FORBAS Dukung Tim Advokat Laporkan Pembunuhan 6 Laskar FPI ke ICC Den Haag Belanda

Tim Advokat sangat bagus melaporkan pembunuhan enam Laskar FPI oleh polisi ke ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda.

“Kami mendukung tim advokat melaporkan pembunuhan enam Laskar FPI ke ICC Den Haag Belanda,” kata Ketua Forum Banten Bersatu (FORBAS) Rina Triningsih kepada suaranasional, Rabu (20/1/2021).

Menurut alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini, laporan pembunuhan enam Laskar FPI ke ICC Den Haag Belanda karena Komnas HAM terlihat menutupi kasus ini. “Ada framing yang dibangun Komnas HAM Laskar FPI melawan polisi,” jelas Rina.

Rina mengatakan, kasus pembunuhan enam Laskar FPI oleh polisi sudah menjadi sorotan dunia internasional. “Media-media asing sudah menyebut pembunuhan enam Laskar FPI oleh polisi,” papar Rina.

Ia juga mengatakan, pihak Muhammadiyah secara resmi kelembagaan menyebut pembunuhan enam Laskar FPI itu pelanggaran HAM berat. “Sampai sekarang polisi yang membunuh enam Laskar FPI belum jadi tersangka dan masuk penjara,” ungkapnya.

Tim Advokasi Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) telah melaporkan tragedi Jakarta 21-22 Mei 2019, dan peristiwa pembunuhan 7 Desember 2020 di Tol Japek Km 50 ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda. Pelaporan itu dilakukan, karena menilai dua kejadian tersebut sebagai pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat resmi negara.

Salah satu anggota Tim Advokasi Korban, Munarman mengatakan, pelaporan tersebut, resmi dilayangkan pada 16 Januari 2021. Munarman mengirimkan bukti pelaporan tersebut, pada Selasa (19/1) malam, dengan menyampaikan gambar tangkapan layar aduan yang dikirimkan kepada Juru Bicara, dan Kepala Departemen Luar Negeri ICC Fadi El-Abdallah.

“Ini bukti pelaporan Tim Advokasi Korban Pelanggaran HAM berat, tragedi 21-22 Mei 2019, dan pembantaian 7 Desember oleh aparat negara ke ICC,” kata Munarman lewat pesannya, Selasa (19/1) malam.

Dalam laporan berbahasa Inggris tersebut, Tim Advokasi menilai terjadinya praktik pembiaran tanpa hukuman yang dilakukan pemerintah Indonesia atas dua peristiwa pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap rakyatnya sendiri. Pembiaran tersebut berupa ketidakmampuan, dan keengganan pemerintah Indonesia memastikan penegakan hukum yang adil terhadap pelaku-pelaku pembunuhan dalam peristiwa 21-22 Mei, dan 7 Desember.

“Kami berjuang untuk keadilan, dan memutus rantai impunitas yang sudah sangat mengerikan di negeri ini. Kami akan memberikan informasi-informasi pelanggaran HAM berat kepada komunitas HAM internasional (ICC), karena terbukti sistem hukum Indonesia, yang tidak menghendaki, dan tidak mampu memutus mata rantai pelanggaran HAM berat yang sampai saat ini, pelakunya masih berkeliaran mengancam warga sipil di Indonesia,” begitu isi laporan Tim Advokasi tersebut