Ini Makna Perintah Shalat dan Zakat Selalu Beriringan

Di dalam Alquran perintah shalat sering diikuti zakat. Ini menandakan ibadah kepada Allah harus berimplikasi kepada kepedulian sosial.

“Alquran pun sering menggandengkan perintah zakat setelah perintah shalat. Sedikitnya ada 24 tempat ayat Alquran menyebut shalat dan zakat secara beriringan,” kata Direktur Utama Akademizi Nana Sudiana dan Associate Expert Forum Zakat (FOZ) dalam artikel berjudul “Ziswaf dan Semangat Kedermawanan dalam Pandemi Covid-19”.

Sedikitnya ada 24 tempat ayat Alquran menyebut shalat dan zakat secara beriringan. Contohnya sebagai berikut:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah [2]: 43).

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 110).

“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (QS. Al-Ma’idah [5]: 55)

Dari beberapa ayat tadi, kata Nana, setelah shalat, ibadah berikutnya yang harus dilakukan adalah zakat. Hal ini menandakan bahwa shalat sebagai ibadah spesial seorang hamba dengan Allah harus pula diikuti dengan kepedulian pada kondisi masyarakat di sekitarnya melalui zakat.

“Dengan bahasa lain, umat Islam yang baik adalah mereka yang senantiasa memposisikan secara beriringan antara ibadah individual dan ibadah sosial. Sayangnya, rata-rata tingkat kesadaran untuk berzakat seringkali lebih rendah daripada kesadaran untuk menunaikan shalat,” jelasnya.

Barangkali karena ada anggapan “hasil kerja sendiri” dari harta yang membuat zakat terasa berat. Belum lagi ditambah keinginan untuk menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya.

Menurut Nana, ada godaan yang muncul dibenak, harta diperoleh karena kemampuan dan upaya sendiri. Dari sana, terbentuk keyakinan bahwa semakin banyak harta, akan semakin mudah hidup.

“Cara pandang inilah yang menyesatkan kita secara esensi. Kita akhirnya melupakan bahwa ada hak orang lain yang sedang membutuhkan. Jika demikian, orang-orang yang seharusnya berzakat namun tak menunaikan kewajibannya sama halnya memakan hak orang lain. Dalam konteks ini, lantas apa bedanya mereka dengan koruptor atau pencuri?” paparnya.

Zakat secara bahasa bermakna suci. Harta yang dizakati sesungguhnya dalam rangka proses penyucian atau pembersihan. Tak mengeluarkan sebagian harta yang menjadi hak orang lain ibarat tak membuang kotoran dalam perut bagi orang yang sudah saatnya buang air besar. Sebagian kecil harta tersebut selayak kotoran yang bisa jadi menodai keberkahan seluruh harta benda, menjalarkan penyakit tamak, atau menimbulkan keresahan dirinya sendiri dan orang lain.

Kata Nana, Zakat adalah kewajiban yang bisa dilakukan pada bulan apa saja ketika harta sudah memenuhi nishab atau jumlah wajib zakat. Jadi tak perlu menunggu Ramadhan seperti di bulan ini. Zakat, infak, sedekah, dan sejenisnya merupakan ibadah yang utama dalam Islam.

Pahalanya tentu tak sedikit bagi kita. Apalagi saat ditunaikan di bulan Ramadan. Di samping itu, di tengah wabah atau Pandemi Covid-19, tentu saja zakat kita amat bermanfaat bagi fakir miskin yang terdampak Covid-19.

Menurut Nana, menunaikan zakat tidak membuat miskin. Malahan orang yang berzakat akan ditambah rezekinya dan hartanya jadi lebih berkah. Bukan cuma memiliki keutamaan untuk harta, zakat juga mampu menghapus dosa dan melindungi dari panas hari kiamat.

“Saat yang sama, berzakat, infak dan sedekah ditengah tekanan kehidupan bagi masyarakat miskin saat ini akan mempererat tali solidaritas terhadap sesama. Dan kita semestinya tak hanya zakat, infak dan sedekah selalu dikaitkan dengan keharusan di bulan Ramadan,” pungkas Nana.