KPK dan Hukum Alat Sandera Politik

Oleh Musni Umar, Sosiolog

Media memberitakan, Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang baru (2/5) di deklarasikan sebagai Cawapres Anies Baswedan, telah dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (5/9/2023) untuk diperiksa  tentang kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada saat dirinya menjadi menjadi menteri Tenaga Kerja RI.

Kasus tersebut diduga keras sebagai sandera politik. Setidaknya ada 5 (lima) alasannya. Pertama, kasus ini terjadi 12 tahun lalu, saat Muhaimin Iskandar menjadi Menteri Tenaga Kerja RI dengan Presiden SBY. Kalau bukan sandera politik mengapa dalam kurun waktu yang cukup lama tidak diselesaikan.

Kedua, kasus ini sarat dengan kepentingan politik karena hanya beberapa hari setelah Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar deklarasi sebagai Capres dan Cawapres pemilu 2024,  Muhaimin Iskandar sudah di panggil Tim Penyidik KPK untuk diperiksa.

Ketiga, surat perintah penyelidikan (sperindik) sudah dikeluarkan pada bulan Agustus 2023. Artinya informasi sudah bocor bahwa Muhaimin Iskandar akan dijadikan calon wakil presiden untuk mendampingi Anies Baswedan. Hal itu harus di stop dengan memberi shock terapy kepada Muhaimin Iskandar dan publik.

Keempat, pasca Undang-undang KPK diubah, posisi KPK dibawah Presiden. Dengan demikian, KPK tidak lagi independen seperti pada awal didirikan di awal reformasi, sehingga sulit dihindari intervensi politik.

Kelima, KPK sejatinya seperti Kejaksaan Agung RI yang stop melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi menjelang pemilu 2024 untuk menghindari tuduhan bahwa hukum telah menjadi alat politik.

Sarat Kepentingan Politik

Pemanggilan Muhaimin Iskandar untuk diperiksa oleh KPK sulit dihindari sinyalemen publik bahwa kasus dugaan korupsi  12 tahun lalu baru mau dilakukan penyelidikan. Sulit dibantah tidak terkait erat dengan kepentingan politik seperti dikatakan Jubir KPK.

Kalau Muhaimin Iskandar menolak untuk dijadikan calon wakil presiden Anies Baswedan, di duga keras tidak akan dijadikan target penyelidikan.

Itu sebabnya para ketua umum partai politik selain Surya Paloh tidak berani mencalonkan atau dicalonkan menjadi calon presiden atau calon wakil presiden tanpa restu presiden Jokowi. Keberanian Surya Paloh mencapreskan Anies Baswedan, Johny G. Plate, Sekjen Partai NasDem telah menjadi tumbal dengan dalih pemberantasan korupsi.

Pertanyaannya, apakah keberanian Muhaimin Iskandar menjadi calon wakil presiden Anies Baswedan akan menjadi tumbal politik berikutnya atas nama pemberantasan korupsi? Kita berdoa tidak terjadi. Politik cawe-cawe bisa menjadi kenyataan bila publik diam.  Wallahu a’lam bisshawab.