Keberadaan BUMN Makin Kerdil atau Makin Kuat dan Berkembang?

Tujuan didirikannya BUMN adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu, bada usaha milik pemerintah tersebut juga diharapkan bisa memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya (Kompas.com , 15.08.2021). Memang betul selain fungsi ekonomi, bumn mempunyai si tugas sosial, minimal meyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan daerah sekitarnya. Sebagai agent of development bumn juga dituntut meningkatkan kemampuan daerah untuk bayar pajak.

Berdasarkan jenis perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pada 2019 :
Berbentuk Perum : 14 BUMN
Berbentuk Persero: 83 BUMN
Bentuk Persero Terbuka : 16 BUMN
Total : 113 BUMN

Perusahaan yang 113 bumn itu diatas dibagi lagi atas 13 klaster. Klaster ini dibentuk dari value chain, supply chain, atau juga bagaimana mensinergikan core bisnis yang ada,ā€ kata Erick Thohir. sbb:
(Sumber Aspek.id, Jakarta, 2020)
Klaster Industri Energi, Minyak dan Gas
PT Energy Management Indonesia (Persero) & PT Perusahaan Gas Negara Tb
PT Pertamina (Persero)
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
Klaster Industri Mineral dan Batubara
PT Aneka Tambang Tbk
PT Timah Tb
PT Bukit Asam Tbk
PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero)
Klaster Jasa Asuransi dan Dana Pensiun
PT Asuransi Jasa Indonesia
PT Jasa Raharja
PT Asuransi Kredit Indonesia
PT Jaminan Kredit Indonesia
PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero)
PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
PT Taspen (Persero)
PT ASABRI (Persero)
PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero)
Klaster Industri Perkebunan dan Kehutanan
PT Perkebunan Nusantara I
PT Perkebunan Nusantara II
PT Perkebunan Nusantara III
PT Perkebunan Nusantara IV
PT Perkebunan Nusantara V
PT Perkebunan Nusantara VI
PT Perkebunan Nusantara VII
PT Perkebunan Nusantara VIII
PT Perkebunan Nusantara IX
PT Perkebunan Nusantara X
PT Perkebunan Nusantara XI
PT Perkebunan Nusantara XII
PT Perkebunan Nusantara XIII
PT Perkebunan Nusantara XIV
Perum Perhutani & Inhutani

Klaster Telekomunikasi dan Media
PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk

Klaster Industri Pupuk dan Pangan
PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero)
PT Bhanda Ghara Reksa (Persero)
Perum BULOG
PT Berdikari (Persero)
PT Sang Hyang Seri (Persero)
PT Pertani (Persero)
PT Perikanan Nusantara (Persero)
PT Pupuk Indonesia (Persero)
PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero)
PT Garam (Persero)

Klaster Pariwisata dan Pendukung
PT Angkasa Pura I (Persero)
PT Angkasa Pura II (Persero)
PT Survai Udara Penas (Persero)
PT Sarinah (Persero)
Perum LPPNPI
PT Hotel Indonesia Natour (Persero)
PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero)
PT TWC BP dan RB (Persero)
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
Klaster Industri Kesehatan
PT Industri Nuklir Indonesia (Persero)
PT Kimia Farma Tbk
PT Indofarma Tbk
PT Biofarma (Persero)
Klaster Industri Manufaktur
PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero)
PT Surveyor Indonesia (Persero)
PT Sucofindo (Persero)
PT LEN Industri (Persero)
PT Dirgantara Indonesia (Persero)
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
PT Dahana (Persero)
PT Pindad (Persero)
PT PAL Indonesia (Persero)
Klaster Jasa Infrastruktur
PT Semen Baturaja (Persero) Tbk
PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk
PT Waskita Karya (Persero) Tbk
PT Hutama Karya (Persero)
PT Brantas Abipraya (Persero)
PT Jasa Marga (Persero) Tbk
PT Adhi Karya (Persero) Tbk
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk

Klaster Jasa Logistik
PT Varuna Tirta Prakasya (Persero)
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero)
PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero)
PT Pelabuhan Indonesia I (Persero)
PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)
PT Pelabuhan Indonesia III (Persero)
PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero)
Perum PPD
Perum Damri
PT Pos Indonesia (Persero)
PT Kereta Api Indonesia (Persero)

Klaster Jasa Keuangan
Perum Produksi Film Negara
PT Nindya Karya (Persero)
PT Pegadaian (Persero)
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
PT BNI (Persero) Tbk
PT BRI (Persero) Tbk
PT BTN (Persero) Tbk
PT Danareksa (Persero)
PT Permodalan Nasional Madani (Persero)
PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)
Perum Percetakan Uang Republik Indonesia
PT Pos Indonesia (Persero)
PT Kereta Api Indonesia (Persero)

