Taushiah: KH. Luthfi Bashori Ada beberapa istilah yang membuat orang menjadi kebingungan, contohnya ada istilah baru namanya “Islam Nusantara”, ada juga yang mempertentangkan Islam Nusantara dengan istilah “Islam Arab”, dan lain sebagainya. Maka umat Islsm harus jeli memilah-milah atau pandai memilah-milah. Kalau dikatakan “Muslim Nusantara”, ini suatu istilah yang lebih jelas, tidak ambigu.
Karena apa? Demikian juga kalau dikatakan Muslim Arab berarti orang Islam yang ada di Arab. Muslim Afrika artinya adalah orang Islam yang berada di Afrika.
Kenapa demikian? Padahal, kalau yang disifati itu keyakinannya, maka menjadi rancu dan yang seperti inilah dikatakan syubhatul ishtilah.
Kalau ada Islam Nusantara tentu mengharuskan adanya Islam Eropa, ada Islam Arab, Islam Afrika, dan lain sebagainya. Itu karena yang disifati Islamnya, artinya seakan-akan ada pemahaman baru, dan terjadi perbedaan ajaran antar Islam-Islam yang dimaksud.
Kenapa? Kalau kita mau menggunakan istilah baru itu, yang sebut saja “Muslim Nusantara”, itu sangat baik.
Kalau niatnya mau lebih mempercepat Nusantara menjadi wilayah Islam yang sempurna, maka akan lebih tepat dikatakan “Islamisasi Nusantara”. Sekali lagi bukan “Islam Nusantara” tetapi Islamisasi Nusantara.
Ada beberapa tokoh liberal yang mengatakan, dengan adanya komunitas Islam Nusantara itu, mereka memunculkan nama Islam yang lain, yaitu Islam Arab. Mereka juga meyakini bahwa Islam Nusantara itu adalah Islam yang asli, sedangkan Islam Arab adalah Islam abal-abal dan Islam penjajah.
Padahal hajinya umat Islam itu ke negeri Arab. Nabinya umat Islam itu orang Arab. Kitab Sucinya umat Islam itu berbahasa Arab, doa shalatnya umat Islam itu pake bahasa Arab. Jadi yang namanya Islam itu tidak mungkin terpisahkan dari Arab.
Yang jelas, pembagian seperti ini adalah ada dikotomi, hingga menyebabkan umat Islam terpisah-pisah dan terpecah-pecah.
Apalagi jika meyakini bahwa Islam Nusantara itu adalah Islam yang asli dan Islam Arab itu Islam abal-abal. Ini jelas suatu yang tidak dapat diterima oleh umat Islam dimanapun berada.
Karena itu janganlah kita membuat istilah-istilah yang salah, hingga menjadi salah kaprah. Tapi hendaklah kita kembalikan kepada istilah-istilah yang sesuai Syariat.
Katakan saja bahwa kita yang berada di Nusantara ini adalah Muslim Nusantara. Kita menganut paham Islam Aswaja, dengan jargon Islam Rahmatan Lil Alamin. Istilah yang seperti ini, tentu dapat diterima oleh siapapun dan dimanapun berada.
Tidak akan terjadi lagi dikotomi antara umat Islam, serta dapat menghindari anggapan adanya perbedaan ajaran Islam yang ada di Nusantara dengan Islam yang ada di Afrika, yang ada di Arab, yang ada di Eropa, dan lain sebagainya.
Tidak akan lagi merasa terpisah-pisahkan, karena apa? إِنَّمَا اْلمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ
Semua umat Islam dimanapun berada adalah satu kesatuan sebagai ukhuwah islamiyah.
Mudah-mudahan dengan istilah Muslim Nusantara bisa diterima oleh semua pihak, serta tidak diserobot lagi oleh komunitas anak-anak liberal.
Transkrip: Rizal Affandi
Akhir-akhir ini, umat Islam Indonesia, sering mendengar beberapa istilah yang sebelumnya cukup asing di telinga.
Karena “Muslim Nusantara” berarti sifat Nusantara itu disematkan kepada seorang muslim, artinya orang Islam yang berada di Nusantara.
Karena yang disifati itu adalah orangnya.
Tapi kalau ada orang yang mengatakan “Islam Nusantara” maka yang disifati itu keyakinannya. Buktinya dibanding-bandingkan dengan istilah Islam Arab.
Karena yang disifati dengan penisbatan wilayah-wilayah itu adalah Islamnya.
Semua umat Islam ini adalah saudara