Pengamat Sosial: Parpol bukan Alat Perjuangan tapi Cari Duit

Partai politik (parpol) bukan alat perjuangan ideologi membela negara dan mensejahterakan masyarakat tetapi tempat mencari uang untuk kelompoknya.

“Dulu parpol merupakan alat perjuangan memperjuangkan ideologi, sekarang menjadi alat cari duit,” kata pengamat sosial Memet Hakim kepada redaksi www.suaranasional.com, Kamis (3/11/2022). “Sehingga partai rela berbuat apa saja asalkan dapat duit. Itu kesan secara umum, tapi ada juga parpol tidak terlalu rakus,” ungkapnya.

Orang berlomba masuk parpol motivasinya duit, terlihat saat jadi caleg misalnya, setelah jadi semua urusan jadi uang. Paling tidak itu pengalaman seorang mantan anggota Dewan.

“Anggota Dewan sekarang merupakan wakil partai, bukan wakil rakyat. Ada perbedaan yg mendasar diantara keduanya,” paparnya.

Menurut Memet, parpol yang membeli suara untuk menang atau berkembang, tentu akan korup kelak. Saat membuat UU, Peraturan lain-lain diperlukan uang untuk membeli suara, akhirnya uang yg bicara bukan esensi peraturan.

“Tidak heran jika banyak UU yang merugikan negara dan rakyat, karena polanya seperti itu. Jadi benar kata orang, masuk partai hanya untuk cari duit dengan mudah. Rakyat itu sering disebut buat aksesori belaka,” paparnya.

Orang baik yang masuk partai akan tersisih dengan sendirinya, jika hanya berpihak pada rakyat. Yang jelas bela rakyat itu tidak ada duitnya, yang ada malah keluar duit. Makanya orang baik pun terpaksa cari duit untuk bertahan di partai.

Menurut Memet, parpol juga sangat tergantung dari figur ketuanya, di jajaran bawah umumnya hanya menunggu arahan sang Ketua. Kembali urusan rakyat tergantung dari Ketua juga akhirnya.

Memet juga mengatakan, penyimpangan terhadap UUD 45 yang asli menyebabkan adanya perubahan wakil rakyat menjadi wakil parpol. Parpol yang tidak pernah berjuang dalam kemerdekaan tiba-tiba menjadi penguasa. Sama dengan pengusaha China yang tidak ikut berjuang tiba-tiba jadi warga negara kelas satu, seolah yang memiliki negara ini.

“Tiba-tiba juga pribumi terutama ulama Islam disingkirkan bahkan mereka dianggap teroris, tiba-tiba TKA China bermunculan, tiba-tiba juga lahan sawit dan tambang jadi milik asing, padahal jelas dan terang benderang itu milik rakyat Indonesia asli. Tiba-tiba juga banyak keturunan komunis bermunculan. Aneh tapi nyata, memang ada yang salah di negeri ini, harus segera direstorasi,” pungkasnya.