Kinerja Anjlok Bank Muamalat Diselamatkan BPKH

Uncategorized

Tarmidzi Yusuf (Pemerhati Ekonomi Syari’ah)

Gonjang-ganjing kondisi keuangan Bank Muamalat Indonesia telah merebak tiga tahun terakhir ini. Banyak pihak khususnya ummat Islam merasa khawatir dengan kondisi Bank Muamalat saat ini. Tiga tahun ini, kinerja Bank Muamalat yang pendiriannya diinisiasi oleh ICMI, MUI bersama ummat Islam boleh dibilang berpredikat terburuk sepanjang sejarah bank ini berdiri sejak 1992.

Bank Muamalat sebagai bank umum syariah pertama milik ummat Islam. Bank yang digadang-gadang sebagai tonggak kebangkitan ekonomi syariah di Indonesia sedang kritis. Disebut kritis lantaran asset bank terus menerus tergerus. Tak tanggung-tanggung, secara rata-rata Rp 2,6 triliun per tahun asset bank turun dalam 4 tahun terakhir. Sebuah angka yang sangat fantastis. Ada apa? Laporan keuangan resmi Bank Muamalat juga telah mengkonfirmasi penurunan dana pihak ketiga. Dana pihak ketiga pada 2017 tercatat Rp 48,686 triliun. Turun sekitar Rp 7,262 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp 41,424 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan Bank Muamalat yang dipublikasikan di situs resmi Bank Muamalat, asset dan laba bersih mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Laba bersih Bank Muamalat tahun 2019 tercatat Rp 16 miliar, anjlok sebesar Rp 30 miliar jika dibandingkan tahun 2018. Tahun 2018 masih meraih laba bersih mencapai Rp 46 miliar.

Lebih tragis lagi tahun 2020, Bank Muamalat hanya membukukan laba bersih Rp 10 miliar. Turun Rp 6 miliar dari tahun sebelumnya 2019. Perlu ‘dipelototi’ kinerja manajemen. Miss manajemen atau ada masalah apa? Kok laba Bank Muamalat selevel BPR Syariah.

Tidak hanya laba bersih Bank Muamalat yang ‘terjun bebas’. Asset Bank Muamalat pun mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Bank Muamalat pernah memiliki asset tertinggi pada tahun 2017, sebesar Rp 61,697 triliun. Hingga akhir tahun 2020 asset Bank Muamalat hanya tersisa Rp 51,241 triliun. Asset turun selama 4 tahun terakhir sebesar Rp 10,456 triliun. Kenapa anjloknya asset Bank Muamalat sangat besar? Dimana peran manajemen Bank Muamalat dalam memperbaiki kinerja perseroan yang terus menerus turun?

Lebih mengejutkan lagi, dengan asset Rp 51 triliun lebih, Bank Muamalat hanya memperoleh laba bersih Rp 10 miliar. Asset puluhan triliun, hanya meraih laba bersih Rp 10 miliar. Laba bersih tak sebanding dengan asset yang dimiliki. Bank sekelas Bank Muamalat hanya mampu meraih laba bersih Rp 10 miliar. Bank Muamalat turun kelas, dari selevel bank umum menjadi bank sekelas BPR Syariah dalam hal perolehan laba bersih. Sementara beban operasional dalam tiga tahun terakhir berada dikisaran Rp 1,3 triliun hingga Rp 1,6 triliun. Jomplang sekali antara beban operasional dengan pendapatan Bank Muamalat.

Selain itu, tingkat pengembalian asset atau return on asset (ROA) sangat kecil. Return on asset merupakan indikator tentang seberapa andal Bank Muamalat dalam pemanfaatan asset untuk menghasilkan keuntungan. ROA biasanya dihitung melalui pembagian laba bersih dengan asset perusahaan secara keseluruhan.

Return on asset biasanya tampil dalam bentuk persentase yang dihitung dengan rumus ROA. Semakin besar persentasenya, berarti semakin produktif dan efisien suatu perusahaan. Begitu pun sebaliknya, semakin kecil persentase ROA, pertanda perusahaan kurang produktif.

