Jika Kejahatan Pidana Pemilu sudah Terbukti, Haruskah KPU Dibiarkan Mengumumkan Hasil Pemilu?

Oleh: Agus Maksum, Warga Negara Pemilih dalam Pemilu & Pilpres 2024

Dalam demokrasi, pemilihan umum (pemilu) merupakan pilar utama yang menentukan arah dan masa depan sebuah negara. Namun, apa yang terjadi jika integritas pemilu terancam oleh kejahatan pidana? Kasus ini menjadi sorotan ketika ditemukan bukti kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pemilu, yang menggugat legitimasi proses demokrasi itu sendiri.

Masalah pada Daftar Pemilih Tetap (DPT)

Dengan adanya 54 juta masalah pada DPT yang tidak transparan, serta pasangan calon presiden yang tidak mendapatkan DPT Final, telah terjadi pelanggaran terhadap UU No. 7 Tahun 2017 dan PKPU No. 7 Tahun 2022. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai keabsahan suara yang dihitung.

Sirekap dan Potensi Manipulasi
Desain Sirekap yang memungkinkan manipulasi hasil dengan bisnis proses yang tidak mengunci angka perolehan tiap TPS menunjukkan celah keamanan yang dapat dimanfaatkan untuk kecurangan. Temuan perubahan suara oleh publik dan pengakuan dari petugas PPK, saksi, serta KPU sendiri tentang anomali di 154.541 TPS yang dikoreksi namun tidak mengubah persentase hasil, semakin mempertegas adanya masalah.

Server di Luar Negeri dan Implikasinya

Fakta bahwa server berada di luar negeri menambah kerumitan dan pertanyaan tentang kedaulatan data serta integritas pemilu.

Analisis 7 Poin Penting:
1. Logistik Bermasalah: Kelalaian dalam logistik pemilu di tujuh provinsi, termasuk surat suara tercoblos, tertukar, dan hilang, mengindikasikan adanya kelemahan sistemik yang perlu ditangani.

2. Peran Bawaslu: Keterlibatan Bawaslu dalam penanganan kecurangan harus diperkuat, dengan respons yang cepat dan efektif terhadap masalah yang kompleks di lapangan.

3. Media Sosial: Emosi kemarahan warganet terhadap dugaan kecurangan menciptakan diskusi yang memanas dan menuntut transparansi serta keadilan.

4. Surat Suara Tercoblos: Kasus surat suara tercoblos di berbagai daerah menimbulkan kekhawatiran akan keabsahan hasil pemilu.

5. Pelanggaran Logistik: Kasus pelanggaran logistik dan ketidaksiapan petugas menunjukkan perlunya peningkatan standar dan pelatihan.

6. Penyelidikan di Aceh: Pelanggaran pemilu yang sedang diselidiki di Aceh memberikan gambaran serius tentang integritas pemilu.

7. Netralitas Pejabat: Isu ketidaknetralan pejabat daerah, KPK, dan aparat lainnya harus ditangani untuk memastikan pemilu yang adil.

Kesimpulan:

Dalam situasi di mana kejahatan pidana pemilu telah terbukti, KPU seharusnya tidak dibiarkan mengumumkan hasil pemilu tanpa terlebih dahulu menyelesaikan semua masalah yang ada. Langkah-langkah harus diambil untuk memastikan bahwa setiap suara yang dihitung adalah sah dan bahwa proses pemilu telah berjalan dengan integritas yang tidak tercela. Ini bukan hanya tentang keadilan dalam satu pemilu, tetapi tentang kepercayaan publik terhadap seluruh sistem demokrasi.