Dilema SDM di Lembaga Zakat

Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)

Mengapa Sumber Daya Manusia (SDM) di lembaga zakat menjadi dilema? Pada dasarnya, sebagaimana kita mencari mutiara, pastilah tak mudah. Sudah tempatnya di laut laut dalam, mutiara juga adanya tersembunyi di dalam cangkang kerang yang kokoh.

Semakin ingin mendapatkan mutiara yang terbaik, maka kita harus semakin berani menyelami lebih dalam lautan. Begitu pula yang terjadi pada organisasi pengelola sakat ketika mencari sosok yang akan diajak bergabung menjadi bagiannya.

Mencari amil sejati ibarat mencari sosok pejuang yang jiwanya lebih banyak siap berkorban daripada mencari untung dan selamat sendirian. Kondisi ini terbukti ketika sejumlah lembaga zakat yang ada membuka iklan lowongan di berbagai media, yang mendaftar umumnya sangat terbatas jumlahnya; sebagian yang ingin bergabung pun bukanlah orang-orang terbaik di kelasnya.

Lembaga zakat dalam beberapa kasus seolah menjadi lembaga “transit” bagi lulusan perguruan tinggi yang ada sebelum mendapatkan pekerjaan yang lebih mapan.

Selain itu, pengelola zakat pada masa awal pertumbuhannya banyak yang bergaya pertemanan dengan relasi yang tak terlalu formal. Seiring waktu, ada kebutuhan tata kelola organisasi yang lebih rapi, terstruktur dan didukung aturan yang baku dan mengikat. Dalam praktiknya, ternyata tidak mudah.

Aturan-aturan yang ada bagi amil yang tidak siap diatur justru dianggap membelenggu dan membatasi kreativitas dan inovasi organisasi. Seiring berjalannya waktu, ketika organisasi pengelola zakat memerlukan tata kelola yang baik dan mulai menegakkan aturan-aturan yang ada, sejumlah individu amil belum langsung memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik.

Ketika dibutuhkan penegakan aturan main yang memadai, yang terjadi justru organisasi-organisasi pengelola zakat itu masuk dalam jebakan yang tak sederhana untuk diatasi. Ketika aturan yang ada diputuskan untuk diterapkan, malah orang-orang awal yang bergabung menjadi amil memilih mengundurkan diri. Inilah dilema di sejumlah organisasi pengelola zakat; komitmen memperbaiki tata kelola lembaga ataukah terus mengambil risiko kehilangan orang orang lama yang loyal, yang bergabung pada fase awal ketika lembaga begitu susah mencari sosok-sosok terbaik sebagai bagian tim.