Filantropi Merupakan Jantung dari Ajaran Islam

Filantropi merupakan jantung dari ajaran Islam. Filantropi berarti aktivitas kecintaan kepada manusia.

“Filantropi Islam, adalah jantung dari ajaran Islam itu sendiri,” kata Direktur Utama Akademizi dan Associate Expert Forum Zakat (FOZ) dalam artikel berjudul “Keladi dan Filantropi”

Praktik dari bentuk kedermawanan membuktikan Islam agama yang menekankan kesalihan sosial yang berujung pada keadilan sosial. Dalam praktik-nya filantropi Islam bukan sekadar aktivitas, tapi sesungguhnya ia mengakar tradisi yang kuat, tradisi langit dan bumi yang kaya (Fauzia, 2016:439).

“Seorang muslim atau sebuah lembaga yang mengambil jalan filantropis sejak awal harus mengikhlaskan diri untuk tidak memiliki pamrih. Walaupun ia menolong sesama, saat ia tak mendapat dukungan atau pujian atas tindakannya, ia harus tetap tegar dan bertumbuh,” ungkap Nana.

Individu atau lembaga-lembaga filantropi juga harus menyadari bahwa spirit filantropi ini tumbuh dalam bingkai kemanusiaan. Bukan hanya di kalangan Muslim saja semangat ini muncul, bahkan di Barat dan pada agama-agama lain pun semangat ini lahir dan kuat mengakar.

Dalam konteks yang lebih umum, filantropi adalah konseptualisasi dari praktek memberi (giving), pelayanan (services) dan asosiasi (association) secara sukarela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai ekspresi rasa cinta. Istilah ini juga merujuk kepada pengalaman Barat pada abad XVIII ketika negara dan individu mulai merasa bertanggung jawab untuk peduli terhadap kaum lemah (Jusuf, 2007: 75).

Kata Nana, ajaran keimanan terkait zakat, infak dan sedekah, yang didukung cita-cita Islam untuk membangun masyarakat sejahtera, dalam bingkai filantropi tetap saja tak segampang dalam praktiknya. Sejarah filantropi sejak berabad lalu menunjukan bentang adanya dinamika yang tak selamanya mulus.

“Dinamika praktik filantropi yang dikelola oleh dan untuk umat Islam, tidak terlepas dari bermacam kepentingan yang ada dan berkelindan, apalagi ketika soal filantropi ini berkaitan dengan otoritas kekuasaan. Sebagai bagian ajaran Islam, praktik filantropi Islam tetap masuk menjadi praktik atas ekspresi umat dalam bingkai kekuasaan. Ia tidak bisa otonom dikelola tanpa aturan yang ada. Hal ini karena negara memiliki otoritas mengatur banyak kebijakan untuk masyarakat, termasuk soal pengelolaan filantropi,” paparnya.