Catatan Buat Menteri Keuangan & BUMN Kita

Di saat pemerintah mengumumkan kepututusan APBN 2023, dimana APBN ini memperlihatkan keganasan pajak yang komposisinya sampai 70 % dari total APBN, kita terkaget kaget dengan munculnya kasus “Rafael Alun” petugas pajak eselon III yang kekayaannya bukan main. Kasus ini semakin terbuka dengan ada laporan dari PPATK adanya transaksi sebesar 500 milyar dari 40 rekeningnya dan keluarganya. Ditambah lagi kasus “Eko Darmanto”, Kepala Bea Cukai DIY yang super mewah. Sebelumya kasus Sambo membuat rakyat terperangah dengan adanya dana sebesar 300 trilyun yang dipegang Sambo, entah untuk apa saja. Yang tidak pernah diekspos ternyata Bank BRI, Mandiri dan BNI sudah bukan milik negara lagi secara utuh, hanya sekitar 51 % saja. Apalagi yg bisa kita banggakan?

Tidak sampai itu ada lagi kekagetan bahwa Menteri Keuangan kesulitan menagih pajak orang kaya yang memiliki pendapatan lebih dari 5 M/tahun. Nah mudah dibaca kan siapa yang suka ngemplang pajak. Bayangkan harta 4 orang terkaya sama dengan harta 100 juta penduduk Indonesia paling miskin (credit Suisse). 1 % penduduk terkaya sama dengan 46,6% PDB dan 10% terkaya sama dengan 75,3% PDB, menurut index oligarki/Material Power Index (Jeffrey Winter). Jumlah 40 orang terkaya rata-rata dibagi income per kapita pada 2014 = 678.000 kali dan di tahun 2022 menjadi 1.065.000 kali (Forbes data).

Siapakah mereka yang mayoritas kaya sampai superkaya tersebut ? *Mereka adalah para pengusaha & konglomerat yang > 90 % non pri, dan para pejabat korup. Jadi jika menteri mengatakan sulit menagih pajak mereka, agak aneh juga, karena semua alamat dan orangnya dikenal luas. Tentu ada sesuatu yang menyebabkan Menteri Keuangan dan jajarannya ini tidak berani atau sungkan menagihnya. Jika berprasangka buruk, bisa juga diartikan ada kerjasama diantara mereka dengan wajib pajak.

Jadi rupanya selama ini para pejabat korup dan para pengusaha hidup dari kesulitan rakyat kecil. Mereka inilah yang mengatur negara kita, pantaslah mereka tidak ingin berhenti menjadi penguasa, selalu mencari jalan untuk diperpanjang. Akhirnya banyak calon pemimpin yang berlomba-lomba menjadi bagian dari penguasa karena begitu mudahnya mencari kekayaan.

Di lain pihak BUMN yang diharapkan membantu kekuangan negara, sampai saat ini perannya sangat rendah, padahal potensinya sangat tinnggi. Pendapatan dari BUMN ini berupa pajak dan dividen. *Dari catatan yang ada, dividen dari bumn ini tidak semua juga masuk kas negara, entah tercecer dimana*. Misalnya saja dari dividen terkumpul lebih dari 51 trilyun, tapi yang disetorkan hanya 40.59 trilyun saja. Nah selisihnya kemana ? Dari sektor pertambangan tercatat setoran ke kas negara 900 milyar, tapi terkumpul ada 12.39 trilyun. Selisihnya kemana ? Tercatat juga setoran dari total dividen hanya berkisar 15 % dari laba BUMN, artinya ada 85 % digunakan untuk cadangan umum, bonus dan pengembangan. Nah kenyataannya jangankan berkembang BUMN yang ada tersisa 113 lagi ini akan diciutkan menjadi 40 perusahaan aja. Sudah banyak rupanya BUMN yang dibubarkan.

Dari sektor pertambangan, potensi penerimaan pajak maupun non pajak sangat tinggi, Dari nikel, batubara, timah, bijih tembaga dan emas saja nilainya laba & expor sudah mencapat 5.500 trilyun tahun 2022. Konon kabarnya pengusaha asing ini bebas pajak. Kalau saja pemerintah mau membentuk SKK Tambang, paling tidak separonya masuk kas negara, atau bisa juga lewat jalur Pungutan Ekspor seperti pada Kelapa sawit, paling tidak 30 %nya masuk kas negara. Di sektor perkebunan juga karena mayoritas milik asing, maka perlu dibentuk SKK Perkebunan, paling tidak ratusan trilyun akan masuk kas negara,

Dari uraian di atas, tanpa menindas rakyat kebutuhan operasional dan pembangunan sudah dapat dipenuhi dari “pajak orang kaya” & “bagi hasil” dari Pertambangan, Minyak & Gas Bumi, Perkebunan dan sektor lainnya. Idealnya pendapatan dari pajak maksimal 40 % dari total APBN, sisanya 30 % dari BUMN dan 30 % dari Bea cukai, dll.

Kita berharap para petinggi negeri ini segera paham atas yang terjadi di negeri ini, jangan terus ingin menari diatas penderitaan rakyat.

Bandung, Maret 2023
Memet Hakim
Pengamat sosial
Ketua Dewan Wanhat APIB