patuh dan taat pada hukum itu sendiri sebagaimana amanat UU TPKS yang jelas-jelas mengatakan bahwa kasus kekerasan dan pelecehan seksual tidak bisa diselesaikan di luar pengadilan apalagi publik menyimak sejak laporan itu dibuat hingga saat ini terlapor tidak/belum pernah dipanggil.

“Ini kan konyol jika kita bandingkan dengan kasus mantan kadis P3A Provinsi Maluku David Katayane pihak kepolisian gerak cepat langsung diproses bahkan proses pemeriksaan David oleh penyidik.

Berdasarkan informasi berbagai sumber pemeriksaan dari jam 10 pagi hingga jam 2 dini hari bahkan yang bersangkutan sempat dilarikan ke rumah sakit tapi dikembalikan lagi untuk diperiksa, dan saat itupun David ditahan di rutan Polda Maluku, kenapa Thaher Hanubun tidak?

“Kami masih ingat Kapolda Maluku, Irjen Lotharia Latif pernah mengatakan bahwa kasus dugaan pelecehan yang terlapor Thaher Hanubun ini akan terus berjalan.

“Pertanyaannya, ini jalannya ke mana Pak Kapolda,” tanya Adhy.

Ataukah mungkin pihak kepolisian Polda Maluku tidak begitu bernyali hadapi seorang mantan Bupati Maluku Tenggara.

“Sekarang Thaher Hanubun sudah bukan lagi pejabat publik. Jadi jangan ragu Pak kapolda, ini persoalan harkat dan martabat manusia,” cetus Direktur Eksekutif Voxpol Network Indonesia.

Semua elemen yang merasa bahwa harkat dan martabat manusia itu harus dijunjung serta persoalan keadilan harus ditegakkan,maka baik aktivis perempuan, para wakil-wakil Rakyat yang terhormat, pihak komnas perempuan sudah seharusnya semua bersama untuk tetap mengawal serta mendorong kasus dugaan Rudapksa ini tetap jalan. Sebab penyelesaian di depan Penghulu pun bukanlah sebuah solusi, namun hanyalah pertanggung jawaban moral si pelaku apalagi informasi bahwa pelaku menikahi korban itu juga simpang siur kebenarannya.

“Untuk pihak kepolisian, Janganlah pernah berikan lampu hijau kepada Pelaku kejahatan Kemanusiaan untuk melaju keluar dari kasus tidak bermoralnya, jika semua pihak mau taat hukum maka kasusnya harus sampai di meja hijau, semoga aparat hukum mau tunduk dan taat akan Hukum itu sendiri,” tutup Adhy Fadhly.