Penegakan Hukum sebagai Implementasi Ketertiban Sosial

Oleh : Rasyid Ridho (Ketua Panwaslu Kecamatan Bogor Utara)

FIAT JUSTITIA RUAT CAELUM” artinya hendaklah keadilan ditegakkan walau langit akan runtuh. Hal ini diungkapkan oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM). Sebelum memaparkan terkait kredo atau slogan ini mari kita mengenal pencetus kredo tersebut. Tujuannya adalah untuk mengenal siapa tokoh pencetus tersebut.

Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (101 M- 43SM) adalah seorang senator Romawi dan ayah mertua Julius Caesar melalui putrinya Calpurnia. Dia dilaporkan sebagai pengikut aliran Epicuraenisme yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan politisi. Karena Epicuraenisme sendiri lebih menyukai penarikan diri dari politik. piso menjadi konsul pada tahun 58 SM dengan aulus Gabinus sebagai rekannya.

Dalam konteks penegakan hukum sekarang mungkin masih relevan untuk semua kalangan, ini adalah prinsip hukum yang seharusnya dimiliki setiap insan cita, terutama para penegak hukum. Namun banyak kendala yang dihadapi saat ini terutama realisasi keadilan hukum sebenarnya. Faktanya masih banyak kasus hukum yang tidak selesai dan terkesan terbeli oleh materi.

Penegakan hukum masih tajam ke bawah tumpul ke atas, artinya keadilan hukum masih dinikmati hanya segelintir orang tertentu yang memiliki uang atau kasus yang viral saja yang ditangani. Hal ini bertentangan dengan semangat PANCASILA terutama sila kedua yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penegakan ditujukan guna penertiban dan kepastian hukum. Kajian secara sistematis terhadap penegakan hukum dan keadilan secara teoritis dinyatakan efektif apabila 5 pilar hukum berjalan baik yakni: instrument hukumnya, aparat penegak hukumnya, faktor warga masyarakatnya yang terkena lingkup peraturan hukum, faktor kebudayaan atau legal culture, faktor sarana dan fasilitas yang dapat mendukung pelaksanaan hukum.

Hikmahanto Juwono menyatakan di Indonesia secara tradisional institusi hukum yang melakukan penegakan hukum adalah kepolisian, kejaksaan, badan peradilan dan advokat. Di luar institusi tersebut masih ada di antaranya, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Imigrasi. Problem dalam penegakan hukum meliputi hal:
1. Problem pembuatan peraturan perundang- undangan.
2. Masyarakat pencari kemenangan bukan ke adilan.
3. Uang mewarnai penegakan hukum.
4. Penegakan hukum sebagai komoditas politik, penegakan hukum yang diskriminatif dan ewuh pekewuh.
5. Lemahnya sumberdaya manusia.
6. Advokat tahu hukum versus advokat tahu koneksi.
7. Keterbatasan anggaran.
8. Penegakan hukum yang dipicu oleh media masa.

Problem tersebut di atas memerlukan pe mecahan atau solusi, dan negara yang dalam hal ini diwakili pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang bertujuan memperbaiki kinerja institusi hukum, aparat penegak hukum dengan anggaran yang cukup memadai sedang outputnya terhadap perlindungan warganegara diharapkan dapat meningkatkan kepuasan dan sedapat mungkin mampu menjamin ketentraman dan kesejahteraan sosial bagi seluruh anggota masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan upaya untuk mencapai ketertiban dan keadilan dalam penegakan hukum telah ada perubahan dan perbaikan dari sistem peradilan itu sendiri, serta upaya meningkatkan sumber daya manasia dan pemberdayaan lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya (Kepolisian dan Kejaksaan) serta adanya partisipasi masyarakat demi mewujudkan hukum yang berkeadilan dan mengayomi masyarakat.