Memberi Nafkah dengan Uang Haram

Taushiah: KH. Luthfi Bashori
Transkrip: Rizal Affandi

Pertanyaannya, kalau ada seorang anak yang belajar agama, tapi dia punya ayah bekerja tidak benar misalnya ayahnya suka menipu, kemudian uang hasil menipu itu dipergunakan untuk membiayai anaknya yang belajar, apakah ada pengaruh kepada anaknya?

Ya ada, pasti ada pengaruh itu, tetapi yang berdosa ayahnya. Si anak tak tahu menahu, karena anak ini menjadi kewajiban orang tua.

Karena, kalau ada orang tua yang macam itu lantas anaknya menjadi durhaka kepada orang tuanya, maka orang tuanya jangan menuntut dan jangan marah, karena besok di akhirat, orang tuanya yang dituntut oleh anaknya.

Yang demikian ini termasuk pembahasan ilmu akhlak, ilmu tasawwuf bukan ilmu fiqih masalah halal atau haram.

Dalam pembahasan ilmu tasawwuf, sebagaimana dalam suatu riwayat, jika ada seorang ayah yang sedang jalan menuju surga, misalnya karena sang ayah ini terkenal ahli berbuat kebaikan, sedangkan anaknya justru hampir jatuh ke dalam neraka, maka tatkala ayahnya mau dimasukkan surga, lantas si anak protes: “Ya Allah itu ayah saya kenapa Engkau masukkan ke surga?”

“Ya, karena dia berbuat baik, beramal baik !”

“Oh siapa bilang …? dia itu berbuat baik untuk dirinya sendiri, saya anaknya tidak diurusin, saya mabuk tidak pernah dilarang, saya main judi dibiarkan, saya main dadu juga dibiarkan, bahkan dikasih uang, jadi dia itu tidak pantas masuk surga,” seru anaknya.

Kelak akan terjadi seperti itu di akhirat.

Artinya apa?
Yang dilakukan oleh seorang ayah ini berpengaruh kepada anak-anaknya, kalau anaknya diajari baik, diberi makan dari rezeki yang baik, yang halal, halalan thayyiban, maka si anak akan menjadi anak shaleh, ia akan menguntungkan kedua orang tuanya.

Tapi kalau anaknya diberi makanan yang haram, diberi pendidikan yang tidak baik, kalau ada ajaran-ajaran sesat dibiarkan, maka pembiaran terhadap anak ini sangat berpengaruh bagi nasibnya kelak di akhirat.

Itu ayah dari anak-anak yang tidak benar, l besok di akhirat akan dapat tuntutan-tuntutan dosa, di samping si anak sendiri tetap dituntut dari dosa-dosa yang perbuat sebelum meninggal dunia.

Ini kalau pun tidak ada qishas di dunia, tidak ada sanksi sesuai dengan hukum Syariat, maka kelak di akhirat akan mendapat qishas tersendiri, dapat balasan tersendiri.

Maka si anak yang karena tidak tahu apa-apa itu harus diperlakukan sebaik-baiknya, karena sifat dan sikap seorang anak itu tergantung apa kata orang tuanya.

Mudah-mudahan para orang tua, termasuk orang tua kita, dan kita kita juga, kalau mencari rejeki, carilah rejeki yang halal, karena akan berpengaruh kepada pendidikan anak.

Seorang anak akan tumbuh baik karena diberi makanan yang baij.

Seorang anak akan menjadi shaleh karena diberi pakaian, makanan, dan segala kehidupannya dari hal-hal yang halal.

Di dalam hadis diceritakan, dulu ada seorang musafir, kemudian dia ini berdoa kepada Allah: “Ya Allah beri saya ini, beri saya itu”, dia memohon kapada Allah pada hal-hal yang baik-baik.

Tapi kata Rasulullah SAW: “Rupanya baju yang dia pakai ini adalah haram, rupanya ini bekas mencuri. Yang dimakan juga dari mencuri, dia habis mencuri sana mencuri sini, “Bagaimana akan diterima doanya?”,

“Makanannya dari barang haram, minumannya dari barang haram, pakaiannya juga barang haram, bagaimana akan diterima doanya?”

Jadi, kalau banyak makanan haram yang masuk ke perut kita, maka doa kita jarang diterima oleh Allah SWT.

Jadi, si anak tidak berdosa, tapi yang berdosa itu ayahnya, karena memberi makan kepada anaknya dari barang yang haram.

Namun kita berdoa, mudah-mudahan si anak tersebut diberi keberkahan oleh Allah SWT, diberi ampunan sehingga walaupun dia makan makanan dari hasil yang haram atas pemberian orang tuanya, tapi karena si anak ini belajar agama dengan baik, mudah-mudahan Allah SWT yang membimbingnya untuk menjadi orang yang baik dan shaleh.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News