Pelanggaran Berat Anwar Usman, Seharusnya Prabowo Juga Punya Etika

By Syafril Sjofyan *)

Pelanggaran Kode Etik Berat Anwar Usman terbukti nyata. Majelis Kehormatan Mahkamah Kehormatan memecat Anwar Usman sebagai Ketua MK dan melarang untuk ikut terlibat dalam persidangan MK mengenai permasalahan Pileg dan Pilpres serta Pilkada.

Keputusan MKMK sebenarnya tidak bulat. Satu orang angggota MKMK Prof. Dr. Bintan R. Saragih, S.H. menginginkan agar Anwar Usman dipecat dari hakim MK, berkaitan dengan pelanggaran berat itu.

Melalui hasil keputusan MKMK (7/11). Produk hukum berupa Keputusan MK No. 90 sebenarnya sudah cacat secara yuridis. Proses lahirnya Keputusan MK tersebut dengan adanya pelanggaran berat dari Anwar Usman selaku ketua MK.

Menyebabkan Gibran sang ponakan Anwar Usman dan juga sang putra menjadi Presiden Jokowi menjadi cawapres. Artinya dengan pelanggaran berat tersebut Anwar Usman dan juga Jokowi melanggar etika dan kepatutan bernegara. Menghalalkan segala cara. Atas keserakahan mereka untuk tetap berkuasa.

Pelanggaran berat tersebut seharusnya di respon oleh Prabowo Subianto dengan partai- partai pendukungnya. Untuk secepatnya mengganti cawapres. Sesuatu yang diawali dengan yang tidak baik apalagi melanggar etika menjadi tidak halal, akhirnya akan menyakitkan. Tidak saja untuk Prabowo dan partai-partainya, juga buat masyarakat Indonesia. Nurani terganggu.

Jika Prabowo Subianto seorang patriot sayangi bangsa ini, bangsa Indonesia. Jangan lagi mentolerir pelanggaran etika berat dari seorang Anwar Usman pamannya Gibran.

Prabowo dan Partai pendukungnya jangan ngotot bertahan. Karena seterusnya akan dianggap memperoleh kekuasaan dengan ikut melanggar etika, dengan ikut menghalalkan segala cara. Patut di garis bawahi bahwa etika berada pada tataran norma dan asas, dengan demikian posisi etika adalah jauh di atas hukum.

Melalui Pelanggaran Etik berat, akan halnya Anwar Usman menjabat sebagai Hakim Agung di MK tidak terlepas dari kekuasaan kakak iparnya Presiden Jokowi. Dalam kerangka Konstitusi dan menegakkan Demokrasi.

Mau tidak mau keduanya dapat dikenakan pelanggaran terhadap TAP MPR no. II tentang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN.

Kepada Anwar seharusnya memang dilakukan pemecatan dari hakim MK, bukan hanya pencopotan sebagai ketua MK. Kepada Presiden Jokowi secara tidak langsung terlibat dengan melanggar TAP MPR dan UU seharusnya Hak Angket DPR secepatnya berubah untuk impeachment Presiden Jokowi.

Rakyat dipastikan akan menunggu poses pemakzulan tersebut, jangan sampai kemuakan rakyat terhadap prilaku penyelenggara Negara yang tidak beretika telah menyebabkan kerusakan dalam segala bidang, akan berubah menjadi amuk massa.

Bandung, 8 Nopember 2023