Pengamat: Perlu Kewenangan Asimetris Atasi Kemiskinan di Maluku

Dalam mengatasi masalah kemiskinan di Maluku perlu ada kewenangan asimetris sehingga bisa memanfaatkan potensi sumber ikan yang ada untuk kemakmuran rakyat.

“Kewenangan asimetris, Provinsi Maluku diberi kewenangan yang berlebih. Selama ini sumber kekayaan Maluku dari ikan, sementara di satu sisi UU No 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah bahwa urusan kelautan di daerah itu, urusan pilihan. Kalau asimiteris, menjadi urusan wajib,” kata pengamat kebijakan publik Amir Hamzah Marasabessy kepada suaranasional, Sabtu (25/7/2020).

Kata putra Maluku ini, pemerintah pusat selama ini memberi Dana Bagi Hasil dengan mempertimbangan jumlah penduduk dan luas daratan. Padahal luas wilayah Maluku 92,8 persen dari lautan dan 7,2 persen di daratan.

“Harusnya Dana Bagi Hasil di Maluku mempertimbangkan indikator lautan. kalau luas laut dipakai untuk pertimbangan pemberian Dana Bagi Hasil pemerintah pusat untuk di Maluku bisa ada tambahan Rp3 triliun sampai Rp4 triliun,” paparnya.

Menurut Amir, dana Rp3 triliun sampai Rp4 triliun sangat mungkin bisa masuk Provinsi Maluku karena kekayaan laut di Laut Arafuru yang hilang Rp 40 triliun. “Dari lost Rp 40 triliun itu, masak 4 triliun tidak bisa dikasih untuk pemerintah Maluku, ditambah pertimbangan asimetris, perizinan kapal nelayan, ijin tangkap, ijin perusahaan masuk Maluku, selama ini masuk pusat,” jelasnya.

Amir mengatakan, ide memajukan Maluku dengan kewenangan asimetres tidak ada artinya jika tidak ada sinergi semua komponen. “Kita wargaa Maluku tidak ada artinya jika tidak ada sinergi yang ada Gubernur Maluku, DPRD, masyarakat, kalangan intelektual untuk menyampaikan ke pemerintah pusat,” pungkasnya.