Capres dan Cawapres Mana yang Paling Siap?

Oleh Memet Hakim, Pengamat Sosial & Wanhat APIB/APP TNI

Capres yang sudah terdaftar di KPU semuanya lulus passing grade, katakanlah nilai passing gradenya 5.5. Akan tetapi ada seorang cawapresnya lewat jalur koneksi pejabat, diloloskan passing gradenya dengan berbagai catatan negatif. Jika harus fair calon ini sebenarnya tidak lolos. Setiap pasangan jika ditanya semuanya tentu siap.

Para pendukung capres & cawapres ini tentu yang terutama adalah “Partai pendukung”, “Relawan” dan “Pengusaha”. Para pengusaha yang sudah nyaman dan enak tentu tidak ingin ada perubahan, pengusaha murni yang berniaga tanpa fasilitas pemerintah akan lebih netral dan memilih pasangan yang lebih baik programnya. Bisa juga pada saat2 akhir para pengusaha ini mendukung calon yang sangat mungkin terpilih, karena pada hakekatnya kaum pengusaha seperti ini adalah pengusaha rakus dan tidak memiliki rasa nasionalisme yang kuat. Semua yang dihitung adalah nilai uang, kehormatan, nilai, dan kedaulatan tidaklah penting bagi mereka ini.
Relawan adalah kelompok2 pendukung capres tertentu, ada relawan murni, ada relawan yang bergerak jika ada yang membiayai. Pada umumnya relawan mengeluarkan dana sendiri untuk mendukung jagoannya masing-masing.

Relawan tidak terkait dengan program-program yang dibuat oleh capres dan cawapres, walau ada juga yang memberikan saran dan bahan bagi pasangan calon masing-masing.

Relawan akan hilang dengan sendirinya jika pilpres telah selesai. Peran relawan ini sangat menentukan jumlah suara pasangan calon. Umumnya relawan bekerja secara tulus, tanpa mengharapkan keuntungan pribadi, tapi ada juga relawan yang “menjual” jasanya agar memperoleh sesuatu jika calonnya menang.

Kader dan pendukung partai seringkali disebut “mesin partai”, ini mempunyai mekanismenya masing-masing sesuai aturan partainya. Mesin partai inilah yang paling bertanggung jawab terhadap perolehan suara pasangan masing-masing, walau dalam banyak hal mesin partai seringkali menggunakan relawan sebagai mitranya. Mesin partai dianggap memiliki dana untuk operasional sosialisasi dan perolehan suara di lapangan.

Dari ketiga calon pasangan, diakui langsung atau tidak langsung pasangan capres & cawapres Anies & Imin yang paling siap secara mental lahir dan batin. Programnya jelas, arah kemudinya jelas dan satu-satunya pasangan yang mempunyai “program pemerataan keadilan hukum, sosial dan ekonomi”. Tantangannya pun begitu hebat dan kuat terutama dari kalangan istana sendiri. Pasangan ini didukung oleh sebagian besar kalangan menengah atas yang berpendidikan cukup dari kalangan oposisi.

Selain itu pasangan ini didukung oleh mayoritas ulama & umat Islam serta emak-emak yang dahulu merupakan pendukung Prabowo-Sandi di tahun 2019.

Terakhir dukungan bertambah dari para pendukung pasangan lainnya yang kecewa terhadap calonnya atau kebijakan pengurus partainya.
Pasangan ini, walau diusung oleh 3 parpol, terlihat memiliki kebebasan dalam menentukan kebijakan dan arah tujuan berlabuh. Pasangan ini “bukan petugas partai”, tapi “diusung oleh partai”. Ada perbedaan yang tajam antara kedua istilah itu.
Sayangnya di level grass root, pasangan Anies dan Imin kurang dikenal, mesin partai dan relawannya kurang tajam bergerak diarea ini. Baliho dan spanduknya juga kurang terlihat di areal pedesaan atau perkampungan. Relawan merasa itu pekerjaan partai, partai merasa itu sudah digarap oleh relawan, akhirnya tidak ada yang mengerjakan. Mengingat partailah yang akan menikmati jika pasangan yang diusulkan menang, maka wajar sekali jika mesin partai yang harus masuk ke lapisan terbawah ini. Nasdem, PKS, PKB, Partai Umat dapat berkolaborasi untuk sosiali sampai menyiapkan saksi di TPH kelak.

Pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD terlihat gagap dalam berbagai hal, tidak terlihat program yang jelas, mau dibawa kemana negara Indonesia ini kelak. Hanya saja pasangan ini ingin melanjutkan apa yang telah dirintis oleh pemerintahan Jokowi. Keduanya memiliki beban rekam jejak yang belum bisa dikatakan pulih, walau secara yuridis formal semuanya dikatakan aman. Meminjamkan istilah akuntansi mereka berdua telah lolos uji “kebenaran formal”, tapi masih teruji “kebenaran material” nya.

Berbeda dengan pasangan Anies & Imin, relawan dan mesin partai pendukungnya seperti PDIP lebih siap bekerja dan masuk ke level grass root. Spanduk, baliho Ganjar Pranowo dan Mahfud dengan mudah ditemukan di wilayah pedesaan. Mungkin masalah dana tidak menjadi persoalan bagi para pendukuingnya. Pasangan ini lebih dikenal di pedesaan walaupun narasinya ada juga yang tidak tepat. Misalnya ada narasi “Tuanku ya rakyat”, padahal jelas ini tidak tepat, ada kesan ingin membodohi rakyat.

Pasangan Ganjar & Mahfud, hanyalah petugas partai, bahkan untuk mengangkat menterinya saja tidak punya kebebasan, wajar sekali jika tingkat kesulitan yang dialami pasangan ini tinggi sekali. Mereka tidak bebas menentukan kebijakan apapun, apalagi kita ketahui bahwa partainya dan partai koalisinya merupakan partai pendosa, yang ikut menanda tangani berbagai kebijakan yang menindas rakyat.

Yang menarik adalah pasangan ke-3 yakni Prabowo Subianto & Kaesang, para pendukung Prabowo banyak yang kecewa dan mengalihkan dukungannya ke pasangan lainnya, setelah Prabowo memilih Kaesang menjadi wakilnya. Entah apa yang dipikir Prabowo saat ini, tapi orang melihat Prabowo mantan Danjen Kopassus itu telah menjadi “tawanan” Jokowi. Keinginan yang sangat kuat menjadi seorang presiden telah membuatnya menjadi buta dan rela menjadi tawanan politik Jokowi. Saat ini tinggalah para pendukung Prabowo yang masih setia ditambah pendukung Jokowi yang menjadi pendukungnya.

Pembangkangan Jokowi terhadap PDIP banyak yang melihat sebagai sandiwara belaka, tetapi sebagian melihat sebagai hal serius. Sebenarnya PDIP paling memiliki peluang untuk memakzulkan Jokowi yang telah banyak melakukan pelanggaran konsitusi. PDIP dapat menarik kembali mandatnya kepada Jokowi. PDIP juga yang akan mendapatkan keuntungan terbanyak. PDIP dan PPP jika meminta MPR bersidang, tentu partai lainnya akan mendukung. PKS sebagai partai oposisi misalnya sulit untuk menjadi inisiator pemakzulan, karena jumlahnya sedikit dan tidak kuat. Berbeda dengan PDIP jika menjadi inisiator partai lain akan mendukung. Pemakzulan ini bagi PDIP sebuah peringatan keras, bagi kadernya yang membangkang, tapi bagi partai lainnya kecuali PKS dan Demokrat merupakan cara untuk mmembebaskan diri dari sandera Jokowi.

Lihatkan betapa alotnya Prabowo mencari koalisi dan mencari cawapres, ini dibaca sangat jelas, bahwa partai2 sudah menjadi tawanan Jokowi. Hanya PDIP yang dapat berdiri tegak tidak menjadi tawanan Jokowi, tapi ternyata sang petugas partai melakukan berbagai manuver yang pada intinya tidak patuh pada Ketua Partai yang menjadikannya menjadi presiden. Prabowo secara formal masih didukung oleh Golkar dan PAN, akan tetapi fakta dilapangan gerbong kedua partai tersebut ada di kelompok lain. Mesin partai dan relawan Prabowo sudah bekerja sampai ke level kamung, sehingga baliho, spanduknya terlihat juga dimana-mana.

Jika baliho dan spanduk jadi ukuran keberhasilan perolehan suara, pasangan Anies & Imin akan kalah, pemenangnya adalah Ganjar & Mahfud yang akan menjadi pemenangnya. Jika angka perhitungan suara yang “diperoleh dengan segala cara yang dijadikan ukuran”, maka Prabowo & Kaesang yang akan unggul. Tetapi jika pilpres dilakukan dengan jujur, kesempatan berbuat curang ditutup, maka pemenangnya adalah Anies & Imin.

Nah sekarang terserah bangsa Indonesia, mau pilih presiden dan wakilnya yang seperti apa ? Yang curang, yang banyak balihonya atau yang jujur.

Bandung, 4 November 2023