Moeldoko Versus Petisi 100

by M Rizal Fadillah

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko ikut menanggapi wacana pemakzulan Jokowi yang disampaikan Petisi 100 saat bertemu Menkopolhukam Mahfud MD beberapa waktu lalu. Moeldoko menyebut isu pemakzulan itu kontra produktif. Ia minta agar pihak-pihak tidak membuat kegaduhan menjelang Pemilu bulan Februari 2024.

Menurut Moeldoko Presiden Jokowi sedang fokus untuk menyukseskan Pemilu 2024 yang demokratis. Benarkah ? Tidak. Jokowi tidak berperilaku netral dan tidak menyiapkan Pemilu yang demokratis. Faktanya adalah Jokowi sedang meracuni Pemilu dengan perilaku oligarkis bahkan monarkis. Menggiring suara dengan suap bansos serta all out untuk sukses Gibran.

Moeldoko menyatakan rakyat mengapresiasi kinerja Jokowi. Benarkah ? Tidak juga. Banyak kritik atas program pemerintahan Jokowi yang tidak tuntas, boros, elitis, bahkan jor-joran berhutang ke luar negeri. Rezim perusak alam dan pemburu rente. Harga kebutuhan hidup terus naik, serta jurang kaya miskin yang semakin dalam. Korupsi pun merajalela. Tidak percaya ? Hayo buat referendum. Rakyat mengapresiasi atau membenci ?

Kepuasan atas kinerja pemerintah bernilai artifisial dan diduga kuat sebagai produk dari lembaga survey bayaran. Pada situasi “uang bisa mengatur segalanya”, publikasi lembaga survey tidak dipedulikan rakyat. Rakyat tidak percaya kepada lembaga survey karena telah menjadi lembaga hoax yang legal. Ironi dari negara yang katanya menjunjung moral.

Moeldoko minta agar tidak membuat gaduh dengan isu pemakzulan, siapa sesungguhnya yang menjadi sumber kegaduhan ? Jokowi sang pembuat gaduh. Sepanjang pemerintahannya kegaduhan demi kegaduhan terjadi. Jokowi menjadi rezim yang tidak pernah membuat rakyat tenang, tentram dan nyaman. Seperti ucapannya sendiri ruwet, ruwet, ruwet.

Wajar saja Moeldoko membela Jokowi karena ia adalah Kepala Staf Kepresidenan, tetapi ia lupa bahwa Jokowi juga di saat mendekati Pemilu justru bertindak brutal menginjak demokrasi. Ia membangun politik dinasti. Politik yang dikualifikasi sebagai kriminal.

Untuk sukses Gibran Jokowi mengerahkan Usman maupun Iriana.

Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Perekat Nusantara menggugat Jokowi dan keluarga ke PTUN sedangkan Petisi 100 dan Forum Alumni Perguruan Tinggi Bandung Berijazah Asli ( For Asli) melaporkan Jokowi dan keluarga ke Bareskrim Mabes Polri. Ini berarti pemakzulan di samping merupakan persoalan hukum tatanegara juga kini telah terkait erat dengan hukum administrasi negara dan pidana.

Moeldoko yang awalnya hanya berhadapan dengan Petisi 100 soal serangan pemakzulan, kini harus berhadapan dengan rakyat yang melawan politik dinasti atau nepotisme.
Jokowi dan keluarga telah menjadi musuh rakyat.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 23 Januari 2024