Rakyat Harus Bangkit Melawan Penjajah China

Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Kasus Rempang menjadi bukti kalau Rezim Jokowi lebih mengutamakan kepentingan (penjajah) China daripada rakyat sendiri. Bahkan pasukan pengaman pun (dibiarkan) sudah disusupi pasukan China, terbukti dari salah satu pasukan yang tertangkap warga.

Diduga para pejabat penting yang berkaitan dengan Rempang “sudah terbeli” oleh China dengan sejumlah uang atau dapat proyek basah sehingga hidupnya tersandera, daya kritisnya hilang, dan hati nuraninya mati suri.

Yang juga mengherankan adalah kesatusn TNI-Polri juga berlaku bengis terhadap rakyat sendiri. Sekarang kita patut bertanya : Mengapa TNI dan POLRI lebih mengutamakan kepentingan Pemerintah China daripada rakyat Indonesia ?

Jika TNI dan Polri adalah milik Negara Republik Indonesia (karena mereka digaji oleh rakyat Indonesia), maka yang seharusnya dibela adalah Rakyat Indonesia, bukan Bangsa China. Karena mereka ingin “menguasai” Indonesia dengan modus investasi.

Seharusnya Panglima TNI dan Kapolri setelaj mengetahui berbagai kawasan yang dikelola China yang “tidak tersentuh” hukum Indonesia (sama seperti Negara dalam Negara) bisa menilai modus para investor China, yang demi memuluskan kepentingannya, sangat tega, bukan saja Penduduk Rempang yang dikorbankan, tetapi juga kedaulatan Negara RI terancam terjajah.

Tahap selanjutnya, merujuk yang terjadi pada wilayah lain yang sudah “dikuasai” mereka, mereka akan mengisolasi diri agar tidak tersentuh hukum Negara Indonesia. Mereka juga akan lebih mengutamakan TKA China daripada tenaga dalam negeri (tenaga lokal). Tenaga kerja lokal cuma jadi buruh kasar dengan gaji rendah.

Bukan sampai di situ saja, mereka bisa menjadikan kawasan itu sebagai tempat bisnis ikegal (seperti perjudian), dan mereka pun akan mengeruk kekayaan alam Indonesia sampai tidak bersisa yang menjadikan keseimbangan alam terganggu. Setelah itu, timbullah berbagai bencana dan malapetaka yang akan dirasakan rakyat Indonesia, terutama penduduk setempat. Mereka sendiri mungkin sudah kabur ke negerinya sendiri (China) dengan menggondol kekayaan alam dari wilayah itu.

Indonesia sendiri hanya mendapat bagian yang sangat kecil (381 triliun dengan luas 17 ribu hektare, selama 57 tahun), dibanding total kekayaan yang dikeruk.mereka. Tapi Pemerintah kita tidak berhitung secara mendalam dampak baik dan buruknya, malah mau membela mati-matian kemauan Ch mereka. China tdak bakal peduli akibat yang bakal menimpa rakyat Indonesia.

Benarkah kecerdasan para pejabat rezim Jokowi sangat rendah (kata Rocky G IQ 200 sekolam), ataukah karena sifat rakus dan haus kekuasaan, sehingga mereka bukan saja telah jadi boneka, bahkan sudah seperti jadi “jongos” China Penjajah. Dan manusia yang paling membela mati-matian proyek Rempang adalah LBP. Ada kaitan apa LBP dengan oligarki taipan dan China komunis?

Benarkah Luhut sebagai “otak” dari rezim Jokowi dibantu kaki tangannya yaitu Bahlil, lalu disetujui sang Penguasa, yaitu Jokowi?

Jokowi-Luhut-Eric-Bahlil adalah quartet “die hard” China penjajah. Mereka adalah musuh rakyat Indonesia. Demi memuluskan kepentingan China, apa pun akan dilakukan sekalipun harus mengorbankan rakyat dan kedaaulatan negara.

Sampai kapan pun, walau nyawa harus meregang, *rakyat Indonesia tidak akan pernah rela* jika Indonesia akan dikuasai Asing atau Aseng (China) lagi. Lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup bercermin bangkai.

Kata warga Rempang: “Lebih baik mati berdiri daripada harus bertekuk lutut di hadapan penjajah”

Para pejuang pendahulu kita telah memperjuangkan kemerdekaan Indinesia selama kurang lebih 350 tahun dari tangan Belanda, Inggris, dan Jepang. Tapi, di tangan rezim Jokowi, hanya dalam kurun waktu 10 tahun Indonesia telah menjadi Negeri yang terjajah kembali, yaitu dengan diserahkannya kemerdekaan Indonesia kepada China.

Para pendukung penjajahan ini (yang berkedok investasi) adalah para penjahat negara dan harus dihukum seberat-beratnya.

Indonesia harus tetap menjadi negara berdaulat dan rakyatnya harus merdeka. Setiap penjajahan dalam bentuk apa pun harus ditolak dan dilawan

Mari kita bersatu dalam kesamaan dan hilangkan segala perbedaan. Semoga Indonesia bisa berjaya kembali.

Bandung, 12 R. Awwal 1445