Oleh: Tg. Dr. Miftah el-Banjary
Dalam rangka menutupi konspirasi kejahatan yang mereka lakukan, para saudara Yusuf melucuti baju Nabi Yusuf dan kemudian melumurinya dengan darah palsu dari darah domba yang mereka sengaja sembelih demi menutupi kejahatan mereka.
Dirasa sudah cukup untuk memberikan bukti yang direkayasa sedemikian rupa, mereka mendatangi ayah mereka Nabi Ya’kub seraya meyakinkan bahwa Yusuf telah mati diterkam serigala dengan segala bukti-bukti tipu daya.
Padahal, mereka berusaha membinasakan Yusuf setelah membantai dan memasukkan ke dalam sumur di tengah gurun pasir yang tandus. Begitulah kezhaliman mereka.
Akhirnya, para saudara Yusuf menunggu waktu malam hari untuk menemui ayah mereka, sembari membawa bukti baju Yusuf yang berlumuran darah yang telah mengering itu. Mereka katakan bahwa itu darah Yusuf yang telah mati.
Mereka membawa bukti baju yang berlumuran darah, dengan alasan Yusuf diterkam serigala buas, tapi mereka lupa bahwa serigala tidak mungkin memangsa korban, sedangkan bajunya masih utuh, tidak ada robekan sama sekali. Mereka lupa merobek-robek baju tersebut.
Mereka memang berhasil mencelakakan Nabi Yusuf dengan makar mereka, tapi sepandai-pandainya aroma busuk kejahatan yang disembunyikan, tetap saja amis busuknya tercium, disebabkan ada banyak kejanggalan aneh.
Nabi Ya’kub yang tidak menemukan pertanda cakaran serigala justru heran, bagaimana mungkin putranya diterkam serigala, sementara tak ada robekan sama sekali bekas cakaran serigala. Bagaimana mungkin Nabi Ya’qub bisa mempercayai kebohongan itu?!
Apakah dari kejadian serupa, kita bisa dipaksa mempercayai bahwa Nabi Yusuf diterkam serigala, sedangkan bajunya tak ada robekan sama sekali?!
Apakah mungkin, ada sekelompok orang yang dituduh menyerang polisi, sedangkan mereka tak berbuat kejahatan dan tak pula bersenjata, tak ada line polisi, tak ada bercak darah, tak ada saksi mata, tak ada selongsong peluru, tak ada CCTV, namun hanya ada korban dan konferensi pers saja. Apakah kita bisa dipaksa untuk bisa mempercayai begitu saja?!
Dari sejarah al-Qur’an ini kita belajar tentang tipu daya muslihat para penguasa yang berbuat makar menzhalimi saudaranya sendiri. Mereka membuat makar, namun makar Allah lebih hebat lagi, lebih dahsyat lagi, kita hanya berdoa dan menunggu saja.