Pemerhati Politik dan Kebangsaan: Kelakuan Rezim Jokowi Mirip Penjajah Kolonial

Kelakuan Rezim Joko Widodo (Jokowi) mirip penjajah kolonial dengan dibuktikan menggusur tanah milik rakyat demi investor. Untuk menggusur tanah rakyat memanfaatkan aparat kepolisian dibantu TNI.

“Hak-hak rakyat digerus bahkan dirampas. Rezim Jokowi Persis seperti kelakuan penjajah di masa kolonial dulu. Teringat kasus PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Sulawesi yang mendapat perlawanan termasuk proses hukum, Proyek Wadas di Jawa Tengah yang hingga kini tidak tuntas, serta tentu terakhir penggusuran atas etnis Melayu oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) di Rempang Batam,” kata pemerhati politik dan kebangsaan Rizal Fadhillah kepada redaksi www.suaranasional.com, Kamis (14/10/2023).

Kata Rizal, penggusuran atas etnis Melayu oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) di Rempang Bata bersifat multi dimensional. Ada dimensi yuridis, politis dan geo-strategis.

Yuridisnya adalah penggusuran tanpa dasar hukum atas warga kampung etnis Melayu yang telah mendiami lokasi sejak tahun 1834. Semua penggusuran atau istilah Mahfud MD pengosongan itu dilakukan oleh pihak yang tidak berhak.

Area yang dikelola BP Batam sebagian besar kawasan hutan yang tidak ada pelepasan hak dari Kementrian Kehutanan untuk alih fungsi. BP Batam tidak memiliki Sertifikat HPL yang ada hanya SK HPL Sementara. Begitu juga dengan PT MEG sama sekali tidak memiliki alas hak atas penguasaan tanah. Karenanya penggusuran atau pengosongan sepihak adalah melanggar hukum.

Aspek yuridis lain adalah bahwa PT MEG sudah tidak berhak menjalankan proyek berbasis kesepakatan BP Batam, Pemko dan PT MEG tahun 2004. Rekomendasi DPRD adalah untuk Kawasan Wisata Terpadu Eklsusif (KWTE) tanpa relokasi penduduk Melayu, sedangkan PT MEG saat ini justru mendadak menyiapkan Proyek “Rempang Eco City” dengan sebagian lahan untuk pabrik kaca investasi Xinyi Group China.

“Maka jelaslah bahwa rencana kini telah berubah karenanya perlu perizinan baru termasuk amdal dan feasibility study tersendiri,” paparnya.

Dengan demikian sesungguhnya PT MEG adalah perusahaan yang cacat hukum untuk beroperasi di Rempang. PT MEG 2004 dahulu telah gagal merealisasikan proyek bahkan terindikasi telah melakukan perbuatan korupsi 3,1 trilyun. PT MEG milik Tommy Winata inilah yang justru semestinya hengkang dan digusur dari Pulau Rempang, bukan warga 16 kampung adat Melayu tua yang telah ratusan tahun menempati lokasi.

Kata Rizal, aspek politis dari penggusuran masyarakat adat melayu agar “clean and clear” adalah pelaksanaan MoU China-Indonesia pada tanggal 28 Juli 2023 di Chengdu. Tentu atas perintah Presiden Jokowi dengan cepat Menko perekonomian membuat Kepmen No 7 tahun 2023 tanggal 28 Agustus 2023 yang menyatakan bahwa proyek “Rempang Eco City” sebagai Program Strategis Nasional. Pilarnya Pabrik Kaca yang dibiayai Xinyin Group China. Ini adalah wujud kerjasama politik pelaksanaan persaudaraan Indonesia-China “two countries twin parks”.

Aspek geo-strategis. Pulau Rempang yang berada di perairan Laut China Selatan menjadi sangat strategis jika kelak berfungsi sebagai “Pangkalan China”. Investasi China dalam membangun kawasan industri dan kota “Rempang Eco City” adalah harga murah untuk membuat pintu masuk bagi kepentingan militer China di Indonesia. Sementara syarat kerjasama China-Indonesia adalah bahwa area 17 ribu hektar itu harus kosong atau “clear and clean”. Masyarakat adat Melayu dihabisi dengan bahasa relokasi.

Masyarakat adat Melayu harus melawan. Negara tidak berhak mengusir mereka dari tanah kehidupannya. Mereka yang menempati Pulau Rempang adalah anak cucu keturunan para pejuang Melayu yang dahulu mempertahankan pulau-pulau di area Selat Malaka dari penyerbuan penjajah Portugis maupun Belanda. Mereka bukan pendatang baru apalagi harus diberi status ilegal. Sungguh biadab.

“Rezim investasi koplak harus segera diakhiri. Karena merekalah yang nyatanya tunduk dan patuh kepada penjajah itu. Menjadi kolaborator dari kepentingan China. Batam, Rempang dan Galang adalah Bumi Melayu. Bukan China,” pungkasnya.