Gelar Adat Maluku bukan Alat Negosiasi

Adat merupakan sesuatu yang sakral bagi daerah-daerah yang masih berpegang pada norma serta pranata-pranata adat daerah masing-masing seperti di Maluku yang terkenal sangat kuat memegang norma-norma adat daerah tersebut.

Namun semakin hari adat istiadat di Maluku dijadikan sebagai sesuatu yang komersial dan bersifat tendensiu seperti yang disampaikan Umar Santi Lestaluhu lewat akun faceboknya.

Selaku juru bicara Aliansi Rakyat Maluku Selatan, Umar Santi sangat menyayangkan pola-pola pragmatis yang selalu dipraktikkan oleh para pemangku adat di Maluku.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pemberian gelar adat memerlukan kajian yang mendalam dan konkrit dari berbagai kalangan, baik itu akademisi maupun tokoh-tokoh adat yang betul-betul memahami adat tersebut sehingga pemberian gelar adat tidak dijadikan sesuatu yang pragmatis dan berbau politis.

Pernyataan Jubir Aliansi Rakyat Maluku Selatan ini pun diikuti dan didukung oleh berbagai elemen masyarakat seperti halnya dikekuarkannya surat terbuka dari kelompok yang mengatasnamakan ‘Anak Kandung Bumi Saka Mese Nusa’seperti yang dilansir akun YouTube Marinyo Maluku pada prinsipnya menolak dengan keras rencana pemberian gelar UPU LATU dan INA LATU terhadap Gubernur Maluku Murad Ismail dan istrinya.

Sebab dianggap bertentangan dengan norma-norma adat dan sarat kepentingan oknum maupun kelompok tertentu bahkan pernyataan tegas juga dikekuarkan oleh lembaga Kalesang Maluku lewat akun Facebook Ketua Kalesang Maluku Vigel Faubun.

Dalam unggahan tersebut, vigel menyanyangkan sikap majelis Latupati bahkan dia mengatakan Majelis Latupati Maluku hanya lembaga ‘cari muka dan cari amplop sampai menjual hak kesulungan.