Jika Terima PK Moeldoko, MA Merampas Keadilan

Mahkamah Agung (MA) dinilai merampas keadilan jika menerima Peninjauan Kembali (PK) Moeldoko dalam kasus sengketa dengan Partai Demokrat.

“Kalau MA tetap mengabulkan PK yang diajukan Moeldoko, maka keadilan sudah dirampas secara sewenang-wenang. Kekuasaan sudah masuk terlalu jauh ke ramah hukum,” kata pengamat komunikasi politik Jamiluddin Ritonga kepada redaksi www.suaranasional.com, Senin (29/5/2023).

Jika MA menerima PK Moeldoko, kata Jamiluddin, secara politis tentu hal itu akan sangat berbahaya. Seperti diingatkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bila keadilan tidak datang, kita berhak nemperjuangkannya secara damai dan konstitusional.

Peringatan SBY itu tampaknya tidak hanya diikuti kader Partai Demokrat saja. Sebab, kalau MA memenangķan gugatan Moeldoko, maka Anies Baswedan akan gagal menjadi capres.

Bahkan tidak menutup kemungkinan PKS dan Nasdem turut marah bila MA memenangkan gugatan Moeldoko. Hal ini tentunya akan membuat stabilitas politik semakin kacau.

Menurut Jamiluddin, implikasi politis sangat besar bila keadilan diselewengkan untuk kepentingan kekuasaan. Karena itu, MA jangan bermain api dalam memutuskan gugatan kubu Moeldoko. MA harus tetap jadi gara terdepan dalam menegakkan keadilan.

Kata Jamiluddin, PK yang diajukan Moeldoko seharusnya ditolak oleh MA. Sebab, yang dijadikan obyek gugatan judicial review hanyalah AD/ART Partai Demokrat. Dalam hirarki hukum di Indonesia, AD/ART bukan produk perundang-undangan.

“Sesuai konstitusi, MA memang memiliki kewenangan judicial review terhadap peraturan perundang-undangan dibawah UU yang dinilai tidak sesuai atau bertentangan dengan UU. Sementara AD/ART yang hanya produk Partai Demokrat dan berlaku hanya di internal partainya, tentu bukan produk perundang-undangan,” pungkasnya.