Aparat kepolisian harus bertindak tegas terhadap geng motor dan tawuran pelajar di kota Bogor yang meresahkan masyarakat serta mengganggu ketertiban umum.
“Penegakan hukum harus ditegakkan terhadap geng motor dan tawuran pelajar di kota Bogor karena melanggar ketertiban umum,” kata Direktur Lembaga Analisis, Studi, dan Kajian Publik (Lanskip) Kota Bogor Abdul Rachmat Saleh kepada suaranasional, Rabu (5/8/2020).
Menurut Abdul Rachmat, polisi tidak bisa bertindak terhadap para pelajar dan geng motor karena usianya di bawah 18 tahun. “Kadang-kadang para pelaku usia di bawah 18 tahun, polisi tidak bisa bertindak tegas karena anak di bawah umur,” jelas Abdul Rachmat.
Abdul Rachmat mengusulkan aparat kepolisian melakukan screening terhadap para pelajar yang terlibat tawuran maupun geng motor. “Polisi harus punya screening, takkala pelajar yang tertangkap, sekolah itu bukan hanya menutupi akan menjadi penyakit di sekolah tersebut,” papar Abdul Rachmat.
Para pemuda yang terlibat geng motor, kata Abdul Rachmat harus diberi surat ke berbagai perusahaan agar tidak diterima sebagai karyawan karena terlibat kriminal murni. “Ini sebagai efek jera bagi para pelaku para pemuda yang terlibat geng motor,” ungkapnya.
Selain itu, ia mengatakan, munculnya tawuran pelajar maupun geng motor adanya faktor lingkungan, tidak ada bimbingan orang tua. “Ada juga faktor karena kebosanan di rumah sehingga melakukan tawuran pelajar dan menjadi anggota geng motor,” jelas Abdul Rachmat.
Abdul Rachmat mengatakan, remaja yang melakukan tawuran dan geng motor untuk menunjukkan keberanian di antara mereka. “Kalau sudah membentuk kelompok sudah ada keberanian, semakin banyak geng, makin banyak melakukan perlawanan satu sama lain,” ungkap Abdul Rachmat.
Kata Abdul Rachmat, para pelajar yang terlibat dalam tawuran biasanya melakukan taruhan bahkan seks bebas dan terlibat narkoba. Siapa yang menang dalam tawuran akan dibayar, bahkan kehidupan seks bisa dilakukan bahkan mabuk-mabukan,” pungkasnya.