Cawe-cawe Jokowi demi Membangun Politik Dinasti?

Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Jokowi terus melakukan nepotisme dengan membangun politik dinasti. Setela Gibran, Boby, Usman, sekarang Kaesang mau “dikarbit” untuk jadi Walikota Depok. Adakah ini yang disebut ketamakan, suatu hal yang dianggap tabu oleh Presiden sebelumnya.

Rupanya cawe-cawe Jokowi bukan soal endotsememt capres saja, tapi juga soal dinasti politik keluarga. Ini menjadi warisan buruk Jokowi bagi kepemimpinan berikutnya. Hal-hal semacam itu yang tidak dianggap buruk oleh Jokowi, sehingga ketika Anies dan para pengusungnya dari koalisi perubahan dan persatuan membuat slogan perubahan malah dikritik oleh Jokowi dan Luhut. Padahal, hampir semua hal yang diwariskan rezim Jokowi bermasalah : ,hutang yang menggunung, kolusi, nepotisme dan korupsi ugal-ugalan dan sudah merasuk ke semua lini, ekonomi ambruk, moralitas hancur, kedaulatan negara sudah tergadai, rakyat semakin sengsara dan tidak berdaya, harga-harga barang terus melambung, kesempatan kerja semakin sulit, kebenara. dan kejujuran menjadi barang langka, sementara kesesatan meraja lela, kaum pribumi disingkirkan sementara “penjajah” china dijadikan majikan yang (hampir) tak tersentuh hukum, belum lagi soal IKN yang bakal jadi kota hantu seperti ibu kota Naypyidaw di Myanmar dan Kereta Cepat Jakarta Bandung yang bakal jadi bom waktu.

Jadi pernyataan Jokowi dan Luhut yang “anti” perubahan dan menginginkan estafet (melanjutkan) lalu program yang mana yang harus dilanjutkan?

Baru-baru ini Jokowi menegaskan bahwa pemimpin berikutnya harus melanjutkan program-program yang telah dirintis oleh Jokowi.

Kepemimpinan itu seperti tongkat estafet, bukan seperti meteran POM Bensin,, itu kurang lebih tamsilan Jokowi yang seolah sedang mengkritik Anies dengan slogan perubahannya. Sayang, perbandingan tentang “tongkat estafet” dan ‘meteran POM Bensin” sepertinya kurang tepat.

Kepemimpinan negara bukan seperti kepemimpinan di kesatuan (TNI, POLRI, dll) yang harus melanjutkan kepemimpinan sebelumnya. Apalagi dengan membandingkan seperti meteran POM Bensin yang selalu mengulang dari nol lagi,. Motto Anies adalah : continuity and change (keberlanjutan dan perubahan).
Anies akan melanjutkan program-program yang pro rakyat, bukan asal program dari presiden sebelumnya. Jika program sebelumnya merugikan dan menyengsarakan rakyat dan hanya menguntungkan kepentingan segelintir orang (para oligarki taipan), dipastikan tidak akan dilanjutkan.

Jadi kedua tamsilan tersebut tidak nyambung kan?

Akhir-akhir ini Jokowi dan Luhut terus menggaungkan perlunya keberlanjutan semua program yang telah dirintis oleh Jokowi, terutamanya pembangunan IKN, Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), Program Ekonomi, dan Cara-cara mengelola pemerintahan. Malah belakangan cawe-cawe nya bertambah : ingin membangun dinasti politik keluarga.

Rupanya Jokowi dan Luhut tidak mau kalau Presiden berikutnya mengabaikan, apalagi mengacak-acak program yang telah dirintisnya.

Mengapa mereka khawatir banget dengan sesuatu yang sudah tidak menjadi tanggung jawabnya?

Sebenarnya kritikan-kritikan itu ditujukan untuk siapa ? Untuk Anies ? Bukankah Anies tidak masuk hitungan sebagai capres karena akan dijegal ? Tapi jika kritikan itu untuk Prabowo dan Ganjar, sangat tidak logis karena baik Prabowo maupun Ganjar adalah capres yang di-endorse oleh Jokowi dan mereka berdua siap untuk melanjutkan program-program Jokowi.

Jika kita membaca dari sudut pandang yang tersirat apa yang disampaikan Luhut dan Jokowi, ada pengakuan secara tidak langsung bahwa :

Pertama, Mereka sebenarnya mengakui kalau elektabilitas Anies unggul dan tak terbendung

Walaupun lembaga survey bayaran (oligarki taipan) selalu menempatkan Anies di urutan ketiga, mereka tidak bisa membohongi diri sendiri kalau elektabilitas Anies sebenarnya yang tertinggi bahkan telah jauh melampaui Prabowo dan Ganjar.

Kedua, Jokowi dan Luhut mengakui bahwa kemungkinan besar Anieslah yang akan menjadi Presiden 2024

Walaupun usaha penjegalan Anies oleh (rezim) Jokowi sudah sangat brutal, tapi yakinlah bahwa semua usaha mereka bisa gagal total dan Anies akan tetap melenggang menuju RI-1 di tahun 2024.

Ketiga, Di tengah kegalauan dan kepanikan kalau Anies yang akan menang, Jokowi terpaksa harus ikut cawe-cawe.

Cawe-cawe Jokowi walaupun aneh (baru kali ini seorang Presiden ikut cawe-cawe) , tapi itulah upaya terakhit Jokowi untuk menyelamatkan diri dan keluarga dari jeratan hukum dan kemungkinan dipenjara.

Keempat, Untuk melanjutkan dinasti kekuasaannya, Jokowi akhirnya melakukan nepotisme dengan membangun dinasti keluarga

Baru kali ini seorang Presiden menyalahgunakan kekuasaannya melakukan nepotisme .
Setelah Gibran (anak), Boby (mantu), Usman (ipar), dan the next candidat adalah Kaesang (anak), lalu akankah juga Iriana (istrinya) ? Ini namanya memanfaatkan aji mumpung selagi berkuasa, bukan karena faktor kemampuan dan kompetensi, tapi lebih karena uang dan kekuasaan.

Masih adakah rakyat di alam demokrasi yang tertarik dengan politik dinasti? Semoga rakyat semakin cerdas dalam mrmilih pemimpinnya.

Bandung, 01 Dzulhijjah 1444