Berdasarkan laporan keuangan Bank Muamalat yang dikutip dari situs resmi, ROA turun dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2020 tingkat pengembalian asset 0,03%. Padahal, tahun sebelumnya sebesar 0,05% dan tahun 2018 sebesar 0,08%. Ini pertanda asset Bank Muamalat makin tak produktif dan makin tidak efisien. Pertanyaannya mengapa manajemen Bank Muamalat tidak berupaya menekan beban operasional perusahaan secara signifikan? Setidaknya manajemen memulai hidup ‘prihatin’ demi penyelamatan Bank Muamalat sebagai asset ummat Islam.

Untuk mengukur kinerja manajemen Bank Muamalat, selain menilai ROA juga dinilai dari ROE (Return on Equity). ROE merupakan indikator yang mengukur seberapa baik Bank Muamalat dalam memanfaatkan modal untuk menghasilkan laba. ROE memberi gambaran ke investor apakah modal yang diinvestasikan digunakan sebaik-baiknya buat mencetak laba atau justru sebaliknya.

Tingkat pengembalian ekuitas (ROE) Bank Muamalat tiap tahun cenderung turun dari tahun ke tahun. Tahun 2018 tingkat pengembalian ekuitas Bank Muamalat 1,16%, turun menjadi 0,45% pada tahun 2019. Turun kembali pada tahun 2020 dengan tingkat pengembalian ekuitas hanya 0,29%. Dengan persentase ROE hanya 0,29% menunjukkan bahwa tingkat pengembalian modal yang diterima investor atas modal yang diinvestasikan sangat kecil. Wajar bila banyak investor tidak tertarik masuk Bank Muamalat karena rendahnya ROE dan ROA.

Padahal Bank Muamalat pernah mencapai puncak keemasan. Selain mampu bertahan dari badai krisis moneter tahun 1998 dengan asset hanya Rp 479 miliar, mampu membukukan laba bersih Rp 7 miliar. Bandingkan dengan tahun 2020, asset Rp 51,241 triliun laba bersih hanya Rp 10 miliar. Memang pada tahun 1999, Bank Muamalat mengalami kerugian Rp 76 miliar. Hebatnya, manajemen Bank Muamalat ketika itu, bisa menyulap kerugian puluhan miliar menjadi laba Rp 3 miliar pada tahun 2000. Patut diacungi jempol kinerja manajemen ketika itu.

Selama sejarah Bank Muamalat berdiri, puncak keemasan terjadi tahun 2008 dengan ROE 33,14% serta laba bersih Rp 203 miliar. Disamping itu, asset Bank Muamalat naik dari tahun ke tahun. Sangat bertolak belakang dengan kondisi Bank Muamalat saat ini, asset dan laba turun.

Pada tahun 1998 Bank Muamalat hanya memiliki asset Rp 479 miliar. Asset terus tumbuh hingga tahun 2013 mencapai Rp 54,694 triliun. Sebuah capaian prestasi yang super gemilang. Manajemen Bank Muamalat mampu bangkit setelah terpuruk diterpa badai krisis multi dimensi tahun 1998, berhasil mendatangkan investor baru dan mengembangkan jaringan Bank Muamalat. Tahun 2009 Bank Muamalat memiliki 243 kantor hingga akhir 2013 jumlah kantor bertambah hampir dua kali lipat, yaitu 456 kantor. Selain kantor cabang dan kantor kas bertambah, periode 2009 hingga 2013 Bank Muamalat berhasil membangun sistem dan infrastruktur IT yang belum dimiliki bank-bank lain. Buahnya, tahun 2012 Bank Muamalat menjadi bank syariah terbaik pertama dalam kualitas layanan versi Marketing Research Indonesia atau MRI bekerjasama dengan Infobank.