Pembagian klaster dapat lebih disederhanakan menjadi beberapa saja yang fungsinya untuk memudahkan pengawasan bukan untuk digabungkan, yakni Kluster Barang & Jasa. Jika diperlukan membuat BUMN yang baru misalnya untuk Industri Hilir pembuatan Biodiesel & Bensa, Minyak Goreng, dll
Klaster Barang šŸ”Ŗ Produksi
– Terkait Bumi, Tanah & Air (untuk Asing Harus ada PSC (Production Sharing Contract dengan Kementerian terkait)
–Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan, dll.
–Tambang Emas, Nikel, Timah, Tembaga, Besi, Bouxit, dll
– Tidak Terkait Bumi, Tanah & Air
-Pabrik Kapal Laut, Kapal Terbang, Senjata, dll

Klaster Jasa šŸ”Ŗ Jasa
-Jasa Perbankan, Asuransi, Pegadaian, dll
-Jasa Pelabuhan Udara
-Jasa Pelabuhan Laut
-Jasa Transportasi (Darat, Laut, Udara)
-Jasa Konsultan & Konstruksi

Jasa Perbankan diutamakan untuk pembiayaan seluruh BUMN & UKM terlebih dahulu, bukan yang lain.

Biro Riset Infobank September 5, 2022 mencatat, setiap tahun aset dan laba BUMN meningkat, kecuali pada 2020, karena dihajar pandemi. Tapi setiap tahunnya selalu ada sederet perusahaan BUMN dhuafa. Jumlah perusahaan BUMN yang merugi pada 2017 menyusut dari tahun sebelumnya menjadi 12 perusahaan. Namun pada 2019, jumlah perusahaan BUMN yang merugi bertambah menjadi 22 perusahaan dan membengkak menjadi 39 perusahaan pada 2020. Pada 2021, jumlah perusahaan BUMN yang merugi berkurang menjadi 30 perusahaan dari 127 BUMN. Berdasarkan data, 35 persen perusahaan dana pensiun di perusahaan BUMN sehat, 65 persen lainnya ada masalah. (2/1/2023, Kompas.com).

Penyebab terjadinya kerugian di BUMN.
1. Mengerjakan layanan publik atau kegiataan yang lebih bernilai sosial dibanding kegiatan komersial, misalnya Perum Bulog dan PPD.
2. Manajemen tidak memiliki strategi yang jelas dan tidak efisien sehingga perusahaan tidak bisa berkompetisi di pasar. Contohnya seperti Sang Hyang Seri dan Pertani.
3. Terlalu ekspansif tanpa diperkuat dengan good corporate governance sehingga perusahaan dengan cepat tumbang begitu ada siklus krisis. Misalnya Garuda Indonesia yang pada saat melakukan pengadaan 23 pesawat biayanya terlalu mahal sehingga biaya operasionalnya lebih mahal dari pendapatannya.
4. Menjalankan penugasan pemerintah untuk mengerjakan proyek tanpa kajian bisnis dengan mengandalkan pinjaman komersial. Contohnya, Waskita Karya yang 25% sahamnya dimiliki publik dan sebelum pandemi sangat ekspansif mengerjakan proyek-proyek pemerintah. Hutama Karya yang 100% sahamnya dimiliki pemerintah dan mendapatkan suntikan dana negara yang besar pun merugi, apalagi Waskita Karya lebih banyak mencari pembiayaan di pasar.
5. Selain alasan teknis, sangat diduga pemilihan pimpinan perusahaan tidak berdasarkan rekam jejak yang baik. Konon kabarnya banyak yang dikaitkan dengan urusan politik. Padahal sebaik apapun perusahaannya, sekuat apapun perusahaannya, masalah SDM dam pimpinan perusahaan sangatlah penting.
6. Langkah strategis yang dibuat oleh Menteri BUMN juga ikut mendorong kerugian yang dialami oleh BUMN ini.
Penugasan BUMN untuk membiayai event atau acara yang terkait politik sangat merugikan BUMN juga.

Selama masa jabatannya, ET melakukan terus transformasi bisnis BUMN, yaitu dengan memangkas jumlah perusahaan, pelat merah dari 113 perusahaan di tahun 2019 menjadi 41 perusahaan dan angka tersebut masih akan terus berkurang menjadi 30 perusahaan. Langkah ini yang keliru dan akan membuat fungsi sosial dan bisnisnya terganggu. Adanya kenaikan laba ditahun-tahun awal (20212 & 2022) belum berarti langkah tersebut tepat, karena bisa saja perhitungan laba karena hanya memindahkan angka2 di dalam laporan tahunan akibat penggabungan perusahaan.

