Presiden Jokowi tak Berdaya Menyentuh Aset Para Oligarki Jahat

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak berdaya menghadai para oligarki jahat khususnya bandit BLBI yang menyimpan uangnya di Singapura.

“Presiden Jokowi tampak tak berdaya mengutak atik atau menyentuh aset para oligarki jahat, khususnya bandit BLBI, yang disimpan di Singapura,” kata Juru Bicara Presidium Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNBK) Haris Rusly Moti kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (4/1/2022).

Kata Haris, Jokowi tak berdaya menghadapi oligarki jahat dibuktikan sampai saat ini tidak ada inisiatif untuk memulai proses penandatanganan MLA dengan Singapura. Padahal Singapura jaraknya cuma sejengkal dari Indonesia, jika dibandingkan dengan Swis dan Rusia.

“Publik Indonesia tahu bahwa para bandit keuangan bersumbunyi di Singapura dan harta hasil kejahatan keuangan mereka juga disimpan di Singapura,” ungkapnya.

Meskipun data berikut tidak dibuka secara transparan, namun media mecatat sekitar Rp. 7.000 triliun uang tersimpan dalam rekening rahasia di Swiss dan Rp. 4.000 triliun tersimpan di Singapura. Namun menurut sebuah data tidak resmi, uang oligarki maling Indonesia yang disimpan di Singapura berkisar di atas Rp. 10.000 triliun. Uang tersehut adalah hasil kejahatan keuangan di Indonesia terutama hasil pencurian SDA dan hasil korupsi BLBI.

Kata Haris, Pemerintah telah membuat wadah untuk penyitaan aset piutang pemerintah di para obligor kakap BLBI yang diketuai Mahfud MD. Namun cara perdata ini tampaknya tidak akan membawa hasil. Selain itu cara perdata dan penuh kompromi ini malah berpotensi dijadikan alat untuk memeras obligor BLBI untuk kepentingan oligarki penguasa sekarang.

“Lagi pula para obligor BLBI banyak yang melarikan diri ke Singapura dan ada juga yang bersembunyi di dalam negeri. Sehingga lembaga yang dibuat Presiden Jokowi untuk menagih utang BLBI pasti gagal,” ungkapnya.

Oleh karena itu, jika Pemerintahan Jokowi konsisten maka seharusnya menandatangani MLA dengan Singapura, tetap memakai mekanisme MLA, melakukan pemidanaan terhadap pelaku kejahatan keuangan, menyita aset mereka secara keseluruhan dan menghukum mati bagi para bandit keuangan yang tetap berusaha melawan negara. MLA adalah mekanisme yang telah diakui secara internasional sehingga tidak ada satupun negara yang dapat beternak uang kotor lagi termasuk Singapura.

Haris mengatakan, tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat, tersangka kasus mega korupsi ASABRI, adalah sebuah langkah hukum strategis untuk mencegah korupsi dan berbagai kejahatan keuangan hari ini dan masa depan.

Dalam konteks tersebut, kami desak Pemerintahan Jokowi segera membuat pengadilan ad hoc untuk mengadili secara cepat pelaku kejahatan keuangan di masa lalu, masa kini dan masa akan datang sehingga bisa melakukan penyitaan aset secara cepat sejalan dengan gerakan international dalam pembersihan rezim uang kotor dan energi kotor.

“Pelaku kejahatan keuangan yang terjadi saat ini seperti perampokan dana publik yakni Jiwasraya, ASABRI, Jamsostek, Jasindo, dan pelaku perampokan dana penanganan covid 19 seperti PCR, dll. agar tuntutannya ditetapkan pada tingkat hukuman mati agar memiliki efek jera, karena sangat mencederai kemanusiaan, mengkhianati bangsa dan negara yang tengah didera krisis yang besar,” pungkasnya.