Kepatuhan Syariah dalam Pengelolaan Zakat

Penghimpunan, pencatatan dan pendistribusian zakat di lembaga zakat harus memenuhi kepatuhan syariah. Dalam penghimpunan zakat harus benar, jujur, transparan, dan tidak manipulatif.

“Harus ada kepatuhan syariah dalam aspek penghimpunan, pencatatan, dan pendistribusian Zakat. Dalam aspek penghimpunan zakat didasarkan QS. At-Taubah ayat 34,” kata Dewan Pengawas Syariah Ustaz Agus Setiawan dalam Forum Literasi Filantropi Vol.9 dengan tema Kepatuhan Syariah yang diadakan Akademizi, Rabu (7/6/2023).

QS. At-Taubah ayat 34: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih”.

Kata Ustaz Agus, ketika Allah memberikan karunia berlebih kepada seseorang, ada hak orang lain yang wajib dikeluarkan yang disebut zakat. “Amil berusaha untuk membersihkan harta yang berlebih itu dengan berzakat,” paparnya.

Penghimpunan zakat didasarkan HR. Muslim No. 987. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka jahanam, lalu disetrika dahi, rusuk, dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.”

Menurut Ustaz Agus, para ulama mengatakan, dahi orang tidak berzakat disetrika karena mengabaikan orang-orang yang miskin.

Dalam implementasi penghimpunan zakat melalui lembaga harus memenuhi kepatuhan syariah. “Harus benar, jujur, transparan dan tidak manipuatif,” paparnya.

Menurut Ustaz Agus, sesuai kepatuhan syariah, petugas zakat tidak menawarkan berlebihan menjanjikan hadiah kepada donatur sebagai syarat donasinya. Misalnya petugas zakat mengatakan, “Udah deh, ke kita saja, nanti ada hadiah menawarkan fasilitas seminar dari lembaga zakat kita.”

“Itu tidak boleh menjanjikan hadiah untuk mendapatkan donasi. Barusan IZI mendapatkan sertifikat ISO 9001: 2015 untuk Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu dan ISO 37000 : 2012 untuk Sistem Manajemen Anti Penyuapan dan Pencucian Uang,” paparnya.

Dalam menawarkan zakat melalui telepon harus sopan dan tidak berlebihan. Mengurus zakat merupakan perintah ajaran Islam. Bagian telemarketing zakat tidak boleh menggunakan suara rayuan yang bertentangan dengan syariah Islam. Dalam mengajak calon donatur atau muzaki untuk berzakat harus dengan edukasi.

“Sesuai kepatuhan syariah, amil tidak boleh mengambil keuntungan pribadi dengan memanipulasi dana yang diserahkan ke muzaki. Marketing suatu lembaga zakat tidak boleh menawarkan lembaga pribadi atau yayasan diluar lembaga zakat tersebut ke donatur. Ini tidak sesuai dengan syariah,” paparnya.

Berdasarkan kepatuhan syariah, menurut Ustaz Agus, presentasi atau menjemput zakat harus terbuka dan tidak menimbulkan fitnah. “Petugas penjemput zakat ikhwan atau akhwat yang jemput harus dilakukan secara terbuka,” tegas Ustaz Agus.

Kata Ustaz Agus, ketika lembaga zakat menjadi sponsor suatu acara harus memenuhi kepatuhan syariah. Acara yang disponsori tidak boleh mengandung unsur politik, pornografi, SARA dan destruktif. “Misal lembaga zakat menjadi sponsor dangdut tidak boleh,” tegasnya.

Dosen STEI SEBI, Dadang Romansyah, mengatakan, pentingnya audit syariah untuk lembaga zakat. “Lembaga zakat ada audit syariah oleh Kemenag dan inspektorat. Regulasi secara keseluruhan, banyak pimpinan Baznas diminta kembalikan gaji gara-gara yang bersangkutan ASN. Lembaga zakat secara mandatori diaudit akuntan independen,” jelasnya.

Dadang Romansyah meminta adanya reformasi tata kelola lembaga zakat terutama dalam digitalisasi. “Dalam reformasi tata kelola lembaga zakat, amil harus mempunyai tablet, android, serta komputer sehingga tidak hanya mengandalkan transaksi manual yang sifatnya terbatas” ungkapnya.

Sedangkan Pimpinan Baznas, M. Nadratuzzaman Hosen, mengatakan, kepatuhan syariah di lembaga zakat ada implementasinya di fikih.

“Kita berpegang dari Fatwa MUI, ada juga lembaga zakat tidak mengikuti Fatwa MUI tetapi mengikuti aturan di ormasnya. Ini persoalan perbedaan,” paparnya.

Ketika aturan Fatwa MUI sudah menjadi regulasi, kata Nadratuzzaman harus diikuti semua lembaga zakat. “Kalau sudah menjadi regulasi misal amil mendapat potongan muzaki 12,5 persen, ini tidak bisa diperdebatkan,” tegasnya.

Menurut Nadratuzzaman, kepatuhan syariah lembaga zakat terkait dengan kepercayaan kepada publik. “Mungkin masyarakat tidak mengaudit tetapi ada pengurus zakat menggunakan mobil mercy padahal tidak mempunyai bisnis hanya bekerja di lembaga zakat. Ini menjadi pertanyaan publik,” jelasnya.

Nadratuzzaman juga menyarankan kepada lembaga zakat, dalam mengambil kebijakan agar menggunakan beberapa indeks yang telah dibuat oleh Baznas, seperti Indeks Zakat Nasional, Indeks Literasi Zakat, Indeks Kesehatan Lembaga Zakat dan yang lainnya. Sehingga kebijkan yang dibuat dapat efektif dan efisien serta tepat sasaran.

Nadratuzzaman menjelaskan, terdapat beberapa rekomendasi guna menyempurnakan kebijakan dan regulasi zakat dalam mengoptimalkan potensi zakat di Indonesia. Rekomendasi tersebut ditujukan untuk tiga pihak yaitu, pembuat kebijakan, praktisi, dan akademisi.

“Untuk pembuat kebijakan, yaitu ; pembuat kebijakan harus mengembangkan peraturan atau kebijakan yang menyatakan untuk pengembangan suatu badan pengawas zakat yang independen dengan kewenangan yang memadai. Pembuat kebijakan harus memasukkan peraturan yang menyatakan tugas badan pengatur yang meliputi aspek kelembagaan zakat, pengumpulan zakat, aspek penyaluran zakat, dan aspek tata kelola zakat,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News