Sebelumnya, Bank Muamalat telah mendapatkan predikat sebagai Best Islamic Bank in Indonesia pada tahun 2006, 2008, 2009, 2010, 2012, 2013, dan 2014. Selain predikat tersebut, di tahun 2012 Bank Muamalat turut meraih penghargaan sebagai The Most Innovative Islamic Bank in The World. Ditengah kondisi ekonomi nasional, regional maupun global yang masih fluktuatif, penghargaan ini tentunya menjadi penyemangat bagi Bank Muamalat untuk terus bisa memberikan yang terbaik bagi para stakeholders.

Bahkan, dengan bangga Bank Muamalat pada tahun 2015 mempersembahkan Muamalat Tower kepada Ummat Islam sebagai simbol kejayaan bank syariah pertama di Indonesia. Gedung Muamalat tower setinggi 22 lantai dengan nilai Rp 1 triliun. Muamalat tower merupakan kantor pusat Bank Muamalat hingga saat ini. Sayangnya, masa keemasan Bank Muamalat tidak bertahan lama. Tahun 2015 asset Bank Muamalat turun lebih dari Rp 5 triliun jika dibandingkan total asset tahun 2014. Asset baru naik kembali pada tahun 2017 menjadi Rp 61,697, walaupun tidak diimbangi dengan perolehan laba bersih hanya Rp 26 miliar. Kinerja Bank Muamalat makin memburuk dari tahun 2018 hingga tahun 2021 ini.

Ditengah gonjang-ganjing Bank Muamalat berkinerja buruk. Kabar gembira datang dari BPKH, Badan Pengelola Keuangan Haji. Perlu disambut dengan rasa syukur dan suka cita. Badan yang dipimpin Anggito Abimanyu. Menurut rencana, BPKH akan masuk sebagai investor Bank Muamalat. Rencananya BPKH akan menyuntikkan modal sebesar Rp 3 triliun kepada Bank Muamalat dalam bentuk investasi tier 1 lewat penambahan saham Rp 1 triliun dan investasi tier 2 bernilai Rp 2 triliun. Semula rencana RUPSLB Bank Muamalat akan digelar akhir Juli 2021. Diundur akhir Agustus 2021 ini.

Kabar baik ini, setidaknya telah menepis rumor terhadap BPKH yang berkembang akhir-akhir ini terkait tiadanya penyelenggaraan ibadah haji tahun 2021. Rumor yang menyebutkan BPKH investasi dibidang infrastruktur telah ditepis oleh Pengurus BPKH.

Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu menepis tudingan yang mengatakan batalnya ibadah haji 2021 ke Arab Saudi disebabkan masalah keuangan. Anggito Abimanyu memastikan dana haji aman dan tidak ada yang digunakan untuk infrastruktur hingga utang ke Arab Saudi.

“Dana haji per Mei 2021 Rp 150 triliun, tumbuh 15 persen (2020), tetap aman. Tidak ada utang akomodasi ke Arab Saudi dan tidak ada alokasi investasi langsung infrastruktur yang menimbulkan risiko tinggi bagi dana haji,” kata Anggito Abimanyu seperti dalam paparannya di webinar bertajuk ‘Menyorot Akuntabilitas Pengelolaan Dana Haji’, Kamis (10/6/2021).

Masuknya BPKH sebagai pemegang saham di Bank Muamalat menjadi salah satu bukti bahwa, tidak ada persoalan dengan keuangan dana haji yang dikelola BPKH. Justru ummat Islam patut mengapresiasi BPKH dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin sebagai ‘pahlawan’ yang menyelamatkan Bank Muamalat, bank pertama murni syariah di Indonesia. BPKH setidaknya telah melakukan penyelamatan terhadap bank kebanggaan ummat Islam, Bank Muamalat. Setelah beberapa tahun terakhir gagal mendatangkan investor baru dan kinerja makin memburuk.

Tidak hanya berhenti pada masuknya investor baru di Bank Muamalat. Masyarakat berharap dengan masuknya BPKH sebagai pemegang saham, Bank Muamalat perlu mempersiapkan jajaran Direksi dan Komisaris baru yang memiliki kemampuan membawa Bank Muamalat menjadi bank yang sehat dan tumbuh kembali seperti pada masa keemasan 2008 silam. Semoga.

Bandung, 15 Muharram 1443/25 Agustus 2021