Petakan Masjid Cegah Radikalisme, Pengamat: Cara Pandang Negatif Rezim Jokowi Terhadap Umat Islam

Rezim Joko Widodo (Jokowi) mempunyai cara pandang negatif terhadap umat Islam atas tindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang melakukan pemetaan masjid untuk mencegah radikalisme.

“Pemerintah Jokowi harus mengevaluasi cara pandang negatif terhadap umat beragama, umat Islam khususnya yang melakukan pemetaan masjid untuk mencegah radikalisme,” kata pengamat Politik dan Kebangsaan Rizal Fadillah kepada redaksi www.suaranasional.com, Senen (31/1/2022).

Kata Rizal, Rezim Jokowi harus mengubah dari menempatkan umat Islam sebagai “musuh” menjadi sekurang-kurangnya “teman” jika tidak mampu menjadikan sebagai “dirinya”.

“Pemerintah Jokowi jangan membuka peluang dinilai sebagai pemerintah yang anti Islam. Anti Ormas Islam, anti Pesantren dan Anti masjid,” ungkapnya.

Jika tidak mengubah pola dan kebijakan politik bahkan terus “membombardir” umat Islam dengan isu intoleran, radikal, bahkan terorisme, maka umat Islam wajar jika harus merapatkan barisan untuk menghadapi potensi pecah belah dan konflik vertikal horizontal.

“Dikhawatirkan agenda tertunda MUI “masirah kubro” akan menjadi terealisasi. Menyerang masjid sudah memasuki ruang yang paling sensitif.
Setop pemetaan masjid. Selamatkan masjid,” paparnya.

Menurut Rizal, berprasangka bahwa masjid dan pesantren adalah sarang radikalisme dan terorisme adalah pandangan sesat, jahat dan berbahaya bagi kesatuan bangsa dan negara. Wujud dari gerakan sekulerisasi dan de-islamisasi yang ingin menghancurkan sendi-sendi keagamaan dan kebersamaan. Mencurigai, memetakan, dan mengontrol kegiatan masjid adalah sikap intoleran, radikal, bahkan teror. Terorisme negara.

“Wajar sekali jika MUI dan DMI dan Ormas Islam mereaksi atas agenda ini. Karena ada kebijakan berbau Islamophobia yang menempatkan umat Islam sebagai “musuh negara” dan hal ini tidak masuk akal. Ingin membangun negara yang mayoritas umat Islam bukan dengan menggali potensi maksimal umat Islam tetapi justru memusuhi dan memecah belah. Sekali lagi model seperti ini hanya dapat dilakukan oleh penguasa politik komunis dan imperialis,” pungkasnya.