Menelisik Soal Delapan Tuntutan KAMI

Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial

Menarik untuk ditelisik usai dideklarasikannya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Tugu Proklamasi Jakarta, Selasa, 18 Agustus 2020. Hadir sejumlah tokoh nasional sebagai deklarator dan dihadiri ribuan warga dari berbagai organisasi massa.

Yang sekiranya layak untuk ditelisik adalah salah satu dari delapan tuntutan yang merupakan tuntutan di urutan pertama dari KAMI, yakni mendesak penyelenggara negara khususnya Pemerintah, DPR, DPD dan MPR untuk menegakkan penyelenggaraan negara sesuai dengan (tidak menyimpang dari) jiwa, semangat dan nilai Pembukaan Undang-Undang 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, dan diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Tuntutan yang pertama inilah yang pada gilirannya telah memberikan pencerahan kepada masyarakat bahwa penetapan Pancasila adalah pada tanggal 18 Agustus 1945. Suatu konsensus bersama sejak 75 tahun lalu bahwa penetapan Pancasila adalah pada tanggal tersebut. Patut ditelisik dan dipertanyakan jika masih ada yang bersikukuh bahwa tanggal lahir Pancasila adalah 1 Juni 1945, ada apa di balik kekukuhan tersebut?

Untuk itu kehadiran KAMI sudah sepantasnya dapat dijadikan koreksi menyeluruh bagi para penyelenggara negeri ini untuk berbenah diri memperbaiki kinerjanya. Keprihatinan sekaligus delapan tuntutan dari KAMI jika pemerintah mau legowo menerima tuntutan tersebut sebagai sesuatu yang dinilai negatif misalnya bagi jalannya roda pemerintahan, maka segeralah delapan tuntutan tersebut dijadikan positif.

Betapa pedulinya KAMI terhadap situasi dan kondisi negara yang segera mesti diselamatkan dari berbagai sisi. Kepedulian KAMI telah memaparkan berbagai sisi yang mesti segera diperbaiki khususnya di bidang ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan HAM serta sumber daya alam.

Klaim kita 75 tahun sudah menjadi negara merdeka kini patut dipertanyakan. Benarkah secara hakikat negeri ini telah bebas merdeka dari intervensi asing?