ET memastikan dirinya masih konsisten melakukan bersih-bersih BUMN di tahun ini. Selain dari sisi kinerja perusahaan, dia juga berkomitmen memberantas seluruh tindak pidana korupsi yang terjadi di tubuh BUMN. Nah ini merupakan langkah baik dan benar, tetapi tentu ET sendiri sebagai Menteri harus memberikan contoh yang baik, jangan sampai jika Menteri boleh melakukan pekerjaan kotor, tetapi yang dibawahnya tidak boleh. Dari pernyataan itu terlihat juga ET seperti yang benar2 ahli dan ingin BUMN bersih. Siapa yang tidak tertarik dengan pernyataannya ? Yang pasti banyak komisaris dan Direksi bukan ahlinya malah ditempatkan di BUMN, Ucapan politikus banyak memberikan harapan palsu (boleh bohong ?), berbeda dengan ucapan birokrat atau akademisi yang tidak boleh berbohong. Ungkapan ini kita sering dengar, semoga saja ucapan ET ini bukan ucapan politikus ya.

Bumn itu dibuat atas dasar UUD 45 pasal 33 dan kebutuhan negara. Tentunya untuk membantu mendukung pemerintah lewat dividennya. Tapi kenyataannya justru BUMN diciutkan, digabung, seolah menjadi besar untuk tujuan penguatan atau ada agenda tersembunyi . Sebenarnya ada contoh yang baik, PT Pertamina dengan 143 anak perusahaannya yang bergerak untuk mendukung perusahaan induk, nyatanya hanya menghasilkan laba yang kecil sekali tidak seimbang dengan asset yang dimilikinya.

Majalah Fortune Indonesia 2022, telah merilis daftar 100 perusahaan terbesar di Indonesia untuk tahun 2021. Penilaiannya dihitung dari jumlah pendapatan tahun fiskal 2021.

Dalam rilis tersebut, PT Pertamina (Persero) menempati posisi pertama sebagai perusahaan terbesar Indonesia tahun 2022. Pertamina mencatatkan pendapatan hingga Rp 820,650 miliar tahun 2021. Secara Year on Year tumbuh adalah 38,68%. Dari jumlah tersebut laba bersih yang ditorehkan adalah Rp 29,191 miliar. Aset Pertamina saat ini mencapai Rp 1,113 trilliun. Adapun jumlah laba bersih terhadap pendapatan adalah 3.6%. Laba bersih terhadap aset adalah 2.6%. Sedang PTPN V BUMN yang asetnya cuma 11.88 trilyun bisa menghasilkan laba 5.7 trilyun (2022), artinya perolehan lananya sebesar 48%.

Nah jika dari 113 BUMN akan diPertaminakan, kita sudah dapat memprediksi hasilnya kelak, akan semakin mudah menjadi sapi perah penguasa. Akhirnya tujuan dibentuknya BUMN tidak tercapai.

Diketahui, Kementerian BUMN telah selesai menyusun klasterisasi perusahaan pelat merah menjadi 13 klaster. Walau 1 kluster tidak otomatis Direksinya bisa diambil dari yang 1 kluster apalagi dari luar kluster. Penyederhanaan pemikiran ini akibatnya membuat etos kerja merosot drastis. Sebagai ilustrasi di TNI, bagaimana jadinya kalau kasad berasal salah satu pati di AU, atau Kapolda diisi oleh mantan Dandim. Semuanya akan kacau. Inilah yang terjadi di BUMN. Seorang kader dari Bank misalnya menjadi Direktur Utama di PTPN, kelihatannya sederhana tetapi ternyata tidak demikian, karena mind set orang dari luar instansi tersebut berbeda dengan mind set usaha setempat. Jangankan dari luar kluster di dalam 1 kluster saja misalnya direktur produksi pabrik gula menjadi Direktur produksi di kebun kelapa sawit itupun tidak efektif. Janganlah kita mengira sesama insinyur pasti dapat melakukan pekerjaan tertentu sama baiknya, sesama Sarjana Ekonomi dapat melakukan pekerjaan yang sama dengan kualitas yang sama. Selain mind set yang berbeda ada etos kerja yang menurun.

Kita ambil contoh 14 ptpn dijadikan 1 holding company. Semua Direksi dan komisaris di ke 14 itu masih ada, hanya saja berganti nama. Trus ada penambahan personil di holding companynya. RNI yg dulu menginduk ke Depkeu, bisa digabung dg ptpn, kalau seperti ini tidak bermasalah, misalnya menjadi ptpn 15 & 16, karena pemegang sahamnya sama, jenis komoditi sama.

Dari sisi SDM rasanya justru bertambah banyak penggabungan, rantai komando bertambah panjang, sehingga efektivitas manajemen semakin lemah. Rasa persaingan atau kompetisi di dalam berkurang. Seandainya rugi juga tidak masalah toh holding yang bertanggung jawab. Passion yang hilang, ini merupakan kerugian yang bukan main.

