Skenario Jokowi untuk Cawapres Gibran Dimuluskan MK?

Oleh: Denny Indrayana (Mantan Wamenkumham)

Dalam pandangan saya, uji konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres di MK, makin telanjang menunjukkan motivasi politiknya. Uji syarat umur itu adalah bagian dari skenario cawe-cawe dan strategi Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024. Lebih jelasnya, langkah taktis hukum untuk membuka peluang Gibran Jokowi maju dalam Pilpres 2024, yang memperpanjang dinasti Jokowi dan kroni oligarkinya dalam perpolitikan tanah air.

Dari pemohonnya saja sudah ada indikasi motif politik, saat diajukan oleh PSI (Jokowi) dan kader Partai Gerindra, yang menguatkan sinyalemen, ada upaya memasangkan calon presiden Prabowo dengan Gibran Jokowi. Dalam sidang kemarin, tidak seperti biasanya, DPR dan Pemerintah (𝐛𝐚𝐜𝐚: 𝐏𝐫𝐞𝐬𝐢𝐝𝐞𝐧 𝐉𝐨𝐤𝐨𝐰𝐢), sama sekali tidak melakukan perlawanan. Alias menyerahkan “pasrah bongkokan” kepada Putusan MK.

Memang, secara teori, permohonan uji konstitusionalitas norma UU di MK bukanlah gugatan yang berhadap-hadapan antara Pemohon dengan Presiden dan DPR. Sehingga, tidak wajib Presiden dan DPR berbeda posisi dengan Pemohon. Namun, dalam realitasnya, hampir selalu Presiden dan DPR menolak argumentasi pemohon. Maka, jika sekarang dalam bahasa judul “Kumparan”, “DPR dan Pemerintah Isyaratkan Dukung Usia Capres-Cawapres Minimal 35 Tahun” (Klik: kumparan.com/…/dpr-dan-pe…), maka patut dibaca bahwa, arah politik Istana dan Senayan memang sedang membuka jalan bagi Gibran Jokowi maju ke Pilpres 2024. Apalagi, yang membacakan tanggapan dari DPR adalah kader Partai Gerindra juga. Tidak ada kebetulan dalam politik.

Patut pula dicatat, Gibran Jokowi tidak pernah tegas menolak untuk dicalonkan dalam Pilpres 2024. Yang terbaca, dengan konsultan yang terus mendampinginya, Gibran memang sedang disiapkan Jokowi untuk menjadi salah satu opsi cawe-cawenya dalam Pilpres 2024. Tidak sulit membacanya, salah satunya dengan melihat arah langkah politik PSI (Jokowi), partai yang lebih menunjukkan jati diri sebagai relawan dinasti Jokowi.

Tadi malam, diskusi saya dengan Grace Natalie PSI soal uji konstitusionalitas syarat umur Capres-Cawapres di MK bisa pula dijadikan referensi (Klik: youtube.com/watch?v=c8cniB…).

Meskipun, dalam beberapa isu, Grace PSI tidak menjawab argumentasi yang saya sampaikan. Misalnya, ketika saya menyoal konsistensi PSI (Jokowi) yang katanya menolak dinasti, tetapi toh mendukung 3 periode Jokowi, mendukung Gibran Jokowi di Solo, Bobby Jokowi di Medan, ataupun Kaesang Jokowi di Depok, Grace PSI berdalih juga mendukung politisi muda lainnya di pilkada. Grace PSI tidak menjawab dimana konsistensi menolak dinasti, dengan fakta dukungan tanpa syarat ke keluarga Jokowi tersebut.

Karena itu, saya menyoal argumen Grace PSI, bahwa ini semata untuk mendukung aspirasi kaum muda menjadi paslon dalam Pilpres. Karena, dalam analisis saya, yang terjadi adalah PSI (Jokowi) sedang melayani kepentingan politik Jokowi, untuk membuka peluang Gibran Jokowi bisa menjadi kontestan dalam Pilpres 2024. Yang terjadi, PSI sedang menjalankan arah politik penghambaannya “Tegak lurus pada Jokowi”, yang artinya tunduk patuh pada kuasa istana. Hanya tegak lurus, dan semata patuh pada istana itulah yang lebih mengemuka, ketimbang memperjuangkan aspirasi kaum muda.

Teman-teman PSI (Jokowi), harap dicatat, kemudaan itu salah satu ciri utamanya adalah, kritis dan menolak tunduk pada kekuasaan. Semangat kritis kepemudaan sama sekali bertolak belakang dengan jargon “tegak lurus pada Jokowi” sang pemilik kuasa istana, yang tidak jarang harus dikritisi dan justru harus dilawan, karena kebijakannya yang koruptif dan represif.

Yang juga menarik bagaimana sikap PDI Perjuangan. Kalau Jokowi maju dengan skenario politiknya sendiri lewat pencalonan Gibran Jokowi di Pilpres 2024, dan tidak berpasangan dengan Capres Ganjar Pranowo yang diusung PDI Perjuangan, maka menarik untuk menunggu sikap PDI Perjuangan (Megawati Soekarnoputri).

Terakhir, kepada para Hakim Konstitusi Yang Mulia, saya menitipkan harapan untuk menjaga marwah UUD 1945, dan tidak dibiarkan terus dimanfaatkan semata-mata untuk kepentingan membangun kekuasaan dinasti, apalagi yang koruptif dan merusak negara hukum konstitusional Indonesia.

Melbourne, 2 Agustus 2023