Dapatkah Megawati Dipidanakan?

Oleh: Iskandar Tanjung

Beredarnya video pidato Ketua Umum PDIP, Megawati pada haul partai merah berkepala banteng hitam, dalam pidatonya, anak Soekarno eks tahanan (rumah) politik pasca G30S/PKI tersebut ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi Trisila

Materi video pidato Megawati merupakan alat bukti yang sarat dengan provokasi dan itu bisa dijadikan petunjuk awal bahwa Megawati patut dapat ditersangkakan telah melakukan agitasi terhadap ideologi negara yang bernama Pancasila

Jika merujuk pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, dan Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia Dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme

Dalam UU Nomor 27 Tahun 1999 TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tersebut diatur dua macam kejahatan, yaitu: KEJAHATAN YANG BERKAITAN DENGAN PENGGANTIAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA dan kejahatan sabotase, terutama sabotase terhadap sarana dan prasana militer dan sabotase terhadap distribusi atau pengadaan bahan pokok

TAP MPRS XXV/1966 dan UU Nomor 27 Tahun 1999, sampai saat ini masih berlaku, dalam hukum pidana Indonesia, disebut: KEJAHATAN TERHADAP IDEOLOGI NEGARA

UU Nomor 27 Tahun 1999 mengatur Kejahatan Terhadap Ideologi Negara, yaitu: mengenai penyebaran ajaran komunisme/marxisme-Leninisme (Pasal 219 dan 220), dan mengenai peniadaan dan penggantian ideologi Pancasila (Pasal 221)

Pasal 219: Setiap orang yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau MENGGANTI Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan: terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau kerugian harta kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

Pasal 220: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun setiap orang yang: mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga keras menganut ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme; mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada atau menerima bantuan dari organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah yang sah

Pasal 221: Setiap orang yang secara melawan hukum di muka umum menyatakan keinginannya dengan lisan, tulisan, atau melalui media apa pun untuk meniadakan atau MENGGANTI Pancasila sebagai dasar negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

Pada intinya Pasal 219, yang dilarang adalah penyebaran yang:
(i) “melawan hukum”,
(ii) “di depan umum”,
(iii) “dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara”

Tiga unsur ini “sudah dapat terpenuhi” dalam pidato Megawati, yaitu:

(i) “melawan hukum”: Hukum di republik ini melarang seseorang atau sekelompok orang maupun organisasi dan partai politik MELAWAN HUKUM yang sudah ditetapkan oleh negara, yaitu melakukan mufakat atau berkeinginan atau perencanaan untuk MENGGANTI IDEOLOGI PANCASILA

(ii) “di depan umum”: Yang dimaksud “didepan umum” adalah yang dilihat dan yang dapat didengar dengan jelas oleh sekelompok orang atau banyak orang

(iii) “dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara”: Mengganti Pancasila (5 Sila) dengan menjadi Trisila (3 Sila) itu sama saja menghilangkan “esensi” dan “ruh” dari Ideologi Panca (5) Sila itu sendiri

Bila kita flash back pada “kasus yang di-makar-kan” ketika Eggie Sudjana Mastal berteriak “people power” maupun “surat terbuka” Ruslan Buton yang juga “di-makar-kan”

Maka apa yang dilakukan oleh Megawati jauh SANGAT BERBAHAYA karena berkehendak mengganti ideologi Pancasila menjadi Trisila, dibandingkan dengan kasus Eggi dan Ruslan, ibaratnya kasus mereka berdua itu adalah “kasus receh”

Isi pidato Ketua Umum PDIP, Megawati, mengganti Ideologi Pancasila ditindaklanjuti oleh para kader-kader PDIP di perlemen dengan “merancang siasat” melalui RUU HIP

Pengakuan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang namanya disebut-sebut dalam kasus OTT kasus suap di KPU, menyatakan partainya menyetujui penghapusan TAP MPRS No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI)

Kalau sudah begini, sudah sangat terang benderang partai PDIP “mendukung” kembali kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI)

Terakhir, Saya mengutip pernyataan pengamat Politik dan Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti yang mengatakan ada Tiga Faktor yang mengakibatkan sebuah partai politik (Parpol) bisa dibubarkan

Pertama, pembubaran parpol dilakukan oleh partai itu sendiri

Kedua, parpol tersebut antiterhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Ketiga, parpol yang bersangkutan menganut paham komunisme dan ateisme yang tidak sesuai dengan asas Pancasila

Siapa bisa memutus pembubaran partai politik ?

Pasal 68 UU No.23/2004 tentang MK disebutkan bahwa pemohon pembubaran partai politik adalah pemerintah

Jadi, hanya pemerintah (Presiden) yang berhak memohon agar MK membubarkan sebuah partai politik yang dianggap “berbahaya”

Problematiknya, apakah ada keberanian seorang presiden yang merupakan “petugas partai” untuk memohon agar MK membubarkan partainya sendiri

Atau, akankah partai yang berbahaya tersebut harus dibubarkan oleh Mahkamah Jalanan..!?