Anies Baswedan Takut Dianggap Menjalankan Politik Identitas?

Politik identitas yang dimaksud penguasa adalah Islam, lebih khusus Islam yang tergabung dalam 212 dan FPI. Artinya penguasa tidak suka dengan adanya persatuan di antara umat Islam apalagi terhadap Islam yang patuh pada agamanya (ahli sunnah wal jamaah). Penguasa lebih nyaman pada Islam Nusantara yang sebenarnya justru tidak sesuai dengan agama Islam yang sebenarnya.

Walau penguasa tidak suka pada umat Islam yang taat, tapi doyan banget pada uangnya. Uang umat Islam yg terkumpul untuk haji, zakat dan bahkan kencleng telah menjadi menjadi sasaran.

Nah Anies selalu disudutkan pada pilihan seperti ini, sehingga Anies terlihat merasa gamang jika secara tegas merangkul Islam garis lurus yang disebut, intoleran, radikal, kadrun, dst. Anies yg terpilih menjadi Gubernur DKI tidak lepas dari dukungan Islam garis lurus militan yang dipimpin oleh IB HRS, itu merupakan fakta. Anies juga dikritik kubu sebelah, karena mengatakan kata “pribumi”, padahal nyatanya DKI itu adalah miliknya pribumi. Anies tidak boleh takut terhadap framing radikal atau intoleran, karena nyatanya tidak demikian.

Pemimpin tipikal seperti Anies selalu ingin berdiri di tengah, itu bukan hal yang jelek bahkan baik sekali. Artinya Anies merupakan pemimpin bagi seluruh bangsa Indonesia, bukan pemimpin sebagian rakyat Indonesia. Oleh karena itu Anies jangan takut bertemu dengan para Ulama garis lurus ini, malah Anies yang harus mendekati ulama ini. Mereka ada kunci dukungan yang sebenarnya. Demikian juga partai yg dengat dengan ulama lurus tentu akan dicintai oleh rakyatnya

Konsekwensinya atas sikap Anies seperti itu, Anies harus merangkul secara tegas semua golongan rakyat, termasuk anggota FPI, mantan umat HTI dan keluarga 212. Anies tidak boleh ragu dan harus terus terang untuk berpihak dan setia pada negara dan pribumi sebagai pemiliknya.

Bagaimana dengan warga non pri ? Tentu sama saja Anies harus merangkul semua warga non pri yang merasa menjadi bagian dari bangsa Indonesia.

Ingat tidak semua non pri merasa Indonesia sebagai negaranya, kelompok ini merasa cuma numpang hidup disini. Itulah kenapa uang hasil berdagang di Indonesia, mengalir ke LN. Kelompok seperti ini tentu tidak perlu didekati. Imigran China beserta tka nya itu lain soal, mereka adalah jelas bangsa asing, walau telah memiliki ktp asli sekalipun.

Sudah pasti sikap tegas ini akan mendapat reaksi balik dari penguasa, tapi itu justru hal yang baik dan akan meningkatkan elektabilitas Anies. Hanya pemimpin abal2 saja yg pura2 setia pada negara tapi sebenarnya berpihak pada non pri. Partai pendukung Anies tentu harus berpihak pada pribumi dan semua golongan juga tentunya. Jika ada partai atau oknumnya yg ikut memusuhi umat Islam dan pribumi, kayaknya partai tersebut perlu dipertanyakan kembali integritasnya.

Bahasa politik memang abu-abu, tapi ketegasan ke mana Anies berpihak itu sangat penting. Bayangkan 4 orang terkaya di Indonesia sama dengan harta 100 juta penduduk Indonesia paling miskin (credit Suisse vide Indef 2023), tentu ketimpangan seperti ini harus diperbaiki. Tidak perlu ragu untu menyebut pribumi atau non pribumi, karena memang ini menjadi bagian dari persoalan bangsa Indonesia.

Anies memerlukan dukungan pribumi yang jumlahnya sekitar 90% dan umat Islam yg jumlahnya sekitar 85 % untuk memenangkan pertarungan ini. Oleh karena itu sikap yang tegas akan memperlihatkan mana kawan yang pro pada non pri, mana kawan yang pro pada sekulerisme stau komunisme di dalam perjuangan ini.

Bandung, Februari 2023
Memet Hakim
Pengamat Sosial
Ketua Wanhat APIB