Euforia Revisi UU ITE yang Berlebihan

Oleh: Abu Muas T. (Pemerhati Masalah Sosial)

Terkesan akhir-akhir ini ada euforia, suasana gembira dan atau rasa penuh harapan yang berlebihan dari sebagian kecil masyarakat atas munculnya isu “bakal” direvisinya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pertanyaannya, ada apa di balik euforia ini?

Sebenarnya sebuah hal yang tak terlalu istimewa jika yang namanya undang-undang produk manusia akan ada perubahan atau revisi tentu wajar-wajar saja, karena memang bersifat relatif atau nisbi bukan mutlak seperti aturan Allah yang Mahabenar.

Namun, untuk undang-undang yang satu ini terkesan “seolah-olah” ada keistemewaan tersendiri saat ada isu bakal direvisi. Ada yang menilai bahwa undang-undang ini di beberapa pasalnya ada yang disebut pasal karet dalam artian multitafsir. Ada juga yang menilai undang-undang ini menjadi momok yang menakutkan, memudahkan aparat untuk menggiring korban menjadi penghuni di balik terali besi penjara gegara postingan di media.

Maka munculnya isu revisi UU ITE ini tak urung menjadi polemik hangat pada sebagian kecil masyarakat, mereka sangat berharap undang-undang ini tak menjadi momok yang menakutkan lagi. Tapi tak sedikit pula masyarakat yang tak peduli akan rencana revisi ini, mereka anggap isu “bakal” ada revisi sekadar isu. Namanya juga “bakal”, bisa jadi revisi atau tidak jadi revisi.

Esensinya, semua aturan produk manusia tentu bisa diubah. Hanya sebuah kelemahan yang tak dapat dinafikan oleh para perancang atau pembuat aturan adalah faktor subyektifitas si pembuat aturan yang tak bisa lepas dari faktor kepentingan si pembuat aturan itu sendiri.

Kita tunggu tanggal mainnya saja, benarkah ada upaya revisi atau tidak, atau patut diduga hanya sekadar isu belaka untuk mengalihkan isu lainnya? Layak diduga pula, kalau toh ada upaya revisi yang semula pasalnya dinilai pasal karet, bisa jadi bukan jadi pasal karet lagi malah diubah menjadi pasal palu godam yang jelas dan lebih keras lagi dapat menjerat korban?