KAMI Lintas Provinsi: Indikasi Kuat KPU Pusat di Bawah Kendali Istana

Komisi Pemilihan Umum (KPU) terindikasi di bawah kendali istana dengan adanya sejumlah anggota KPU daerah yang mengaku mendapatkan intimidasi dalam proses verifikasi faktual partai politik.

“Indikasi kuat KPU Pusat dalam kendali kekuatan istana atau kekuatan besar lainnya. Karena pada kenyataannya meloloskan partai-partai tertentu yang akan memecah dukungan suara bagi partai yang selama ini dianggap oposan, serta mengamputasi kemunculan partai yang sangat kritis terhadap rezim oligarki,” kata Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Lintas Provinsi dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Ahad (18/12/2022).

Tindakan KPU diduga kuat atas kendali penguasa guna menafikan persyaratan yang objektif kemudian dengan memaksa KPU daerah untuk mengubah tidak Memenuhi Syara (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS) dan sebaliknya. “Ini sangat berbahaya bagi proses politik di Indonesia, lebih tepatnya merupakan kejahatan demokrasi,” paparnya.

KAMI Lintas Provinsi mengatakan, K
kejahatan melalui rekayasa apa pun demi meraih kemenangan, untuk melanggengkan kekuasaan adalah cara-cara machiavelist yang jelas melanggar baik etika berbangsa maupun perundangan, haruslah dilawan oleh semua kekuatan rakyat, karena sangat berbahaya bagi masa depan NKRI.

“Tindakan kejahatan yang dilakukan di awal menetapkan Partai -Partai peserta pemilu melalui penipuan, jika tidak segera ditindak tegas ke depan mereka KPU akan selalu “bermain” melalui tipuan. Rakyat tidak akan mempercayai KPU, sehingga Pemilu 2024 dalam mara bahaya, bisa berakhir fatal. Hal ini menjadi sebuah pertaruhan yang mengerikan bagi bangsa Indonesia,” jelasnya.

Adanya kejahatan demokrasi, tanpa diminta rakyat dipastikan akan bergerak secara paksa untuk menghentikan dan membubarkan rezim. Atas dasar pemikiran tersebut KAMI Lintas Provinsi bersikap. Pertama, Ketua KPU harus diberhentikan secara tidak hormat beserta komisioner lainnya yang terlibat

“Kedua, hentikan semua upaya dan rekayasa memanipulasi proses tahapan pemilu, yang berpotensi akan merusak dan mencederai proses demokrasi di Indonesia,” pungkasnya.