Anti-Jokowi dan Anti-Negara China

by M Rizal Fadillah

China disini adalah negara China atau Republik Rakyat China. Anti Jokowi adalah anti kepada Jokowi yang dikhawatirkan telah menyerahkan kedaulatan negara kepada China. Rakyat sudah merasa tidak bisa membiarkan dibawa semaunya oleh Jokowi. Contohnya dalam kasus Kereta Cepat China dan IKN Kalimantan yang diserahkan kepada China baik disain maupun investasi atau mungkin pengelolaan.

Pemerintah Jokowi sudah gagal untuk membawa rakyat Indonesia mandiri. Berdiri di kaki sendiri. Sudah menyiapkan jalan bagi kehadiran penjajah untuk menguasai negeri melalui bahasa halusnya investasi. Ternyata ekonomi adalah tunggangan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara koloni. Koloni China.

Dulu Belanda memulai penjajahan dengan bahasa “investasi” melalui perusahaan Belanda VOC. Kemudian secara bertahap penguasaan politik dan militer. Pribumi menghadapi kesulitan untuk melakukan perlawanan. Pemberontakan demi pemberontakan berhasil dipadamkan dengan mudah. Penjajah menguasai seluruh sarana dan media.

Undangan Xi Jinping kepada Jokowi akhir Juli kemarin dibaca oleh sebagian rakyat Indonesia sebagai “penyerahan kedaulatan”. Skema “kerjasama” melalui 8 (delapan) kesepakatan adalah jalan menuju penjajahan tersebut.

Jokowi bersama Luhut dan Sri Mulyani bahagia atas “sukses” kunjungan atau undangan “10 tahun kemitraan” Indonesia-China di Chengdu. Ketiganya menutup telinga, mulut dan mata atas segala kritik dan pandangan yang khawatir dan mewaspadai hubungan berbahaya dengan China tersebut.

Bahaya China itu sudah depan mata, antara lain :

Pertama, bahaya ekonomi. Secara ekonomi bangsa Indonesia dikendalikan oleh kepentingan dan kekuatan ekonomi China. Sebutan sembilan naga menandai bahwa penguasa ekonomi itu bukan kalangan pribumi. Kerjasama dengan China akan menambah kuat pengendalian.

Kedua, bahaya ideologi. Negara China ada dibelakang PKI dahulu. Sebagai negara komunis raksasa China adalah “Raja” dari Kekaisaran Komunis Internasional. Berbagai upaya menghidupkan PKI semakin terasa di dalam negeri. Pengaruh China ditanamkan melalui kerja para komprador atau pengkhianat bangsa.

Ketiga, bahaya populasi. Dengan populasi terbesar di dunia terdorong warga China berdiaspora. Indonesia menjadi bagian dari sasaran strategis. Soal banjir TKA China rawan bagi peningkatan populasi. Kini kebijakan anti diskriminasi etnis dimanfaatkan untuk mengaburkan dominasi. Jangan-jangan kemanapun kita melihat baik kanan, kiri, depan atau belakang disitu ada China.

Keempat, potensi invasi. Era perang proxy tidak dapat mengabaikan invasi. Dengan berbagai alasan perang Rusia-Ukraina dapat terjadi. Konflik etnik pribumi dan warga China atau persoalan TKA yang berimbas pada gerakan anti China dapat memancing invasi China ke Indonesia. Alasannya adalah untuk melindungi etnik China.
Asas bipatride yang dianut China sesungguhnya ancaman bagi Indonesia.

Kelima, korban geo-strategi. Kedekatan dan pilihan Indonesia atas China yang dilakukan rezim Jokowi di samping melanggar politik luar negeri bebas aktif juga mengundang konflik luas kawasan. Amerika dan sekutunya tidak akan membiarkan Indonesia jatuh dan patuh kepada China. Geo-strategi kepentingan global akan menempatkan Indonesia sebagai korban dari perang Amerika-China.

Kesumringahan Jokowi atas undangan dan kesepakatan dengan Xi Jinping di Chengdu China adalah kesedihan rakyat dan bangsa Indonesia. Jika rakyat semakin benci kepada Jokowi maka itu harus dipandang sebagai kebencian kepada Republik Rakyat China. Benci atas pengambilan kebijakan yang dinilai telah keluar dari rel Konstitusi.

Mengulangi kesalahan dengan mempercayai China sebagai mentor bangsa sebagaimana di masa PKI berjaya masa lalu adalah kebodohan untuk pembelengguan yang nyata.
Rakyat tidak akan mempercayai. Rakyat akan semakin anti pada Jokowi dan itu artinya anti pada China. Jokowi adalah China.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 13 Agustus 2023