Menolak Penghapusan Presidential Threshold, Pengamat: Diduga Parpol Ingin Melanggengkan Kerja Sama PKC

Ada dugaan partai politik (parpol) ingin melanggengkan kerja sama dengan Partai Komunis China (PKC) dengan menolak penghapusan presidential threshold (PT).

“Parpol tidak mendukung penghapusan PT diduga ingin melanggengkan kerja sama dengan PKC,” kata pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (4/1/2022).

Kata Amir, selama ini parpol yang tergabung dalam koalisi pemerintah melakukan kerja sama dengan PKC. “Ketika PT dihapuskan dan pemenang pilpres bukan parpol koalisi pemerintah bisa melarang adanya kerja sama parpol dengan PKC,” ungkap Amir.

Menurut Amir, parpol yang kerja sama dengan PKC bertentangan dengan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme.

Amir mengatakan, hasil kongres PKC menjadi arah kebijakan pemerintah China. “Di negeri Tirai Bambu PKC yang berkuasa dan menentukan arah kebijakan pemerintah,” ungkapnya.

Selain itu, ia mengatakan, penghapusan PT sesuai semangat Pasal 6A ayat (5) UUD 1945 yang hanya mendelegasikan pengaturan “tata cara”. Pengaturan delegasi “syarat” capres ke UU ada pada Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 dan tidak terkait pengusulan oleh parpol, sehingga pasal 222 UU 7/2017 yang mengatur “syarat” capres oleh parpol bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945.

Pengusulan capres dilakukan oleh parpol peserta pemilu yang akan berlangsung bukan “Pemilu anggota DPR sebelumnya”, sehingga pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Syarat pengusulan capres oleh parpol seharusnya adalah “close legal policy” bukan “open legal policy”, sehingga pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

Amir meminta Ketua DPD La Nyala Mattalitti membuat keputusan secara institusi untuk menghapus PT. “Penghapusan PT harus diputuskan secara resmi DPD,” pungkasnya.