GR-PRAI Desak Komisi III DPR RI Tegur KPK, Ini Alasannya

Lambannya respon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap penerimaan pengaduan dari masyarakat, terhadap persoalan yang berindikasi munculnya tindak pidana korupsi, kolusi, nepotisme, suap maupun gratifikasi, utamanya yang di duga tindak pidana suap maupun gratifikasi itu sebagai pemicu terjadinya konfllik di internal ORARI, bahkan di duga melibatkan kader Partai yang dipimpin Surya Paloh tersebut, rupanya mendapatkan sorotan tajam dari kalangan Milenial dari Gerakan Banteng Milenial Anti Korupsi, Gerakan Manivestasi Rakyat Milenial, Laskar Milenial Muslimin Berantas Korupsi, dan Himpunan Milenial Radio Amatir Indonesia yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Penggemar Radio Amatir Indonesia (GR-PRAI), bukan hanya sekedar menyorotinya, akan tetapi mereka juga mengadukan persoalan ini ke Komisi III DPR RI, yang merupakan mitra strategis dan kerja Komisi Pemberantasan Korupsi RI.

“Ya, kami sangat merasakan bahwa kinerja KPK RI, dalam merespon pengaduan maupun aspirasi kami sangat lamban, tentang adanya kasus dugaan suap yang memicu terjadinya konflik di internal ORARI, sampai sekarang, tidak ada tindakan apapun dari KPK, karena itulah kami mengadukannya ke Komisi III DPR RI,”ungkap Darul Muclis Koordinator Laskar Milineal Muslimin Berantas Korupsi, saat dihubungi awak media, Jumat, (28/1/2021) di Jakarta.

Menurut Darul Muclis, bahwa pengaduan ke Komisi III DPR RI disampaikan melalui surat yang berisikan berbagai persoalan kasus dugaan korupsi, di antaranya adalah kasus dugaan suap untuk mark-up anggaran proyek Bakamla di APBN tahun 2016 silam, yang juga di duga melibatkan anggota Komisi XI DPR asal dari Partai NasDem, berinisial DIP, ia diduga telah menerima uang Rp 90 miliar dari sejumlah proyek milik Badan Keamanan Laut (Bakamla), selain itu, juga dalam surat pengaduan tersebut, disampaikan adanya permasalahan dugaan terjadinya suap politik yang juga di duga melibatkan kader Partai NasDem berinisial DIP pada saat penyelenggaraan Munas XI ORARI, sehingga memicu terjadinya konflik di internal ORARI, tidak hanya itu, pada surat pengaduan ke Komisi III DPR RI, juga menyebutkan adanya dugaan gratifikasi terhadap Menkominfo Johnny Gerard Plate, terkait dengan kebijakan Menkominfo Johnny Gerard Plate mengeluarkan surat keputusan no.575 Tahun 2021 Tentang Pengukuhan Kepengurusan Pusat Organisasi Amatir Radio Indonesia periode 2021-2026, yang berindikasi adanya tindakan gratifikasi dari seorang pengusaha dari perusahaan Teknologi, yang diduga pengusaha tersebut ingin menjadikan ORARI sebagai wadah untuk memasarkan produknya, mengenai dugaan tindak pidana gratifikasi ini, juga sudah dilaporkan oleh rekan-rekan kalangan Milenial dari NTT.

“Dari tiga permasalahan tersebut, perlu kami informasikan bahwa permasalahan tersebut, sudah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi beserta penyidik, dengan harapan agar Komisi Pemberantasan Korupsi segera merespon dan menindaklanjuti laporan tersebut, sampai sekarang, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia dan juga Dewan Pengawas KPK nampaknya tidak merespon laporan maupun pengaduan,”tukas Darul Muclis Koordinator Laskar Milenial Muslimin Berantas Korupsi.

Sementara itu, di tempat terpisah, saat dihubungi wartawan, Ratih Paulina koordinator Himpunan Milenial Radio Amatir Indonesia, mengatakan bahwa tiga permasalahan kasus dugaan tindak pidana suap maupun gratifikasi yang juga diduga melibatkan kader Partai NasDem, merupakan permasalahan yang merupakan satu rangkaian tidak terpisahkan dan di duga telah menjadi biang keladi timbulnya kericuhan, keributan dan bahkan perpecahaan di tubuh ORARI, sangat tidak mungkin terjadi dugaan tindak pidana suap politik terhadap peserta Munas XI, hingga tercipta konflik di Munas XI ORARI dan bahkan tidak mungkin terselenggara Munas XI ORARI Lanjutan di Bengkulu, jika tidak ada back-up dana Milyaran Rupiah di duga di peroleh dari pihak yang sangat berkepentingan terhadap ORARI, untuk dijadikan alat bisnis pihak tersebut. Sebab penyelenggaraan Munas XI ORARI itu sumber dananya dari iuran anggota ORARI yang dikelola secara transparan dan profesional dari mulai tingkat ORARI Lokal, ORARI Daerah sampai ORARI Pusat, dan bisa di amati pada laporan keuangan di ORARI Pusat, ORARI Daerah dan ORARI Lokal, kemudian di laporkan setiap bulan ke anggota ORARI.

“Nah, sekarang yang patut dipertanyakan dan patut dicurigai sumber dana penyelenggaraan Munas XI ORARI Lanjutan itu dari mana, ya? Jangan-jangan diperoleh dari sumber yang tidak halal, dan tidak diatur dalam AD/ART ORARI, ini yang mestinya di usut oleh KPK RI, karena itu, kami sangat berharap besar kepada Ketua Komisi III DPR RI beserta anggota dan jajarannya, agar segera merespon dan menindaklanjuti apa yang telah kami sampaikan baik ke KPK maupun ke Komisi III DPR RI,” pungkas Ratih Paulina koordinator Himpunan Milineal Radio Amatir Indonesia Ratih Paulina koordinator Himpunan Milineal Radio Amatir Indonesia (*Salimah)