Praktisi Hukum: Anwar Usman Korban Pembunuhan Karakter Sadis di Negara Hukum

Anwar Usman selaku Ketua Mahkamah Konstitusi saat ini sedang menjadi Korban Pembunuhan Karakter Sadis oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab atas putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya mengabulkan sebagian atas uji materi gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres Senin, (16/10/2023) dengan ditanda tangani oleh semua majelis hakim dan panitera.

Demikian dikatakan praktisi hukum Ali Lubis dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Sabtu (4/11/2023).

Kata Ali, berdasarkan ketentuan peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 tahun 2020 tentang Persidangan Mahkamah Konstitusi Pasal 16 ayat 1 jelas mengatakan sebelum pengambilan putusan dilaksanakan terlebih dahulu Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

“Dalam Pasal 17 ketua Rapat memberikan kesempatan kepada para hakim untuk menyampaikan pendapatnya artinya ketua mahkamah konstitusi tidak bisa mempengaruhi atau mengintervensi hakim yang lain,” ungkapnya.

Sebagai contoh perkara no 46/PUU-XIV/2016 dimana amar putusannya menolak permohonan tersebut, dengan komposisi 5 setuju berbanding 4 yang disenting opinion. “Di mana salah satu yang disenting opinion adalah Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat,” jelas pria yang juga pengacara musisi kondang Ahmad Dhani.

Sebagaimana yang dinyatakan Mahfud MD Ketua Mahkamah Konstitusi (2008-2013), bahwa dalam memutus perkara di Mahkamah Konstitusi Hakim Mahkamah Konstitusi tidak dapat didikte oleh Ketua Mahkamah Konstitusi.

“Artinya sangat keliru menganggap Anwar Usman selaku Ketua Mahkamah Konstitusi dapat mempengaruhi hakim lain dalam putusan batas usia capres dan cawapres,” tegasnya.

Terakhir, dengan dilaporkannya Anwar Usman ke MKMK dan beredarnya berita di media massa dimana beliau telah dinyatakan bersalah adalah sebuah bentuk pembunuhan karakter yang sadis di negara hukum. “di mana putusan MKMK terkait hal ini belum ada,” pungkas Ali.