Dugaan Pelecahan yang Dilakukan Bupati Maluku Tenggara Harus Diselesaikan Secara Hukum

Maraknya kasus kekerasan dan pelecahan seksual pada perempuan dan anak membuat pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum harus benar-benar konsisten dalam menyelesaikan setiap tindak kejahatan seksual yang terjadi.

Pada awal September 2023 dugaan pelecehan yang dilakukan oknum pejabat kembali terjadi, Bupati Maluku Tenggara Taher Hanubun dilaporkan terkait dugaan pelecehan.

Sebelumnya kadis PPPA provinsi Maluku yang juga diduga melakukan pelecehan terhadap bawahannya sendiri, dilaporkan ke kepolisian daerah maluku.

“Harus diusut tuntas karena kasus kekerasan dan pelecehan sexual tidak mengenal kata damai,” kata Adhy Fadhly saat di mintai tanggapannya terkait kasus tersebut di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (8/9/2023)

Menurut aktivis HAM dan anti korupsi asal Maluku ini, kasus yang terjadi beberapa waktu lalu yang diduga dilakukan oleh Taher Hanubun yang tak lain adalah Bupati Maluku Tenggara adalah kasus yang harus dituntaskan terlebih kasusnya sudah dilaporkan secara resmi oleh korban pada polda setempat dengan No laporan TBL/230/IX/2023/MALUKU/SPKT.

Maka sudah sepatutnya aparat penegak hukum menyelesaikan kasus ini secara terang benderang, apalagi yang diduga melakukan pelecehan adalah seorang pejabat publik sekelas kepala daerah, kalau tidak diselesaikan bisa menjadi sebuah preseden buruk bagi birokrasi pemerintah khususnya di Maluku.

Lebih lanjut Adhy Fadhly mengatakan, seiring meningkatnya kesadaran publik dalam hal berani speak up kejadian yang dialami para korban, ini harus diiringi juga kesadaran para aparat berwenang untuk tidak bermain-main dengan perkara pelecehan seksual. Sebab ini adalah sebuah kejahatan kemanusiaan.

Adhy menyayangkan jika kasus ini pada akhirnya akan diarahkan pada jalur restoratif justice, namun jika ini yang terjadi maka sudah pasti akan bertentangan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“Jadi harapan kami atas kasus ini, aparat kepolisian tunduk dan patuh terhadap aturan hukum tersebut, sebab UU TPKS adalah produk hukum yang menjadi pedoman bagi penegakan hukum terkait kekerasan dan pelecehan di berbagai ruang dan berbagai modus,” tandas Adhy.

Bahkan menurut Direktur Executive Voxpol Network Indonesia ini bahwa yang terjadi adalah sebuah dugaan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan seorang pejabat publik, maka negara harus tampil dengan produk hukumnya yang mana wajib ditaati oleh aparat berwenang dalam hal ini kepolisian daerah maluku yang menangani perkara tersebut.

Dia mengingatkan bahwa kejahatan kekerasan maupun pelecehan seksual bukan delik aduan, tapi delik biasa atau delik murni. Jadi meskipun kasus ini berakhir damai seperti informasi yang sudah kami dengar tetap saja proses hukumnya harus tetap dilakukan atau berjalan.

“Parahnya jika kasusnya sampai dihentikan akibat adanya kesepakatan damai, bisa saja si pelapor yang dalam kasus ini adalah korban bisa dijadikan tersangka dengan dugaan pembuatan laporan palsu yang mana dapat dijerat dengan hukuman 1 tahun 4 bulan berdasarkan pasal 220 KUHP,” tandas Adhy.

Kata Adhy, Pihak kepolisian harus ekstra, sebab yang kami khawatirkan biasanya para saksi yang akan dipanggil tidak mau hadir, mungkin disebabkan oleh adanya tekanan atau alasan lainnya. Ini yang harus di kawal dan diberi perlindungan terhadap saksi dan korban.

Lebih lanjut Adhy mengatkan, jika merujuk pada amanat konstitusi yang tertuang pada UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Khususnya Pasal 23 yang menegaskan; tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan kecuali terhadap pelaku Anak. Sedangkan pada Pasal 76D UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, jo Pasal 6 Ayat (1) jo Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan tegas menyatakan bahwa persetubuhan terhadap anak atau pelecehan seksual secara fisik terhadap anak, bukanlah delik aduan tetapi delik biasa.

“Jadi jika laporan itu dicabut pun, aparat kepolisian wajib melakukan proses penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut, prinsipnya kasus ini harus diproses tuntas,” jelas aktivis asal Maluku ini.

Ia menegaskan kasus dugaan pelecehan ini harus dikawal sebab dikhawatirkan akan muncul kasus kasus lama yang sengaja diputar ulang dengan tujuan mengkaburkan kasus dugaan pelecehan tersebut.