Pemilu dan Politik Identitas

Oleh : Asep Sumantri

Pemilihan umum (Pemilu) adalah sebuah proses pemilihan dengan melibatkan seluruh warga negara yang akan menggunakan hak pilihnya untuk memilih wakil- wakil mereka. Semakin mendekati Pemilu 2024, isu-isu politik semakin meningkat salah satunya tentang politik identitas. Politik identitas adalah kegiatan politik yang berdasarkan identitas individu baik dari etnis, ras, suku, hingga agama. Pada tahun politik saat ini dikhawatirkannya banyak ancang-ancang gerakan politik dengan memanfaatkan keterlibatan identitas individu yang tidak disadari oleh masyarakat sehingga perlu adanya awareness mengenai keberadaan politik identitas tersebut. Dampak dari politik identitas juga cukup serius karena bisa menyerang golongan tertentu yang menimbulkan diskriminasi hingga radikalisasi. Oleh karena itu, mari ciptakan demokrasi yang sehat serta menjadi pemilih bijak dan cerdas.

Pasca reformasi kehidupan bangsa indonesia menghadapi tantangan merebaknya politik identitas yang mengedepankan golongan atau symbol tertentu guna mendapatkan pengaruh politik. Apabila hal ini dibiarkan akan mengganggu kualitas demokrasi di indonesia. Fenomena ini perlu dicari solusinya, agar keran demokrasi yang ada dapat dipergunakan dengan sesuai koridor hukum di indonesia.

Politik identitas pada awalnya muncul pada tahun 1970-an di Amerika Serikat untuk tuntutan perjuangan minoritas, gender, ras yang merasa terpinggirkan. Politik identitas menguat karena growing resentment, akibat pengabaian terhadap kebutuhan akan pengakuan, entrepreneur of identity, yakni peran aktor-aktor kunci yang memobilisasi dan mempolitisasi identitas. Politik identitas mengancam karena Kecenderungan membatasi ketimbang membebaskan. Adanya ambiguitas klaim representasi dan legitimasi, berpotensi dimanipulasi oleh elit untuk mencapai kepentingannya.

Beberapa fenomena politik identitas yang terjadi di era demokrasi antara lain adalah penggunaan politik identitas dibungkus kepentingan agama sebagai alat kelompok penekan untuk menyuarakan aspirasinya, melihat kondisi masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya melek politik dan hukum maka dikhawatirkan merebak sikap emosional yang mudah tersulut sehingga berakibat timbul konflik vertikal maupun horizontal yang justru akan merugikan keutuhan bangsa Indonesia. Di sisi lain politik identitas berdasarkan ras juga digunakan kelompok separatis untuk kepentingan memerdekakan diri dari pangkuan Republik Indonesia.

Kemunculan politik identitas dalam setiap momen pertarungan politik mencerminkan belum tercapainya transformasi masyarakat menuju masyarakat yang demokratis dan belum terciptanya demokrasi yang terarah. Demokrasi yang berjalan hingga saat ini masih bersifat “eksklusif” dan “transaksional”, belum “transformasional”. Berbagai faktor yang menjadi pendorong politik identitas adalah keragaman Indonesia, Media sebagai aktor politik, Bisnis konsultan dan buzzer, Literasi medsos yang rendah, Tingkat pendidikan yang rendah, Kesadaran Bela Negara yang rendah, serta penegakan hukum yang lemah.