Permendikbudristek No 30, Gema Pembebasan: Membuktikan Indonesia Negara Sekuler

Uncategorized

Permendikbudristek No 30 Tahun 2021, semakin membuktikan Indonesia merupakan negara sekuler yang jauh dari nilai-nilai agama Islam.

Demikian dikatakan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan Farid Syahbana dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Senen (22/11/2021).

Kata Farid, kekerasan seksual (perilaku asusila dengan paksaan) di lingkungan kampus adalah masalah faktual. Namun mengabaikan perilaku asusila tanpa paksaan alias suka sama suka, yang juga merupakan fenomena gunung es, merupakan bukti ada kekeliruan paradigmatik dalam
pembuatan norma.

“Permendikbudristek No 30 tahun 2021 juga mengangkangi otonomi kampus sebagaimana diatur dalam pasal 62 ayat 1 UU 12 tahun 2012. Aturan ini pintu komersialisasi perguruan tinggi dalam konteks penanganan seksual,” jelasnya.

Pintu masuk komersialisasi perguruan tinggi dalam Permendikbudristek No 30 tahun 2021, kata Farid adanya peraturan seluruh kampus di Indonesia membentuk satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

“Berapa banyak modal yang harus disediakan untuk membiayai operasional satgas? Modal
sebanyak itu mau diambil dari mana? Pasti dari APBN yang bersumber pada utang lewat penerbitan obligasi (utang dengan basis investasi surat utang negara),” ungkapnya.

Atas nama Gema Pembebasan, Farid meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk mencabut Permendikbudristek No 30 tahun 2021. “Tolak upaya liberalisasi perguruan tinggi oleh pembiayaan berbasis utang lewat penerbitan obligasi dalam penanganan kekerasan seksual,” jelas Farid.

Kata Farid untuk menghapus kekerasan seksual dan tindakan asusila yang merusak perilaku masyarakat dengan syariat Islam.

“Khilafah adalah ajaran Islam sebagaimana fatwa Majelis Ulama Indonesia. Hanya Khilafah yang mampu menerapkan syariat Islam secara kaffah. Sebuah negara yang dapat mewujudkan konstruksi sosial sesuai ajaran Islam,” pungkasnya.