Indonesia Butuh Anies, Bukan Pemimpin Pencitraan

Oleh: Abdurrahman Syebubakar (Kritikus Sosial Politik)

Dalam dialog TVOne bertajuk “poles citra di media sosial” beberapa waktu lalu, pengamat politik Burhanudin Muhtadi dan Ujang Komarudin membandingkan konten medsos Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, dua gubernur yang menjadi aspiran capres paling diunggulkan.

Dari sisi konten, menurut Burhan, instagram (IG) Ganjar Pranowo lebih banyak menampilkan “emotional appeal.” Sementara, IG Anies Baswedan, menurutnya, sarat dengan isi kinerja.

Hal tersebut dibenarkan Ujang. Ganjar menggunakan pendekatan emosional, kata Ujang, karena itulah kelebihannya untuk menarik simpati publik. Sedangkan Anies, selalu mempublikasikan prestasinya. Sebab, dalam pandangan Ujang, keunggulan Anies adalah kinerja dan prestasi yang sudah dikenal publik, baik dalam konteks nasional maupun internasional.

Memang, Anies bukan pemimpin pencitraan yang tega mengeksploitasi keluguan dan kesengsaraan rakyat. Sebaliknya, ia sosok pemimpin yang mengutamakan isi dan kualitas daripada citra.

Karakter berkualitas Anies dapat dilihat dari kemampuannya memimpin Ibukota dengan segala potensi dan kompleksitas persoalan warisan gubernur sebelumnya. Terlebih, ia mampu mengarungi lautan kebencian dan fitnah sebagian warga yang dipengaruhi buzzer bayaran dan kelompok sektarian.

Saat dipimpin Jokowi-Ahok-Djarot, Jakarta menjadi wilayah yang tidak bersahabat dengan rakyat kecil. Alih alih beban penduduk miskin menjadi ringan, jumlah dan tingkat penderitaan mereka justru meningkat ketika dipimpin trio figur yang rajin pencitraan dan diklaim sebagai representasi partai wong cilik ini.

Penggusuran tidak manusiawi terhadap rakyat kecil menjadi tontonan sehari hari warga Jakarta, terutama di era Ahok. Hampir seluruh sektor utama pembangunan Jakarta merosot. Pengelolaan keuangan daerah amburadul dan korupsi meluas. Perslingkuhan antara oligarki kekuasaan dan oligarki ekonomi makin brutal, terutama melalui proyek reklamasi teluk Jakarta.

Namun, keadaan Ibukota menjadi jauh lebih baik sejak dipimpin Anies, seorang intelektual dengan visi besar dalam membangun manusia Indonesia.

Tanpa menutup mata atas kelemahannya, selama empat tahun kepemimpinan Anies, kondisi fisik Jakarta berubah drastis, makin tertata dan indah. Jalan raya dengan jembatan penyeberangan orang, halte, dan trotoar, tidak saja menarik, tetapi dibuat senyaman mungkin bagi seluruh lapisan masyarakat. Taman kota bertaburan di berbagai penjuru ibukota, yang bersahabat dengan semua kelompok usia dan status sosial ekonomi.

Kombinasi sarana publik yang aman dan nyaman dengan transportasi umum yang modern dan terintegrasi berkontribusi terhadap berkurangnya tingkat kemacetan di Jakarta. Berdasarkan Indeks Lalu Lintas yang dirilis TomTom, pada tahun 2017, Jakarta menempati peringkat ke-4 sebagai kota termacet di dunia, kemudian turun ke posisi 7 (2018), posisi 10 (2019), posisi 31 (2020), dan posisi 46 (2021).

Selain itu, kendati masih menjadi problem klasik Ibukota, titik titik dan durasi banjir di Jakarta berkurang sangat signifikan selama beberapa tahun terakhir. Hasil survei, yang digelar Populi Center akhir Januari hingga awal Februari 2022, menunjukkan bahwa 75 persen masyarakat Jakarta puas atas kinerja Anies dalam penanganan banjir.

Yang sangat penting, kualitas demokrasi tetap terjaga dengan indeks demokrasi paling tinggi di Indonesia, mencapai skor 89,21, jauh melampaui indeks demokrasi nasional sebesar 73,66 (BPS 2021).

Pembangunan manusia juga kembali tumbuh positif dengan indeks pembangunan manusia (IPM) paling tinggi di antara 34 provinsi. Skor yang mencapai 80,77 pada 2020 menjadikan Jakarta sebagai satu-satunya provinsi dengan status IPM yang sangat tinggi (skor≥ 80). Setara dengan kondisi pembangunan manusia negara-negara maju.

Seturut dengan itu, proporsi penduduk miskin yang sangat rendah terus turun mencapai 3.4% pada September 2019, berkat perlindungan sosial yang komprehensif dan inklusif, menjangkau penduduk paling rentan, termasuk anak-anak, perempuan, penyandang disabilitas dan warga lansia.

Kohesi sosial, yang sempat terkoyak sebelum era Anies, semakin baik. Atas keberhasilannya membangun dan merawat kerukunan ummat beragama, pemerintah provinsi DKI Jakarta, di bawah kepemimpinan Anies, dianugerahi Harmony Award 2020 oleh Kementerian Agama RI.

Tak terhitung berbagai penghargaan bergengsi dari dalam dan luar negeri yang rutin diterima Anies selama memimpin Ibukota.

Keberanian politik Anies melawan episenter oligarki dengan menghentikan proyek reklamasi para taipan di Teluk Jakarta patut diacungi jempol. Sebuah perkecualian dalam realitas politik Indonesia yang dikendalikan para taipan oligarkis.

Pasalnya, tak seorangpun pemimpin politik Indonesia, termasuk presiden, yang berani mengganggu agenda dan kepentingan para taipan. Mereka adalah pemodal para elit politik, sekaligus menjadi sumber pemiskinan rakyat dan akar segala kerusakan yang menimpa bangsa Indonesia.

Lebih jauh, menghadapi maha krisis akibat pandemi COVID-19, Anies menunjukkan kualitas kepemimpinannya.

Anies mengambil berbagai strategi dan langkah inovatif, mulai dari pembatasan mobilitas dan kegiatan masyarakat, perluasan dan reformasi bantuan sosial, pemberian insentif ekonomi bagi sektor riil dan pemberdayaan UMKM, hingga pendataan dan pelayanan warga secara daring.

Strategi dan langkah-langkah tersebut dilaksanakan melalui gerakan Jakarta Kota Kolaborasi yang mempertemukan berbagai pemilik sumber daya (dari seluruh unsur pemerintah dan non-pemerintah) dengan kebutuhan warga.

Sehingga, Jakarta yang awalnya menjadi episentrum COVID-19, tidak saja berhasil mengendalikan penyebaran virus ganas ini, tetapi juga memulihkan berbagai sektor yang terdampak cukup serius, seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, kesehatan, dan pendidikan.

Dengan berbagai kemajuan dan prestasi ekselen Anies memimpin Ibukota dalam waktu relatif singkat, wajar bila mayoritas mutlak (86%) warga Jakarta merasa puas dengan kepemimpinan Anies, seperti terungkap dalam Survei Populi Center baru-baru ini.

Sebagai Ibukota negara, Jakarta adalah miniatur Indonesia dengan segala potensi dan kompleksitas persoalannya. Ia menjadi arena ujian kepemimpinan nasional. Berhasil memimpinnya menjadi bekal utama menakhodai kapal besar Indonesia yang nyaris karam, menuju pulau harapan.