Ptpn umumnya berasal dari perkebunan belanda, yang diambil alih oleh Indoesia. Sejak dulu ada 3 cluster yakni :
1. Perkebunan karet, sawit
2. Teh, kina, kopi & kakao.
3. Pabrik gula

Semuanya bersama pabriknya yang mengolah produk lapangan menjadi barang setengah jadi (Raw material)
Ketiga cluster ini memiliki kekhususan tersendiri, sehingga manajemennya dipisahkan.

Sekarang semuanya digabungkan menjadi satu. Tentu rohnya tidak ketemu, sehingga wajar saja jika subsektor yang dulu menjadi andalan, merupakan cash cownya Belanda sekarang tidak berdaya. Apalagi bumn ini seolah direm dan tidak boleh berkembang. Pilih pemimpin yang paham urusan penggalian produksi, bukan asal comot dari bumn atau instansi lain. Rekam jejak calon pemimpin di ptpn harus teruji, jadi harus objektif. Setoran harus dihilangkan dari rekruitment semacam ini. Insha Allah dalam tempo singkat ptpn dan mind Id akan menjadi tiangnya bumn.

Saat perkebunan sawit dan karet dikembangkan tahun 70 an, semua PBS belajar ke bumn, sekarang pionir ini dibuat bonsai. Bayangkan kebun milik negara ini hanya memiliki 5% dari total areal sawit nasional. Demikian juga pabrik gula yang dikembangkan tahun 70 an, sekarang mati suri, akibat kebijakan yang tidak mendukung, lahanya semakin susut dibunuh secara perlahan oleh kebijakan adanya pabrik rafinasi. Kebun teh ikon kebanggaan Sumut, Jabar, jambi, Jateng dan Jatim lahannya semakin berkurang. Dengan penggabungan ini sinarnya semakin redup, tinggal menanti lonceng kematian saja.

Tugas Menteri BUMN lah memperkuat BUMN bukan memperlemahnya. Banyak peluang untuk memperluas areal perkebunan ini, jika tiap ptpn mempunyai wewenang dan ada arahan dari menteri bumn. Jika ada perkebunan yg memiliki masalah dengan bank, bisa disita dan diserahkan ke ptpn. Toh sama2 bumn dan dibawah 1 kementerian bumn. Itu cara membantu pengembangan ptpn yang paling mudah. Cara lainnya dg pola biasa atas kebijakan pusat. Stop perluasan PBS asing kecuali petani rakyat dan ptpn.

Ada contoh yang baik di Kementerian ESDM, mereka membentuk SKK Migas untuk mengelola perusahaan Minyak dan Gas yang dikerjasamakan dengan Pertamina. Contract Production Sharing atau Profit Sharing dilakukan kepada setiap pengusaha asing. Arinya ada uang masuk untuk negara. Bagaimana di Perkebunan, Kehutanan, Perikanan dan Tambang ? rasanya mereka diperlakukan sama saja dengan pengusaha di dalam negeri. Atau mungkin juga ada fasilitas pajak yang merugikan negara. Badan semacam SKK migas ini harus ada di Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Pertambangan. Kementerian BUMN cukupkan sebagai fasilitaror saja. Kementerian teknis perlu ada peran pembinaan terhadap BUMN dibawahnya.

Industri hilir harus diurus oleh bidang yang menguasai proses barang setengah jadi menjadi barang jadi, misalnya saja CPO diproses menjadi Biodiesel, bensa, migor, sabun, dll. Pembinaan teknis sebaiknya diberikan pada kementerian Industri. Untuk pemasaran bumn telah mempunyai Bulog & Pertamina yang ada di setiap propinsi. Jadi bumn lebih kuat dan lebih bermanfaat buat negeri.

Ir, Mangga Barani (2023): sebaiknya proporsi kelapa sawit rakyat menjadi 50%. Tentu ptpn juga harus berkembang menjadi 35 %, swasta nasional dapat dikembangkan lagi menjadi 10% dan swasta asing dibatasi cuma 5% saja. Tidak ada keuntungan buat rakyat indonesia jika mayoritas perkebunan swasta dikuasai asing.

Ratusan trilyun laba usaha semua mengalir ke luar negeri, para pekerja yg sebenarnya dapat dikerjakan oleh bangsa sendiri malah orang asing yang menempatinya. Ribuan trilyun juga mengalir ke luar negeri setiap tahun dari sektor pertambangan. Ini harus segera dicegah, bukan didukung. ā€œPerampokanā€ dengan alasan investasi seperti ini tidak dapat dibenarkan walaupun menggunakan Omnibus Law atau UU Cipta kerja sekalipun. Kebenaran material lebih utama dari kebenaran formal.

Bandung, Maret 2023
Memet Hakim
Dosen LB Univ. Padjadjaran
Pengamat social, Ketua Wanhat APIB